Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memberi Sedekah di Jalan: Saya Lebih Suka Main Aman

15 Mei 2019   09:19 Diperbarui: 15 Mei 2019   09:28 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebetulan nih di jalan raya di kota sekarang saya sudah sangat jarang djumpai pengemis, anjal, atau pengamen sekarang. Mungkin karena dinas sosial sudah cukup intens dalam melakukan penertiban selama ini. Akan tetapi walaupun di jalan sudah sepi dengan aksi para pengemis, anjal, atau pengamen bukan berarti populasi mereka berkurang. 

Mereka hanya sekedar mengalihkan target sasaran operasi yang relatif lebih aman dari penertiban Dinsos yaitu perumahan, perkampungan, dan kawasan pedesaan. 

Apalagi menurut saya pribadi rumah orang-orang desa yang umumnya tidak memiliki pagar depan menjadi sasaran empuk buat aksi mereka. Buktinya waktu masih kecil saya hampir tidak pernah menjumpai pengemis atau pengamen datang ke rumah tetapi  belakangan ini  minimal sepekan sekali dan ada kecenderungan frekuensinya semakin meningkat. Itu di atas foto yang saya ambil tahun 2009 yang membuktikan bahwa tren seperti ini sudah terjadi.

Menyikapi kehadiran mereka warga di rumahku terbelah menjadi dua pendapat. Emak dan istri selalu memberi sedekah kepada mereka yang datang meminta-minta sementara saya dan bapak selalu mengabaikannya. 

Bukan tanpa alasan saya berperilaku demikian. Dulunya saya juga termasuk orang yang selalu memberi sedekah kepada siapapun yang datang. Alasan saya adalah:

1. Orang yang datang meminta-minta belum tentu orang miskin, fakir, atau benar-benar memerlukan bantuan. Ada selusin lebih saya memiliki kisah-kisah yang bisa membuktikan bahwa mereka memang tidak layak. Pertama ada teman yang memiliki toko dan pernah bercerita tentang seorang pengemis yang datang ke rumahnya dengan tujuan menukarkan uang receh. 

Si pengemis berkisah jika dalam satu jam dia bisa meraup minimal Rp 50 ribu! Coba bayangkan seandainya si pengemis ini "bekerja" 4 jam saja maka dia sudah bisa mengantongi Rp 200 ribu/hari! 

Jika sebulan dia beroperasi tanpa henti maka penghasilan total minimal Rp 6 juta sudah di depan mata tanpa dipotong pajak sama sekali. Padahal kerabat saya seorang PNS sudah hampir pensiun gaji terakhirnya hanya Rp 4 jutaan sampai sekarang. Saya sendiri beberapa kali melihat mereka menukarkan uang receh di minimarket. 

Padahal Islam sendiri melarang umatnya untuk meminta-minta seperti itu. Barangsiapa yang mampu tetapi mengemis maka di akhirat nanti akan didatangkan dengan muka tanpa daging. Yang kedua para pengemis ini suka menerapkan tarif. 

Pernah ada pengemis datang lalu istri menyuruh adiknya untuk memberikan uang Rp 500 tersebut. Spontan si pengemis marah-marah kepada si adik karena merasa uang yang diberikan terlalu sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun