Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ndeso

20 Juli 2012   01:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:46 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kabar burung, tentangbagaimana acara talk show “Bukan Empat Mata” lahir.Kisah ini saya dengar dari “orang dalam” yang layak dipercaya, sekian tahun lalu.Ia menceritakan bagaimana Tukul Arwana, yang saat ini sangat sukses menjadi hostacara itu, pertama kali dipilih oleh sang produser.Karena behind the scenes, tentunya ia tidak pernah muncul di layar kaca anda.

Konon saat itu, stasiun TV Trans 7 sedang merancang acara talk show, yang bersifat serius tapi santai.Mereka sedang memikirkan bagaimana sebuah acara yang menyasar kaum menengah ke atas, membicarakan masalah-masalah yang sedang in, tapi disajikan dengan nada humor yang tinggi.Semua konsep sudah matang dikemas; tibalah saatnya tahap pemilihan siapa yang akan menjadi host acara itu.

Beberapa nama disodorkan.Mereka adalah tokoh-tokoh politik, sosial, olahraga, seni, yang mempunyai tingkat intelektual dan pendidikan yang tinggi.Beberapa calon diantaranya bergelar S3.Yang lain adalah mereka yang sudah punya nama dalam acara serupa, sementara disebut jugakomedian yang bergelar sarjana.

Tapi, salah seorang anggotateam creative, secara mengejutkan, menyodorkannama Tukul Arwana.Saat itu, pelawak yang bernama asli Riyanto tadi masih tergolong berada di kelas menengah kebawah.Dia belum apa-apa.Namanya jauh di bawah Komeng, Eko Patrio, Mandra, Warkop atau Parto.Tidak hanya itu, Tukul dikenal exist hanya karena “menjual” keblo’on-an dan ke-ndeso-annya.Entah, apakah Tukul memang pura-pura atau bodoh dan ndesobetulan.Pelawak asal Semarang tadi sebenarnya memang totally out of spec.Dia kalah jauh dibanding kandidat lainnya.

Tetapi apa yang terjadi?Entah melalui proses bagaimana, akhirnya Tukul, yang semula tidak diunggulkan itu, terpilih menjadi pembawa acara.Bukan hanya itu, Tukul malah kemudian melejit sukses membawakan talk show itu.Tujuh tahun sudah Tukul bertengger di acara “Bukan Empat Mata”. Tetap dengan rating yang tinggi.Tetap dengan kekhasannya, yaitu : blo’on dan katrok.

Fenomena pemihakan masyarakat terhadap “tokoh” yang semula tidak diunggulkan, disebut sebagai “underdog effect”.Saat ini,ia menjadi fenomena yang sering muncul, baik lokal maupun global.Kitab Suci mengisahkan pemihakan orang kepada David ketika melawan Goliath.Ketika Goliath, sang raksasa yang mempunyai segalanya untuk bertanding dan memenangkan pertarungan,publik langsung memihak David. Pemuda bertubuh kecil, tanpa pengalaman berantem, tampan dan tak berotot tadi langsung menyita simpati pembaca.Dan memang terbukti, David akhirnya memenangkan pertarungan, dengan ketapelnya.

Kisah lain yang menjadi legenda film kartun adalah “Tom and Jerry”.Ia juga mengandung sisi-sisi underdog effect.Jerry yang sebetulnya nakal dan sering mencuri makanan si tuan rumah, justru menarik belas kasihan penonton.Dia selalu dibela dalam hati, dan mendapat tepuk tangan anak-anak ketika memenangkan pertarungan melawan Jerry.Padahal Jerry sering berlaku licik.Entah mengapa, produser film itu menggubah cerita “Tom and Jerry” bernada seperti itu.Seolah-olah Jerry harus disetel sebagai underdog, dus harus mendapat simpati.

Istilah Underdog sendiri lahir dari cerita 2 anjing yang bertarung head to head. Anjing yang lebih kecil, lemah, tak berdaya, diperkirakan akan kalah melawan anjing yang lebih besar dan kuat.Dia disebut under dog.Sementara musuhnya disebut top dog.Herannya, penonton selalu memihak si lemah.Tanpa melihat benar dan salah. Lebih mengherankan lagi, sering terjadi surprise, karena akhirnya underdog yang menang.

Orang selalu membela pengendara motor jika terjadi serempetan dengan metromini.Penyeberang jalan selalu dibenarkan bila ditabrak kendaraan bermotor, meskipun dia berjalan di luar zebra cross atau di bawah jembatan penyeberangan.Sementara sopir metromini dianggap lebih benar bila menyenggol sedan mengkilat.Semuanya terlepas dari siapa yang salah dan ugal-ugalan.

Sampai sekarang, orang belum mengerti mengapa underdog effectterjadi.Mengapa masyarakat cenderung memihak “petarung” yang lebih bodoh, lebih kampungan, lebih lemah, lebih kecil kemungkinan untuk menang?Frederick William Nietzsche (1844-1990), filosof, pujangga dan philologist Jerman mengenalkan penyebab underdog effect. Dia memperkirakan adanyafenomena Schadenfreude.Ia timbul karena orang cenderung lebih menyukai ketidakberuntungan orang lain.Getting pleasure from the misfortune of others.

Penyebab lain mengapa underdog effect muncul adalah kebosanan dan kemuakan akan establishment dan dominasi “orang kuat”.Orang cenderung menolak arogansi dan pencitraan yang biasanya nirprestasi.Penampilan yang keren, dagu keatas, otoriter, pemarah dan pandangan mata meremehkan justru membuat masyarakat cenderung berbalik arah dan memihak lawannya.Underdogbiasanya menampilkan perilaku apa adanya, tulus, jujur, tak takut kalah dan tanpa beban.Dia tidak mementingkan penampilan dan egaliter terhadap konstituen yang dihadapinya.Apa pun yang diberbuat, underdog selalu mendapat simpati.

Underdog effectsering melahirkan multiplier effect dalam bentuk media darling.Masyarakat yang diwakili media, apakah cetak atau on line, yang non-partisan, lebih mencintai sang underdog.Mereka sering dielu-elukan tanpa sebab yang jelas.Rasionalitas kadang-kadang dipinggirkan. Dengan gratis mereka mempublikasikannya, memuji kehebatannya dan menutupi kekurangannya. Itulah sebabnya mengapa banyak anomali lahir, ketika sang underdog kemudian menaklukkan si top dog.

Ego dalam diri manusia sering menguasai perasaan banyak orang.Ia juga membantu melahirkan keinginanagar dianggap underdog. Sehebat apapun anda, rasanya belum cukup juga untuk terus meraih kesuksesan selanjutnya. Masih menginginkan agar sebanyak mungkin orangbersikap lebih baik dan terus lebih baik.Persis seperti yang dikatakan artis terkenal dari Inggris, Kate Beckinsale (1973).Everybody likes the underdog, because everybody feels like the underdog.No matter how successful you are, you always think, no one’s being nice enoughto me.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun