Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tak Harus Selalu Membeli Baju Lebaran Baru

7 Juni 2019   12:05 Diperbarui: 7 Juni 2019   12:20 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin bagi kebanyakan orang jelang lebaran adalah saat-saat yang penuh dengan kesibukan dan ribet banget. Yang paling penting sudah jelas adalah berbelanja pakaian untuk seluruh anggota keluarga dan ini sudah menimbulkan keruwetan tersendiri. Lebaran adalah baju baru. Kalau lebaran tidak pakai baju baru maka bukan lebaran namanya. Begitulah pemikiran hampir semua orang jelang lebaran. 

Pernah saya mendengar si tuan rumah rasan-rasan, "tuh si K sudah 5 kali lebaran masih pakai baju yang sama". Saya hanya heran kok bisa sih si tuan rumah sampai tahu kalau si K itu pakai baju yang sama selama 5 kali lebaran? Apa mungkin difoto atau dicatat dalam buku kali ya? Itulah yang kemudian membuat sebagian besar orang khawatir jika masih memakai baju yang lama selama lebaran. Siapa yang mau dinyinyirin terus? Padahal proses membeli baju baru itupun juga tak mudah. 

Yang utama sudah jelas budget baju cukup menguras kantong. Bagi yang masih bisa mendapatkan THR mungkin tidak terlalu terasa tetapi bagi yang tidak seperti saya? Wah bisa megap-megap kayak lagi kena serangan asma. Nilai belanja baju untuk kami sekeluarga (3 orang) bisa tembus hingga hampir Rp 2 jutaan! Oleh karena itu hanya sekedar buat baju ini saja saya mesti rela menabung jauh-jauh hari sebelum lebaran datang. Saat membelinya juga masih ribet karena harus datang ke toko atau departement store nan jauh plus macet di jalan lagi. Belanjanya juga mulai dari pagi sampai malam dan itupun tak jarang cuma dapat dua potong baju (kadang sampai tidak bisa shalat tarawih dan tadarus). 

Saya super heran masak sih ribuan koleksi baju di department store itu hanya beberapa potong  yang cocok? Sisanya besok masih mau beli lagi di departement store lain. Belum lagi antrian di depan kasir sudah seperti ular yang tak jelas buntutnya. Akhirnya lebaran pun datang dan baju baru yang sudah didapat dengan susah payah dan menelan biaya tinggi itu dipakai paling banter hanya sehari dua hari habis itu dicuci, dilipat, dan disimpan dalam lemari. 

Lebaran depan proses yang sama berulang kembali dan baju lama itu pun sudah dilupakan kemudian hanya menjadi sarang laba-laba dan debu. Walhasil dalam tempo 10 tahun saja lemari sudah berteriak-teriak tak muat. Akhirnya solusinya cuma beli lemari baru dan begitu sudah terlalu banyak lemari jadi bikin kamar baru khusus untuk lemari. Mau dikasihkan orang lain banyak yang tidak berminat karena kadang masalahnya tidak cocok ukurannya atau modelnya dll.

Hidup yang sangat rumit bukan? Kadang saya berpikir beli baju baru tiap lebaran seperti sudah berlebihan, ribet, dan tak masuk akal. Akan tetapi begitulah mainstream yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat kita dari dulu sampai sekarang. Yang lucu kadang saat ada yang bertamu tercium aroma baju baru yang mirip aroma toko tekstil. 

Oleh karena itu dua kali lebaran ini saya bertekad menyederhanakan lebaran dengan mengurangi pembelian baju baru (maunya sih berhenti total tetapi istri menolak). Koleksi baju lebaran saya sendiri sebenarnya jika dipakai untuk 20 tahun mendatang juga tidak bakalan habis (bukannya bermaksud menyombongkan diri). 

Saat istri akan berbelanja baju lebaran belakangan ini saya hanya berpesan supaya dibelikan satu potong, bukan 3 atau 4 potong seperti dulu. Itupun hanya baju atas saja sementara untuk celana tetap memakai yang lama karena celana relatif sukar dibedakan lama atau baru. Lebaran kali ini pun akhirnya istri hanya membelikan satu baju baru sementara buat istri dan si kecil sendiri masih tetap membeli beberapa potong. Tak apalah, paling tidak perubahan harus dimulai dari dalam diri saya sendiri dulu.

Saya hanya berpikir mengapa orang-orang tidak berpikir menggunakan uangnya untuk berbagai keperluan lain yang jauh lebih penting daripada baju lebaran yang hanya dipakai sekali dua kali misal biaya kesehatan atau pendidikan anak. Atau paling tidak dizakatkan (zakat maal) karena boleh dikatakan kesadaran membayar zakat maal masih sangat rendah di kalangan umat muslim sendiri. 

Sebenarnya ada banyak trik dan tips membuat baju lama menjadi sekilas seperti baju baru. Coba saja cari di mesin pencari sejenak pasti akan ketemu. Akan tetapi itulah fenomena mainstream beli baju baru saat ini seperti air bah yang sangat kuat yang menghanyutkan siapa dan apa saja yang dilewatinya. Jika pegangan tak cukup kuat akan larut dalam budaya ribet dan berlebihan saat membeli baju baru untuk lebaran. 

Yuk lebaran kali ini dibikin simpel saja dan gak usah banyak ribet. Perkara orang yang suka nyinyir karena kita masih pakai baju lama, tebal kuping sajalah.   Kalau lebaran ini belum bisa memulai, paling tidak cobalah untuk membuat sebuah perubahan baru pada lebaran tahun depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun