Pernahkah terbanyang dalam pikiran kita jika barang-barang yang kita kosumsi dapat membayangkan kesehatan baik fisik maupun mental? Pernahkah kita berfikir bagaimana jika makanan yang kita beli mengandung racun? Bagaimana jika obat pelansing yang kita minum adalah obat yang berbahaya? Atau rumah yang kita huni tiba-tiba roboh? Atau kendaraan umum yang biasa kita gunakan tiba-tiba sopirnya mabuk, ugal-ugalan dan lalu menabrak serta menewaskan banyak orang?
Kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai saudara kita atau tetangga kita yang keracunan makanan. Dari layar TV maupun berita media massa kita juga sering menyaksikan anggota masyarakat mendapat masalah dari barang yang dikosumsinya. Satu contoh dalam istilah kesehatan kita mengenal “mall praktek”. Dan masih banyak lagi contoh di masyarakat tentang konsumen yang dirugikan oleh peredaran barang dan jasa? Jika itu menimpa kita, apa yang akan kita lakukan?
Negara berkewajiban melindungi masyarakat (baca : konsumen) dari peredaran barang dan jasa yang merugikan kesehatan dan bahkan mengancam jiwa. Upaya perlindungan konsumen dilakukan oleh Negara seiring dengan globalisasi ekonomi yang saat ini membawa kita masuk dalam keterbukaan pasar nasional maupun internasional. Sistem perdagangan kini tidak lagi mengenal pasar yang dahulu kita kenal yakni suatu tempat bertemunya pedagang dan pembeli. Kini kita mengenal pasar yang dapat menembus ruang batas dan waktu yakni pasar online.
Di satu sisi untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, Pemerintah Indonesia harus menjamin suasana kondusif bagi tumbuh kembang dunia usaha namun di sisi lain Pemerintah juga harus berdiri tegak dalam memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen. Pada ranah ini, kita patut mengapresiasi upaya Pemerintah dalam melakukan upaya perlindungan konsumen dengan terbitnya UU No 8 Tahun 1999. Political will Pemerintah tersebut juga terlihat dengan adanya political action dari setiap upaya yang dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). BPKN seperti kita ketahui dibentuk berdasarkan amanat UU No 8 tahun 1999 tersebut.
Berdasarkan data BPKN, pada tahun 2010 tercatat 197 pengaduan yang didominasi masalah keluhan masyarakat terhadap layanan per-bankan. Pada tahun 2011 jumlah pengaduan meningkat menjadi 240 aduan. Pada tahun 2012, tercatat ada 352 aduandan pada tahun 2013 (sampai bulan Mei) terdapat 126 aduan.
Jika melihat jumlah aduan tersebut, tentu masih belum sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 250 juta jiwa. Nah, bagi kita warga Negara yang juga secara otomatis merupakan konsumen Indonesia jika menghadapi keluhan atau masalah terhadap barang/jasa yang kita kosumsi maka segera laporkan. Caranya mudah, Pemerintah kini telah menyediakan layanan call center 153. Layanan ini dibuka mulai pukul 09.00-22.00.
Foto : http://www.bisnis.com/m/perlindungan-konsumen-dpr-setujui-23-calon-anggota-bpkn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H