Mohon tunggu...
Susi Santi Silaban
Susi Santi Silaban Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Hukum, USU

Berkecanduanlah dalam berkarya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembuktian Pidana Asal, Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian Online

1 Juni 2024   16:17 Diperbarui: 5 Juni 2024   19:45 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup terbuka menjadi sasaran pencucian uang, karena di Indonesia terdapat faktor-faktor potensial sebagai daya tarik bagi pelaku money laundering, gabungan antara kelemahan sistem sosial dan celah-celah hukum dalam sistem keuangan antara lain sistem devisa bebas, tidak diusutnya asal-usul yang ditanamkan dan berkembangnya pasar modal, pedagang valuta asing dan jaringan perbankan yang telah meluas keluar negeri.

Praktik pencucian uang bisa dilakukan oleh seseorang tanpa harus berpergian ke luar negeri. Hal ini dipermudah dengan kemajuan teknologi internet dimana pembayaran melalui bank secara elektronik dapat dilakukan dan pelaku dapat mendepositokan uang kotor kepada suatu bank tanpa mencantumkan identitasnya Praktek pencucian uang, merupakan kejahatan di dunia perbankan yang sangat merugikan.

 Pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi dapat berdampak negatif bagi perekonomian dunia, misalnya, dampak negatif terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dan dana yang banyak digunakan untuk kegiatan tidak sah dan menyebabkan pemanfaatan dana kurang optimal, sehingga merugikan masyarakat. 

Hal tersebut terjadi karena uang hasil tindak pidana di investasikan di negara yang dirasa aman untuk mencuci uangnya. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik ke negara yang perekonomiannya kurang baik. Pencucian uang dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada perekonomian nasional dan internasional. selain itu juga mengakibatkan fluktuasi yang tajam pada nilai tukar suku bunga, dengan berbagai dampak negatif tersebut diyakini pencucian uang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.

Dalam perkara tindak pidana perjudian online terkait dengan harta atau aset hasil perjudian online dikenal tindak pidana pencucian uang (Tppu). Perkara TPPU selain mengancam stabilitas dan integritas perekonomian sistem keuangan negara , serta membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara indonesia. Dalam perkembangannya, perkara TPPU semakin meluas dan kompleks ke berbagai sektor.  

Pencucian uang adalah tindak pidana ikutan (underlying crime) dari tindak piana asalnya (predicate crime). pidana asal tersebut akan menjadi dasar apakah suatu transaksi dapat dijerat dengan undang-undang anti pencucian uang. jika suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana, maka uang hasil kegiatan tersebut akan dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang.

Tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, tidak hanya melalui sistem keuangan, investasi langsung, tetapi juga disembunyikan dalam bentuk harta benda seperti properti, kendaraan, perhiasan dan lain sebagainya. 

Untuk itulah kemudian pandangan atas penegakan hukum sedikit demi sedikit berubah, diawali dengan penegakan hukum atas tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana, dimana pelaku akan menjadi objek bagi penegakan hukum yang dilakukan. Saat ini penegakan hukum dilakukan pula dengan melakukan kriminalisasi atas penggunaan maupun pemanfaatan dana atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana.

Tindak pidana pencucian uang sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi merupakan kejahatan ganda. Tindak pidana pencucian uang tidak berdiri sendiri karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer atau dialihkan dengan cara integrasi itu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada tindak pidana yang mendahuluinya (predicate crime). 

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disingkat UU PPTPPU) sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) salah satu tindak pidana asal tindak pidana pencucian uang adalah tindak pidana perjudian online serta dalam rangka memenuhi kepentingan nasional dan penyesuaian dengan standar internasional diharapkan menjadi landasan hukum untuk menjamin kepastian hukum, efektifitas penegakan hukum dan penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. 

Penetapan pencucian uang sebagai tindak pidana akan mempermudah penegak hukum dalam bertindak, misalnya, menyita hasil tindak pidana yang susah dilacak atau sudah dipindah tangankan kepada pihak ketiga. Dengan cara ini pelarian uang hasil tindak pidana dapat dicegah.

Pada mulanya, tindak pidana pencucian uang (money laundering) didominasi oleh uang atau aset yang berasal dari kegiatan perjudian online. Oleh karenanya, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk bersama-sama dengan anggota masyarakat dunia lainnya secara aktif mengambil bagian dalam upaya memberantas peredaran gelap perjudian online dan psikotropika.

Uang yang dihasilkan tersebut biasanya akan disembuyikan ataupun disamarkan keberadaanya agar tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal, sehingga perjudian online juga dapat dijadikan sebagai tindak pidana asal bagi pelaku tindak pidana pencucian uang.

Disamping itu adanya ketentuan bahwa TPPU merupakan kejahatan yang berdiri sendiri pun dalam prakteknya belum dapat diterapkan secara murni.  selain itu, penerapan pembuktian terbalik oleh terdakwa pun sangat dimungkinkan justru merugikan proses penuntutan, mengingat pelaku sangat memungkinkan untuk menunjukkan sumber perolehan kekayaannya yang tidak wajar berasal dari bisnis, padahal merupakan hasil rekayasa dengan bantuan gatekeepers. 

Dalam perkara TPPU, aparat penegak hukum harus membuktikan darimana harta dan atau aset berasal dari suatu tindak pidana asal atas harta dan atau aset yang menghasilkan harta dan atau aset.

Bagaimana penguatan pembuktian tindak pidana pencucian uang apabila dikaitkan dengan pembuktian unsur tindak pidana asalnya (predicat crime)?

Saat suatu tindak pidana dapat dideteksi, tantangan utama penegak hukum adalah aspek pembuktian. Pembuktian menjadi titik kunci untuk mendapatkan keyakinan adanya suatu tindak pidana dengan pelakunya dan agar penegakkan hukum tidak melanggar hak asasi seseorang. 

Pada kejahatan white collar, tantangan tersebut menjadi lebih besar disebabkan karena pelaku selalu berusaha menjauhkan bukti-bukti yang dapat menjeratnya. Kondisi ini tentu saja menjadikan penegak hukum mengalami kendala dalam mendapatkan alat bukti yang mengarah langsung kepada pelaku.

Menghadapi kondisi tersebut, upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan berkembang tidak hanya mengejar dan menghukum pelaku, namun juga melengkapi dengan: (1) menelusuri aliran uang (follow the money) hasil kejahatan yang "disembunyikan" melalui Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU); (2) berusaha memperluas jangkauan deteksi suatu tindak pidana dan pengungkapan pelaku penerima manfaat; (3) memberikan terobosan dalam aspek pembuktian; dan (4) memutus mata rantai kejahatan dengan merampas harta kekayaan hasil kejahatan.

Dalam suatu kejahatan keuangan, termasuk perjudian online, uang atau harta kekayaan, dapat merupakan tujuan utama seseorang melakukan kejahatan. Uang atau harta kekayaan hasil kejahatan juga merupakan darah yang menghidupi suatu organisasi kejahatan (bloods of the crime). Di Indonesia, TPPU telah dikriminalisasi sejak tahun 2002, yakni sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tanggal 17 April 2002. Undang-Undang ini sempat dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tanggal 13 Oktober 2003, dan saat ini telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU) tanggal 22 Oktober 2010.

Selain mengkriminalisasi secara khusus perbuatan mengaburkan asal-usul harta kekayaan hasil kejahatan, pendekatan follow the money juga dilengkapi dengan skema pendeteksian yang melibatkan industri keuangan serta didukung dengan berbagai terobosan hukum yang berusaha mengatasi kelemahan dalam penegakkan hukum konvensional.

Di antara terobosan hukum berkaitan dengan aspek pembuktian, yakni dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan terhadap TPPU, tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (Pasal 69 UU PPTPPU). Ketentuan ini dapat diartikan bahwa TPPU merupakan kejahatan yang berdiri sendiri, yang berlakunya tidak tergantung dari ketentuan tindak pidana lain.

Menurut R. Wiyono, yang dimaksudkan dengan "tidak wajib dibuktikan" adalah tidak wajib dibuktikan dengan adanya putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan TPPU, tidak perlu ada putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana asal.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 perbuatan-perbuatan yang dapat dijatuhi hukuman pidana dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 TPPU, mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Pertama, Unsur subjektif, yaitu pelaku sebagai subjek hukum orang atau organisasi (badan hukum). 

Unsur subjektif ini berkaitan dengan unsur kesalahanya itu sengaja (opzet) dan/atau kelalaian (culpa). Bentuk kesalahan yang dirumuskan dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 khususnya terdapat dalam kata-kata "Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana", maka dapat dipastikan sebagian untuk kesengajaan, sebagian untuk kealpaan. konsekuensi logisnya, pasal tersebut tidak hanya mensyaratkan kesengajaan tetapi juga kealpaan yang di alternatifkan dengan kesengajaan. 

Dalam konteks teori penyebutan culpa yaitu culpa yang sesungguhnya dan culpa yang tidak sesungguhnya. Culpa sesungguhnya berarti akibat yang dilarang itu timbul karena kealpaannya, sedangkan culpa tidak sesungguhnya berarti melakukan suatu perbuatan berupa kesengajaan namun salah satunya diculpakan Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU PPTPPU, harta kekayaan yang disembunyikan asal-usulnya dapat berasal dari hasil kejahatan korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Kedua, Unsur objektif, yaitu: a). perbuatan (transaksi keuangan atau finansial) dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal); b). merupakan hasil tindak pidana yakni "menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya" merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) adalah kegiatan atau perbuatan selain dari kegiatan atau perbuatan yang berupa penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan penukaran.

Selain unsur perbuatan, yang perlu dibuktikan dalam TPPU sesuai dengan ketentuan Pasal 3,4,5 adalah unsur "setiap orang", unsur "diketahui" atau "patut diduganya" serta unsur "merupakan hasil tindak pidana." Berdasarkan hal tersebut, adanya suatu tindak pidana bukan merupakan unsur dari TPPU yang perlu dibuktikan.

Melengkapi pembuktian TPPU, terdapat ketentuan pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyatakan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Pembuktian terbalik tersebut dalam hal ini diperintahkan oleh hakim. 

Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dilakukan pendalaman lebih lanjut mengenai karakteristik TPPU sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri berdasarkan praktek putusan pengadilan dan kajian akademisi. Menjadi pertanyaan kita semua, mengenai bagaimana alat bukti yang digunakan dalam perkara TPPU yang menjadikannya sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri, sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi berkaitan dengan penguatan alat bukti perkara TPPU khususnya yang berasal dari tindak pidana perjudian online.

  • Melalui Pembuktian Terbalik 

Dalam ketentuan sistem pembalikan beban pembuktian Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam sistem pembalikan beban pembuktian ini beban pembuktian berada ditangan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa. 

Dalam hal pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian uang tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal (predicate crime), karena tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 sementara itu, bila ditilik secara intens, detail dan rinci, ketentuan pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menganut adanya dua sistem pembuktian yaitu "sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang" dan "system negative" sebagaimana ketentuan KUHAP. 

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, pengertian "pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang", yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. 

Kata-kata "bersifat terbatas" dimaksudkan bahwa apabila terdakwa secara yakin dapat membuktikan bahwa dakwaan yang ditujukan kepadanya tidak terbukti atau tidak benar, hal ini bukan berarti terdakwa tidak melakukan tindak pidana sesuai dengan apa yang didakwakan oleh JPU. Sebab JPU, masih tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya, diwajibkan untuk melakukan pembuktian bahwa ia tidak bersalah namun hanya terbatas pada asal usul harta kekayaan yang dicurigai merupakan hasildari tindak pidana.

Secara sosiologis bahwa keadaan di Indonesia saat ini dari apa yang dikemukakan sebelumnya telah berada dalam transisi pembenahan permasalahan TPPU dengan berbagai kejahatan asal. Kebutuhan hukum serta kondisi faktual saat ini adalah konsep baru dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 dengan penguatan sistem beban pembuktian terbalik dalam penyelesaian TPPU 

Beban pembuktian terbalik secara berimbang yang menjadi muatan utama di Indonesia merupakan salah satu jalan terbaik mengikis pergesekan pertentangan. Menurut Oliver Stolpe, dalam beban pembuktian terbalik keseimbangan kemungkinan (Balanced Probability of Principles). 

Pelaksanaan beban pembuktian terbalik telah memiliki kepentingan mendesak untuk segera diimplementasikan dalam sebuh praktik TPPU. Sekaligus menjawab atas permasalahn mengakar dalam kejahatran asal TPPU yang tidak kunjung menempati titik terbaik dalam sejarah bangsa 

Di dalam peraturan hukum di Indonesia kita dapat melihat dengan jelas hubungan anatara Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Perjudian online di dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana dalam pasal tersebut tertera sebagai berikut:

Tindak pidana pencucian uang mengenal nomenklatur sebagai tindak pidana lanjutan (predicate crime), atau dengan istilah kejahatan asal. Hasil tindak pidana dimaksudkan adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana yang tertera dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. 

Dalam isi pasal 2 ayat (1) terlihat jelas bahwa Perjudian online merupakan sebagai salah satu tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian. Harta kekayaan yang cukup besar yang didapat dari kejahatan-kejahatan perjudian online, biasanya tidak langsung digunakan oleh pelaku (organized crime) karena adanya rasa takut maupun terindikasi sebagai kegiatan pencucian uang  disamping itu Perjudian online ini juga dijalankan melalui jaringan internet untuk menghubungkan antar oknum dalam melakukan permainan (computer-related betting) dengan skala yang luas dan tentunya menjanjikan keuntungan yang besar, sehingga  perjudian online ini terus berkembang dan sangat sulit untuk diberantas, belum lagi  karena ada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang memback up dibelakang secara terus-menerus yang membuat  sulit terendus oleh hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun