Mohon tunggu...
Suselo Suluhito
Suselo Suluhito Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money

KETAHANAN PANGAN KURBAN ALA MANAJEMEN PAK TANI

14 Oktober 2012   14:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:51 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, seorang mantan wartawan turun ke sawah di Jawa Tengah. Seperti biasa, dia ingin meliput penderitaan petani akibat musim kemarau yang terlampau panjang. Liputan menyedihkan seperti ini lebih bisa menjual. Apalagi oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan Pak SBY, berita seperti ini bisa didramatisir menjadi kegagalan pemerintah mengelola pangan.

Rupanya mantan wartawan tersebut agak sial. Petani-petani di desa yang ia liput, walaupun dianggap miskin oleh pemerintah, ternyata mereka hidup sejahtera. Paceklik panen padi karena kemarau panjang tahun ini memang membuat produksi padi turun. Tapi petani di desa tersebut tidak menderita. Mereka masih punya banyak stok beras di gudang.

Darimana beras itu berasal padahal sekarang produksi panen turun? Rupanya petani tersebut tidak menjual seluruh panennya ke tengkulak. Mereka sengaja menyisihkan sebagian padinya untuk persedian pangan bulan-bulan berikutnya. Jadi, para petani itu tidak perlu membeli beras lagi yang lebih mahal dari pedagang, mereka sudah punya persedian sendiri. Luar biasa, mereka paham tentang manajemen. Yang menakjubkan adalah, mereka juga menyisihkan berasnya untuk kejadian luar biasa, yaitu kemarau panjang ataupun hujan prematur. Ini hebat, para petani tersebut mengasuransikan sawahnya tanpa harus ikut perusahaan asuransi(bahkan asuransipun mereka belum tentu paham).

Manajemen tani seperti ini sudah sangat bagus. Petani yang tidak lulus SD pun ternyata bisa lebih pintar dari mahasiswa. Manajemen mahasiswa banyak yang masih buruk. Hedon di awal tapi menderita di akhir bulan. Kalaupun ada yang dari awal sampai akhir bulan pengeluarannya bisa stabil, saat dihantam kejadian tak terduga, biasanya keuangan mahasiswa itu langsung kolaps. Kalah sama pak tani yang bisa membuat asuransi mandiri.

Saya jadi ingat tentang panen lagi. Tapi kali ini bukan tentang panen beras. Melainkan panen daging!

Indonesia adalah penduduk dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Pada saat Idul Adha, banyak orang yang tiba-tiba dermawan. Membeli hewan kurban dan membagikan daging hasil sembelihanya ke orang lain. Bayangkan jumlah penduduk kelas menengah yang sudah mencapai 136 juta ini menyembelih kambing atau domba semua, ditambah dengan kelas atas yang menyembelih sapi, jumlah daging di negara ini melimpah ruah. Dan ingat, itu dilakukan saat Idul Adha, yang mana itu semua terjadi dalam waktu SATU HARI!

Daging kurban mempunyai daya tahan hanya 3 hari. Bahkan bisa lebih cepat. Masyarakat makan daging selama 3 hari berturut. Produksi lemak dan kolesterol dalam tubuh manusia meningkat tajam. Harga daging di pasar pun juga murah mendadak dalam 3 hari itu. Sayangnya, itu hanya terjadi satu kali dalam satu tahun.

Bisakah manajemen daging kurban diatur seperti panen padi? Adakah lembaga yang mengatur stok daging seperti bulog yang mengatur persedian makanan pokok? Jawabanya tidak bisa dan tidak ada lembaganya. Daging itu cepat membusuk, sedangkan beras tidak. Tapi itu dulu. Sekarang manajemen seperti itu bisa dilakukan.

Di Indonesia, sudah ada banyak lembaga amal yang melakukan manajemen kurban. Lembaga ini punya banyak kelebihan dibandingkan menyembelih oleh panitia masjid lokal. Kelebihannya adalah:
Lebih efisien. Lembaga amal mengumpulkan uang dari berbagai tempat, kemudian membeli hewan kurban ke pusat perternakannya. Ini mengntungkan pihak donatur maupun peternak. Donatur membeli hewan dengan harga yang lebih murah, di kota besar harga hewan kurban mencapai 2 kali lipatnya. Sedangkan pihak peternak tidak perlu repot keluar ongkos transport mengirim hewan kurbannya ke kota-kota besar. Ini juga bisa menghemat BBM.
Kualitas hewan kurban terjamin. Lembaga amal tentu memilih hewan yang kualitasnya terbaik karena membeli hewan dari peternak, bukan dari pengembala. Dengan harga yang sama, daging kurban dari pengembala rata-rata menghasilkan 15 kg. Sedangkan dari peternak bisa mencapai 2 kali lipatnya, yaitu 30 kg.
Distribusi yang tepat sasaran. Lembaga amal akan membagikan daging hasil sembelihan ke daerah-daerah yang sedang tertimpa bencana atau ke pemukiman miskin. Beda dengan panitia lokal yang membagikan ke warga miskin sekitarnya, mungkin warga tersebut juga mendapat daging dari panitia lokal lain.
Pengelolaan lembaga amal tersebut sudah ada yang "maju" dan "sangat maju sekali". Lembaga amal yang sudah "maju", akan menyembelih massal hewan kurban di peternakan dan dikirim langsung ke daerah yang mengalami musibah atau ke pemukiman miskin. Lembaga yang sudah "sangat maju sekali", akan mengolahnya kembali dan mengemas dagingnya hingga bisa bertahan lebih lama dari biasanya.

Lembaga yang "sangat maju sekali" ini sudah mirip dengan manajemen petani diatas. Lembaga ini membuat kontrak dengan peternak. Kambing dipelihara khusus selama setahun penuh secara khusus oleh peternak. Saat Idul Adha, hewan-hewan tersebut disembelih dan diberikan ke pabrik yang nantinya akan menjadi daging kemasan, biasanya kornet.

Manajemen kurban ala pak tani inilah yang ideal. Daging kurban bisa dibagikan kapan saja tanpa terbatas waktu busuk 3 hari. Bahkan katanya kornet ini juga bisa awet selama bertahun-tahun tanpa bahan pengawet. Daerah yang mengalami bencana alam bulan Febuari, penduduk yang kekurangan pangan bulan Juli, petani yang mengalami paceklik bulan September, dan wilayah yang mengalami perang juga semuanya bisa menikmati daging kurban yang disembelih akhir Oktober ini. Salah satu lembaga tersebut bahkan pernah mengirim kornet tersebut ke daerah Uthopia dan Palestina.

Manajemen yang seperti ini juga bisa menguatkan ketahanan pangan negara. Distribusi sebagai fungsi waktu dan lokasi ini bisa menstabilkan harga daging, mengurangi impor sapi, dan meningkatkan kualitas kesehatan penerima donor, sehingga tidak melulu menerima bantuan mi instan dan beras. Sayangnya, lembaga amal tersebut, walaupun sudah menyebar di berbagai kota, skalanya masih sangat kecil sekali dibandingkan dengan skala negara.

Untuk saat ini, memasyarakatkan manajemen kurban ala pak tani ini sangat sulit. Banyak yang bilang, kurban kalau tidak dilihat langsung penyembelihanya itu tidak afdol, ada yang bilang ga terasa Idul Adha kalau di jalanan tidak bau kambing, ada yang ingin dianggap dermawan dengan menyembelih hewan kurban di kampungnya, bahkan ada juga yang menganggap menyembelih di tempat lain itu tidak sah.

Betapa kuatnya ketahanan pangan negara ini jika pemerintah membuat "bulog" versi daging. Lembaga amal yang dibantu pemerintah, pasti akan mudah sekali memperkenalkan manajemen daging kurban ini ke masyarakat. Kalau manajemen ini berhasil diimplementasikan dalam skala nasional, negara kita akan menjadi negara yang mempunyai ketahanan daging terkuat di dunia, karena punya 160 juta penduduk menengah dan keatas memanen daging kurban tiap tahun. Semoga, setidaknya 5 tahun lagi, rakyat Indonesia menerima manajemen kurban ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun