Bulan Ramadhan selalu identik dengan kebaikan. Akan tetapi kenyataannya justru di bulan seperti ini ada saja orang yang masih menodainya dengan perbuatan-perbuatan tak terpuji hingga bahkan menjurus kepada kejahatan. Contohnya setiap Ramadhan di kampung selalu ada saja cerita warga yang dibobol maling. Namanya juga maling mereka jelas tidak bodoh. Mereka mengintai kala warga sedang lengah yaitu saat shalat tarawih ketika semua warga sedang berada di masjid dan lepas tengah malam.Â
Saya masih ingat benar Ramadhan tahun lalu beberapa warga kehilangan motor, ponsel, bahkan ayam. Sekarang hingga hari ini saya masih belum mendengar ada rumah warga yang disatroni maling. Masih terlalu dini menyimpulkan karena Ramadhan baru berjalan lima hari. Hanya bisa berharap semoga saja kali ini kampungku bersih dari cerita pencurian. Di pasar tradisional juga sama saja copet sudah mulai meningkatkan aksinya sejak awal Ramadhan dan biasanya puncaknya pas beberapa hari jelang lebaran.
Jika membahas mengenai kejahatan finansial perbankan sebenarnya tidak hanya terjadi di bulan Ramadhan. Akan tetapi ada kemungkinan karena desakan kebutuhan ekonomi atau faktor-faktor lainnya maka bisa saja seseorang melakukan atau malah meningkatkan aksi kejahatan finansial perbankan. Ada beberapa modus yang umum dilakukan mulai dari skimming, carding, dan phising.
1. Skimming atau cloning adalah dengan menempatkan reader di mulut mesin ATM tempat memasukkan kartu. Reader ini akan membaca semua informasi di dalam kartu magnetik. Dengan cara ini seorang skimmer bisa mendapatkan info akun korban dengan mudah. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-7 dunia sebagai surga para skimmer. Akan tetapi tak usah khawatir karena kartu ATM yang baru (berlogo GPN) sudah memakai chip yang lebih sulit di-skimming. Yang masih pakai kartu magnetik lama sebaiknya segera ditukarkan di kantor bank terdekat.
2. Phising adalah dengan membuat situs palsu menyerupai aslinya. Si nasabah akhirnya akan memasukkan user dan password di situs ini yang kemudian akan dipakai si pelaku untuk mendapatkan akses ke akun nasabah di situs aslinya. Sekarang masalah ini sudah ada solusinya dengan membuatkan pengaman tambahan berupa kode verifikasi atau OTP yang dikirim lewat SMS atau alat tertentu (misal key generator). Sayangnya cara ini memiliki kelemahan pada kode OTP via SMS yang sering datang terlambat.
3. Carding adalah belanja dengan menggunakan kartu kredit orang lain. Kartu kredit memiliki kelemahan pada kode CVV atau CVC yang tertera di belakang kartu yang berupa tiga digit angka terakhir. Jika kode ini bocor maka orang lain yang tidak berhak kemungkinan besar akan bisa menggunakannya.
Yang jelas semua kejahatan di atas adalah kejahatan finansial perbankan yang menggunakan teknologi tinggi digital. Lantas adakah kejahatan perbankan yang tidak menggunakan teknologi seperti itu? Tentu saja ada yaitu uang palsu yang bagaimanapun masih ada kaitannya dengan bank. Saat bulan puasa seperti sekarang kita harus mewaspadai kemungkinan meningkatnya peredaran uang palsu.Â
Bukan masalah uang palsunya tetapi yang lebih penting adalah tentang modus bagaimana mengedarkan uang palsu ini yang jangan sampai membuat kita terjebak. Saya kira uang palsu masih tetap akan menjadi primadona kejahatan karena sifat uang tunai yang bisa diterima oleh siapa saja. Walaupun teknologi cashless yang bisa meminimalkan peredaran uang palsu semakin berkembang tetapi uang tunai tetap akan menjadi raja di sebagian besar transaksi keuangan harian rakyat kita.
Kisahnya sewaktu saya akan mengambil uang tunai di ATM. Saat itu seingat saya hari Minggu dan suasana di ATM agak sepi. Saya melihat seorang pemuda duduk di depan ruang ATM. Dia meminta tolong saya mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening tertentu dan nantinya dia akan menggantinya dengan uang tunai yang sedang dipegangnya. Saya pun hampir saja mengiyakannya namun mendadak saya terkesiap.Â
Apakah uang yang sedang dipegang pemuda ini benar-benar uang asli?? Kalau palsu bagaimana coba? Lagipula ada sejumlah hal yang menurut saya ganjil. Mengapa tidak membuka rekening bank sendiri untuk transfer? Membuka rekening sekarang sangat mudah bahkan ada yang hanya mensyaratkan saldo pertama Rp 20 ribu saja tanpa biaya admin bulanan.Â
Di samping itu ada sejumlah layanan pengiriman uang non perbankan yang bisa dimanfaatkan jika memang tidak memiliki rekening bank sendiri. Di jaman dulu ketika belum ada internet, saya yang tinggal di kota besar masih bisa menerima kiriman uang lewat pos dari orang tua di kampung.Â
Masak di jaman serba digital ini kirim uang saja sampai serumit dan sesulit itu? Herannya si pemuda itu nyaman saja melakukan aksinya di depan kantor bank (walaupun sedang tutup) tanpa takut terekam kamera CCTV. Saya hanya bersyukur tidak sampai terjebak dan benar ternyata di sejumlah media kemudian banjir berita penipuan dengan modus seperti ini.
Ramadhan datang peredaran uang tunai dan digital pun juga meningkat tajam. Yang terpenting tetap selalu waspada saat bertransaksi dengan cara apapun karena semua tentu ada celah keamanannya tidak peduli sekecil apapun juga. Teknologi pengamanan transaksi perbankan yang hari ini kita anggap sebagai yang terbaik, bisa jadi sepuluh atau dua puluh tahun lagi akan usang.Â
Jadi jangan terlalu bergantung kepada teknologi ini tetapi diri kita sendiri juga perlu untuk selalu waspada. Jangan lupa sisihkan sebagian untuk zakat dan sedekah karena itu penting sekali untuk menjaga agar mereka yang kekurangan bisa terpenuhi hak-haknya dan tidak sampai melakukan kejahatan. Bisa jadi kejahatan mereka sesungguhnya disebabkan oleh kontribusi ketidakpedulian kita sendiri kepada nasib mereka.Â
Ramadhan adalah bulan berbagi dan berbagi takkan pernah rugi. Hidup ini seperti bumi dan bulan yang berbentuk lingkaran. Apa yang kita berikan kepada orang di sisi kita pada akhirnya akan kembali kepada diri kita sendiri. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H