Mohon tunggu...
Susi Santi Silaban
Susi Santi Silaban Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Hukum, USU

Berkecanduanlah dalam berkarya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hilangnya Moral Subjek Hukum terhadap Kejahatan Korupsi sebagai Tindak Pidana Asal pada TPPU

5 Juni 2024   18:57 Diperbarui: 5 Juni 2024   19:32 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara tindak pidana tidak lepas dari suatu aturan atau perundang-undangan yang telah mengaturnya secara lebih khusus, apa yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana tentu jawabnya karena ada suatu larangan yang dilanggar yang pelakunya berupa subjek hukum, diantaranya ialah badan hukum, orang-perorangan, serta tanpa terkecuali korporasi di dalamnya.

Di negara Indonesia sendiri, suatu peraturan perundang-undangan itu dibentuk berdasarkan landasan filosofi Pancasila dan UUD 1945, yang memuat nilai-nilai agama, norma-norma hukum, norma sosial yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, ketertiban dunia serta memberikan, keadilan, kepastian dan kemanfaatan demi terwujudnya suatu kebahagiaan sebagaimana tujuan hukum positif kita, sehingga setiap individu diminta untuk mengetahui apa itu hukum (fiksi hukum), agar hukum tersebut benar-benar berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia (law as a tool of social control) dalam menjalankan kehidupannya, mengetahui mana yang baik, mana yang tidak boleh dilanggar, sehingga jika ada perilaku menyimpang, maka sudah tentu akan diberikan sanksi atau hukuman akibat perbuatannya. Oleh karena itu keberadaan hukum haruslah dirasakan masyarakat yang tujuannya mampu memberikan perlindungan terhadap setiap individu yang haknya dilanggar, bukan malah sebaliknya masyarakat takut dengan hukum, sebab jika hal ini terjadi maka akan memberikan peluang kepada yang berkuasa untuk tidak menolong orang yang lemah dan bahkan mengabaikannya ataupun mungkin bisa menjadi azas kemanfaatan apabila masyarakat tersebut berhadapan dengan hukum.

Perilaku menyimpang bukan hanya sering terjadi di perilaku masyarakat biasa saja, mengapa tidak? Sebab pada masyarakat biasa saja tersebut hanya mampu melakukan tindak pidana biasa, dalam arti tindak pidana ini dilakukan bisa terjadi akibat adanya lingkungan yang tidak baik, faktor tidak adanya pekerjaan atau pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya perhatian pemerintah terhadap penderitaan rakyat misal masyarakat tidak mampu (fakir miskin) yang mengharuskan mereka mengambil jalan alternatif yang salah dengan perbuatan seperti mencuri, sekalipun diketahui mencuri merupakan salah satu tindak pidana dan pastinya akan mendapatkan sanksi atau hukuman nantinya namun dapat dipertimbangkan kembali hak-hak konstitusionalnya.

Perbuatan tindak pidana mencuri di sini ialah dapat diartikan tidak seperti mencuri yang memberikan kerugian kepada banyak pihak, seperti salah satunya merugikan keuangan negara misalnya, namun berbeda dengan seorang pejabat negara (orang yang memiliki kekuasaan) atau seorang penegak hukum itu sendiri tidak menutup kemungkinan mereka melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan wewenangnya masing-masing dikarenakan dengan adanya suatu jabatan yang dimilikinya menjadikan suatu tindak pidana tersebut mudah dilaksanakan karena terdapat oknum-oknum atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ikut terlibat atau bekerja sama untuk melancarkan aksi kejinya.

Jika merujuk kepada suatu norma atau aturan siapapun yang tanpa terkecuali sangat ditegaskan untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung, kembali lagi kita lihat pada suatu peristiwa hukum yang tidak pernah habisnya terus-menerus terjadi, mari kita berpikir sejenak, apa yang menyebabkan tingkah laku manusia selalu bertentangan dengan aturan hukum yang ada, di satu sisi ada yang menyatakan bahwa karena ribetnya suatu aturan yang membuat manusia itu sendiri merasa terkekang sehingga manusia tidak bisa bebas dalam menjalani kehidupannya, serta di sisi lain kita lihat karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hukum kita ketahui sebab mengingat negara Indonesia ialah berdasarkan negara hukum jadi mau tidak mau setiap individu wajib dan taat akan hukum yang berlaku di Indonesia itu, di samping itu juga kita tidak dapat mengabaikan bahwasanya negara kita ini penuh orang-orang yang antikritik dan ingin menguasai sendiri artinya banyak yang memiliki jabatan namun tidak mengemban tugas dan tanggung jawabnya dengan amanah sehingga banyak berlomba-lomba memperebutkan suatu kekuasaan itulah salah satu ciri yang tidak bisa ditutupi oleh negeri ini.

Apa yang membuat kita semakin miris dengan perilaku-perilaku pejabat-pejabat kita selain bertentangan dengan moral, etika, serta hukum, sangat disayangkan para pejabat tertinggi sekalipun (Pemerintah) ada juga melakukan hal yang sama, lalu apa feedback bagi rakyat kecil, bagi masyarakat yang awam hukum, yang bahkan bagi masyarakat yang tidak pernah mendapat perhatian sekalipun dari pemerintah untuk mengakhiri penderitaan kehidupan masyarakat itu (ekonomi rendah kebawah) namun tidak sampai di situ, siapa yang tahu, siapa yang peduli untuk itu semua, semua para penguasa khususnya yang memiliki kewenangan menutup mata dan tidak memiliki rasa empati kepada kalangan di bawahnya, apa yang menyebabkan para penguasa menjadi serakah, hal ini sudah seperti pada zaman orde baru yang memang pernah kita dengar istilah “monarki” yang tujuannya ingin menguasai tanpa memikirkan dampak dari perbuatan menguasai tersebut.

Merujuk pada suatu tindak pidana yang tidak asing lagi mungkin kita dengar yaitu tindak pidana pencucian uang (TPPU), berbicara tindak pidana ini tidak semua masyarakat dapat melakukannya yang lebih besar kemungkinan adalah para pejabat negara ataupun yang memiliki kekuasaan atas jabatan yang mereka emban, tidak lain ialah suatu perusahaan baik milik BUMN, BUMD serta yang duduk di kursi pemerintahan tidak menutup kemungkinan untuk tidak melakukan tindak pidana ini, telah kita ketahui bahwa tindak pidana pencucian uang ini bukanlah suatu perbuatan yang dihasilkan tanpa adanya campur tangan perbuatan lainnya atau yang biasa disebut pidana asalnya, tppu ini merupakan tindak pidana khusus yang berdiri sendiri, Apa hal yang menarik dari tppu ini ialah karena menyangkut banyak tindak pidana asalnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yang tentunya setiap harta kekayaan yang diketahui atau yang patut diduga baik yang digunakan secara langsung atau tidak langsung yang awalnya telah berusaha untuk mencuci uang tersebut menjadi uang legal, di samping itu banyak hal menarik lainnya seperti yang kita ketahui dari beberapa unsur-unsur yang terdapat pada pasal 3, pasal 4,pasal 5 dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

Salah satu contoh yang dapat kita ketahui akhir-akhir ini sangat menjadi perhatian para praktisi hukum akibat perbuatan dari salah seorang pejabat negara yang telah berhasil melakukan tppu dari kejahatan korupsi sebagai tindak pidana asalnya yaitu pada kasus konkrit Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) bahwa korupsi yang dilakukan SYL bersifat “terstruktur dan masif” karena diduga tak hanya melibatkan anggaran kementerian semata, tetapi juga memeras bawahan-bawahannya agar mendanai kepentingan pribadinya. Hal ini diungkapkan oleh sejumlah saksi dalam sidang kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan, dengan terdakwa SYL mengaku ketika menjabat sebagai menteri SYL menggunakan anggaran kementerian serta uang patungan dari bawahannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya, termasuk membeli emas untuk kondangan, pembelian skincare, hingga membayar biduan dangdut untuk hiburan. Sehingga timbul pertanyaan bagaimanalah perasaan bawahannya yang tahu secara terang-terangan korupsi itu, pasti tertekan lah tentunya  karena harus turut menyembunyikan bukti dan bungkam terlebih lagi yang lebih tidak etis kedengarannya mengenai penggantian uang atau reimburse untuk acara ulang tahun cucu SYL, Sebagaimana hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga SYL menerima uang sebesar Rp44,5 miliar hasil memeras bawahan-bawahannya dan direktorat di Kementan yang kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Sekalipun SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Namun saya berasumsi bahwasannya ini ada keterkaitan TPPU didalamnya, mengapa demikian hal yang paling mengarah ke tppu ialah dengan adanya suatu Rekening Bank berupa kartu kredit, sebab dalam pembayaran tagihan kartu kredit tidak dianggarkan dalam dana operasional Menteri, sehingga disinilah SYL menyalahgunakan DOM (Dana Operasi Menteri) melalui ditekankan bawahannya untuk membayarkan tagihan kartu kredit yang selama ini penggunaan kartu kredit itu untuk membahagiakan keluarganya dengan hidup berkelimpahan harta, dari sinilah dapat di ketahui bahwasannya  unsur-unsur tppu yang berasal dari tindak pidana asalnya korupsi tersebut telah terpenuhi.

Sangat miris negeri ini jika seorang pejabat punya moral yang seperti ini yang masih dalam kategori moral yang tanggung-tanggung, (saya istilahkan dengan bahasa kesal tanggung ke surga tanggung ke neraka) inilah satu contoh yang sangat jelas tadi bahwa dalam benaknya mencuri milik orang lain/negara (korupsi) serasa dipandang hal yang lumrah menurut beliau mungkin iya, jika kita perhatikan nominal yang telah digunakan selama menjabat dalam empat tahun masa jabatannya apakah pantas seorang pejabat negara yang harusnya memberikan contoh, panutan, untuk menjadi wakil kepada masyarakat untuk memberikan saluran bantuan terkhususnya beliau di menteri pertanian artinya seharusnya dengan melihat tanpa adanya petani kekayaan negara ini tidaklah menjadi apa-apa lalu apa yang beliau perlihatkan kepada khalayak umum suatu kehidupan yang sangat mewah yang sangat tidak layak atau pantas untuk dinilai baik, terpuji, terhormat itulah pentingnya memilih sosok seorang pejabat negara itu harus dinilai dari moral, etika, ketakwaan imannya, berintegritas dan yang paling penting tanggungjawabnya

Lalu apa yang menjadi persoalan saat ini, kita tahu bahwa sebelum kasus Mentan SYL ini  menteri-menteri lainnya juga pernah melakukan suatu tindak pidana yang sama, namun sudah bagaimana penerapan hukum kita di Indonesia ini, sudah bagaimana kepatuhan hukumnya, serta upaya apa yang sudah dilakukan para penegak hukum untuk memberantas hal-hal demikian, berbagai peneliti, serta berbagai praktisi hukum telah berupaya memberikan berbagai perspektif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, namun tidak sampai di situ, sebab jika hanya memberikan suatu jawaban namun tidak melaksanakannya, serta pelaksanaannya tidak konsisten dilakukan oleh penegak hukum itu sendiri tentunya tidak membuahkan hasil seperti yang dicita-citakan masyarakat saat ini, sebab tidak memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana yang tidak berakhlak, berhati nurani tersebut, inilah salah satu kelemahan kita di negara Indonesia ini sistem pengawasan penegak hukumnya itu tidak bisa benar-benar terlihat dan dirasakan oleh masyarakat. Jika kita lihat bahwasannya regulasi undang-undangnya sudah sangat bagus namun penegak hukumnya bagaimana covernya ini, Mengapa sampai sekarang ini terus-menerus terjadi, apakah para penegak hukumnya memiliki kendala-kendala dalam memberantas tindak pidana ini karena pelakunya merupakan orang yang punya kekuasaan, atau justru ada yang menjadi partnernya, mitranya dalam memuluskan suatu tindak pidana tersebut, apapun yang menjadi persoalannya, hanya satu pesan moral dari penulis ialah jadilah penegak hukum yang takut akan Tuhan, ingatlah akan sumpahmu kepada Tuhanmu saat awal mengemban jabatan yang akan dilaksanakan untuk kesejahteraan banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun