Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rektor

21 Mei 2012   00:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:02 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenang kebesaran Prof.  Iskandar sebagai Rektor, perasaan saya terusik, ketika baru-baru ini mendengar kejadian sebaliknya.  Seorang Rektor dari Universitas terbesar dan tertua di Indonesia, telah melarang suatu diskusi mengenai sebuah buku yang dikarang oleh seorang perempuan.  Alasan yang dikemukakan adalah "demi keamanan dan kebaikan bersama".  Universitas tadi diancam oleh sekelompok orang.  Universitas akan diserbu oleh masa dari suatu kelompok tertentu bila diskusi tetap diselenggarakan.  Kali ini Rektor tadi surut.  Hatinya berpihak kepada tirani yang sedang berkuasa.  Kebenaran akademis dikesampingkan, entah kemana.

Beberapa hari kemudian, Seorang Rektor lain dari Universitas Negeri dari kota yang berdekatan, juga melarang diskusi dan pemutaran film berjudul "Sanubari Jakarta".  Alasan yang dikemukakan juga serupa.  Pihak Rektorat menerima ancaman dari kelompok masa tertentu untuk menyerang dan membubarkan acara, bila tetap dilangsungkan.  Lagi-lagi Universitas, sebagai lembaga pendidikan tinggi, tidak mampu menjaga independensinya sendiri.  Rektor telah memanjakan rasa hatinya yang sedang takut akan kehilangan kekuasaan dan membuang kebenaran akademis dari tradisinya.  Memprihatinkan dan menyakitkan sekali.

3 cerita tentang 3 orang Rektor yang menjabat pada masa yang berselisih 34 tahun membangunkan saya bahwa nilai-nilai pendidikan yang paling mendasar di Indonesia, sedang terdegradasi menuju titik nadir.  Keberanian Prof.  Iskandar, yang kini sudah almarhum, untuk menjaga integritas Perguruan Tinggi, tidak ditiru oleh 2 orang Rektor yang saya ceritakan kemudian.  Kebenaran dan kebebasan akademis sedang runtuh mendekati nilai-nilai kompromis yang menyedihkan.  Kedua Rektor masa kini tadi, tidak mampu membawa amanah untuk dijaganya.  Nampaknya, pendidikan anak-anak bangsa di tanah air kita tercinta sudah hampir berakhir.

Menjelang tidur malam ini, saya tidak bisa membayangkan bilamana kehidupan kampus tanpa diskusi.  Perguruan Tinggi tanpa dialog.  Universitas tanpa tukar-pikiran.  Rektor takut akan ancaman fisik, dan masih banyak bayangan-bayangan hitam yang tidak menyenyakkan tidur saya.  Ingin saya meminjam jargon bahasa latin yang berbunyi "Fiat Justitia Ruat Caelum" (Biar Langit Runtuh Hukum Harus Tetap Ditegakkan), dengan mengubahnya menjadi "Biar Langit Runtuh Kebebasan dan Kebenaran Akademis Harus Tetap Ditegakkan".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun