Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwasannya agar kebijakan pembaharuan sistem hukum pidana itu menjadi berfungsi baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang sehingga tujuan hukum itu  sendiri tercapai sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat yaitu sebagai berikut:
A. Pembangunan Hukum Nasional pada dasarnya merupakan upaya untuk membangun suatu tata hukum nasional yang berdasarkan kepada jiwa dan kepribadian bangsa, yang konkritisasinya yakni pembentukan kaidah-kaidah hukum baru untuk mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Pembangunan hukum nasional setidaknya terdapat beberapa masalah mendasar yang perlu diselesaikan, diantaranya:
- Masalah reaktualisasi sistem hukum yang bersifat netral dan berasal dari hukum lokal (hukum adat dan hukum islam) ke dalam hukum nasional
- Masalah penataan kelembagaan aparatur hukum yang masih belum dibentuk secara  konprehensif
- Masalah pemberdayaan masyarakat baik dalam bentuk meningkatkan akses masyarakat dalam kinerja pemerintahan dan   peningkatan kesadaran hukum masyarakat (budaya hukum)
- Masalah pemberdayaan birokrasi
B. KUHP-1946 yang berlaku saat ini bukanlah hukum pidana yang berasal dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai sosio-filosofis, sosio-politik dan sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat indonesia. dan juga KUHP-1946 yang pada awalnya dipandang sebagai induk dan sebagai wujud dari kodifikasi dan unifikasi, namun dalam perkembangannya, KUHP 1946 dianggap tidak lengkap atau tidak dapat menampung berbagai masalah  dan dimensi perkembangan bentuk-bentuk tindak pidana baru, yang tentu saja sejalan dengan perkembangan pemikiran dan aspirasi kebutuhan masyarakat.
Menurut Sudarto terdapat tiga alasan mengenai arti penting dalam pembaharuan hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan hukum pidana materiil (KUHP-1946) di indonesia yang meliputi alasan politik, sosiologis, dan praktis.
Dipandang dari sudut  politik, sudah waktunya bagi negara untuk mempunyai KUHP nasional sendiri sebagai identitas politik dari sebuah negara yang merdeka. sedangkan dipandang dari sudut sosiologis, pengaturan dalam hukum pidana merupakan pencerminan dari ideologi politik suatu bangsa dimana hukum itu berkembang. nilai-nilai sosial dan kebudayaan dari bangsa tersebut mendapat tempat dalam pengaturan di bidang hukum pidana. serta jika dipandang dari sudut praktis, mengingat teks resmi KUHP-1946 yang sekarang berlaku berbahasa Belanda, maka merupakan suatu keharusan untuk mengerti bahasa Belanda agar KUHP-1946 bisa diterapkan dengan tepat. kondisi ini, akan berpotensi menimbulkan kekeliruan dalam menafsirkan makna aturan dalam KUHP-1946.
Pada Selasa (2/01/2023), lahir Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP-2023. Makna pembaharuan dalam KUHP-2023 pada mulanya semata-mata diarahkan misi tunggal dekolonisasi dalam bentuk rekodifikasi, akhirnya dalam perjalanannya mengandung misi yang lebih luas, yang dalaam penjelasan KUHP-2023, yakni: misi dekolonisasi dan  rekodifikasi,  misi demokratisasi hukum pidana, misi konsolidasi hukum pidana.Â
C. Hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak faktor yang saling berkaitan dengan saling pengaruh mempengaruhi, sedemikian rupa sehingga apabila salah satu faktor tidak berfungsi, maka sebuah sistem hukum tidak berfungsi sebagaimana mestinya, atau apabila salah satu faktor saja berubah, maka semua faktor dari sistem hukum itu juga harus diubah agar sistem hukum itu tetap berfungsi. suatu sistem hukum terdiri dari:
- budaya hukum yang adaÂ
- falsafah dan asas-asas hukum; norma hukum, yang terdiri dari: UUD, UU, dan peraturan perundang-undangan lainnya, yurisprudensi tetap, hukum kebiasaan, hukum internasional
- lembaga-lembaga hukum dengan berbagai struktur dan organisasi
- proses dan prosedur hukum
- sagala sarana dan prasarana
- sumber daya manusia
- sistem peradilan hukum
- sistem rekrutmen
Berlandaskan apa yang telah disebutkan diatas, yang mana tujuannya ialah akan membangun suatu budaya hukum yang baru "ius constituendum"
Keterbatasan hukum dalam menjangkau problematika di masyarakat memunculkan sikap kritis masyarakat yang disampaikan dalam bentuk kritik terhadap peraturan perundang-undangan dari segi substansial yang menuntut pemerintah melakukan perubahan/perbaikan agar kaidah hukum tersebut dapat memberikan keadilan dan mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat, dan juga kritik terhadap substansi hukum sikap ini ditujukan kepada penegakan hukumnya (aplikasi norma). masyarakat menuntut adanya perubahan yang lebih baik dan dapat memberikan kepastian hukum.
Upaya pembaharuan hukum pidana nasional untuk mengatasi masalah sosial dewasa ini terus disuarakan oleh berbagai kalangan dengan melakukan re-evaluasi dan re-formulasi kebijakan hukum pidana yang bersumber pada KUHP, yang dirasa tidak mencerminkan keinginan atau kebutuhan masyarakat.