Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bohong

22 Januari 2011   06:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:18 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prabu Yudistira  bersedih di singgasananya.  Perang Baratayuda di padang Kurusetra  sedang berkecamuk dengan seru.  Kali ini, Begawan Durna menjadi senopati (panglima perang) Astina.  Seperti yang sudah diduga, tidak ada balatentara Pandawa yang mampu mengalahkan sang Durna.  Dia mengamuk bak Banteng ketaton (terluka), melabrak sana, menendang sini, tentara Pandawa jatuh bergelimpangan.  Durna yang memang sakti mandraguna sulit ditaklukkan.  Tak ada jalan lain, Prabu Yudistira menoleh ke Prabu Kresna, arsitek perang di pihak Pandawa, yang terkenal cerdas, ahli strategi dan wicaksana (bijaksana). "Kakang Prabu Kresna, siapakah gerangan kandidat senopati Pandawa yang harus maju di medan yuda untuk menaklukkan Begawan Durna?".  Kresna termenung, dia juga judeg (bingung, mati akal)memikirkan hal yang sama.  Diatas kertas Durna tidak bisa dikalahkan, sekalipun oleh dirinya.  Strategi out of the box harus dijalankan dan tiba-tiba Kresna ingat bahwa baru saja gajah Aswuatama mati ditangan Bima.  Nama ini mirip dengan anak Durna yang sangat disayanginya, Aswatama.  Maka diperintahkan seluruh balatentara Pandawa untuk berteriak-teriak : "Aswatama mati, ...... Aswatama mati, .... Aswatama mati.....!!".  Terhenyak Durna mendengar  anak kesayangannya  gugur di medan laga.  Dia  berhenti mengamuk, bersedih hati  dan mulai menangis.  Hatinya duka dan perasaannya kacau-balau.  Anaknya telah mati di medan laga.  Tetapi, tiba-tiba timbul keraguan di hati Durna, apakah benar Aswatama yang mati.  Bukankah dia  tentara perang yang gagah-berani dan tidak tedas (mempan) senjata tajam?  Untuk memastikan kebenaran cerita ini, Durna berniat mencek ke Yudistira.  Raja Pandawa ini, konon, adalah  manusia  yang tidak pernah (bisa) bohong.  Saking sucinya manusia Yudistira, darahnyapun berwarna putih, hatinya  tulus dan tindak-tanduknya selalu menurut ajaran Sang Purwaning Dumadi (Sang Maha Pencipta).  Apa yang dikatakannya adalah benar semata-mata, tanpa pernah mau mengkompromikan ketidak-benaran dalam tutur kalimatnya.  Mengingat hal ini, Kresna ketakutan.  Rahasia strategi "cerdas"nya akan terbongkar dan Durna akan tambah marah.  Pandawa akan kalah.  Maka, didesaknya  Yudistira agar mau mengatakan bahwa memang benar Aswuatama telah mati, tetapi pengucapan kata Aswuatama sembari menelan dan memperkecil volume  huruf "u", sehingga akan terdengar yang mati adalah Aswatama.  Setelah didesak berkali-kali dan demi kejayaan ibu-pertiwi Pandawa akhirnya Yudistira mengalah dan bersedia  melakukan apa yang disarankan Prabu Kresna.  Durna seolah-olah mendengar bahwa Aswatama telah mati, meskipun yang dikatakan Yudistira, yang mati adalah Aswuatama.  Setelah mendengar kepastian bahwa Aswatama, anak emasnya gugur di medan perang, maka lemaslah Durna, dan akhirnya berhasil dibunuh oleh Dustrajumena, anak Basudewa, musuh bebuyutan Durna, dengan memenggal kepalanya.  Durna gugur karena "kebohongan" Yudistira. Dalam  cerita pewayangan, kisah diatas dicatat sebagai satu-satunya delik kebohongan yang dilakukan Yudistira.  Itupun dibungkus dengan suatu melodrama yang "suci" karena, menurut Kresna, Yudistira tidak bohong, melainkan hanya mengimprovisasi suara "u", di tengah nama Aswuatama.  Tapi, "kebohongan" Yudistira telah  membunuh Durna dan menyelamatkan Pandawa.  Akhir dari hikayat Mahabarata adalah Yudistira tetap menjadi  manusia  yang suci, tanpa pernah berbohong.  Dia moksa (hilang dengan tubuhnya) masuk ke Nirwana Loka. Bohong nampaknya sudah setua umur manusia di jagad bumi ini.  Ular yang dirasuki setan, telah menipu  Hawa dengan berbohong bahwa buah kehidupan yang terlarang halal untuk dimakan, sementara Hawa, kemudian,  "menipu" Adam dengan menceritakan kisah yang sama.  Kebohongan telah terjadi diawal sejarah umat manusia.  Dan sampai kini, kebohongan  ternyata masih ada, ketika umur manusia di bumi ini  sudah ratusan ribu tahun, bahkan dengan intensitas yang berlipat-lipat ganda.  Banyak cerita rakyat yang mengisahkan kebohongan yang kadang berwarna putih, sering berwarna hitam.  Nasrudin, tokoh cerita rakyat dari Timur Tengah, yang terkenal cerdas, kreatif dan berani mengungkapkan ketidak-benaran, konon pernah menipu Raja yang lalim dengan "membuat pakaian" yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang  cerdas saja.  Raja lalim terpana buaian Nasrudin dan ingin   mengenakan pakaian itu, yang ternyata tidak ada sama sekali.  Baru kemudian sang Raja sadar bahwa dia telah memimpin upacara kerajaan dalam keadaan telanjang bulat.  "Kebohongan" Nasrudin telah memperdaya Raja, sehingga baginda akhirnya insaf akan kelalimannya.  Kebohongan telah menyelamatkan kerajaan dari kekejaman sang Raja. Cerita kobohongan, ternyata bukan milik manusia saja.  Di dalam dunia cerita binatang (fable), pesan yang disampaikan juga sering melalui kisah kebohongan.  Apakah itu kebohongan yang bermanfaat (white lie) atau kebohongan yang merugikan (black lie).  Salah satu  tokoh binatang pembohong yang terkenal adalah Kancil.  Dia menipu  pak Tani sampai panen Mentimun habis digasaknya, sementara binatang yang lain, Anjing, tertipu dengan bersedia menggantikannya di kurungan pak Tani.  Gajah, juga tertipu karena diminta untuk masuk ke sumur guna memudahkan Kancil yang terperosok meloncat keluar, sementara si Gajah tetap tertinggal di sumur.  Kebohongan dengan nuansa cerdas yang menguntungkan diri sendiri, menjadi trade mark cerita Kancil dalam mengirim pesan melalui dongeng.   Tidak diketahui, apakah cerita Kancil yang sering bohong tapi cerdas ini, mengirim pesan putih atau  hitam atau abu-abu. Cerita mengenai kebohongan, tidak lengkap kalau tidak mengungkap kebohongan dalam rumah tangga.  Suatu penelitian Psikologi yang dilakukan di Barat, yang saya unduh dari internet, sehingga tingkat kebenarannya tidak diketahui,  menyimpulkan bahwa rata-rata suami melakukan kebohongan 2.4 kali lebih banyak daripada isteri, sementara anak-anak dibawah remaja hanya melakukan kebohongan tak sampai separuh jumlah kebohongan yang dilakukan ibunya.  Saya tidak tahu, apakah kebohongan si suami masuk dalam kategori kebohongan Prabu Yudistira atau si Kancil atau Nasrudin atau mungkin kebohongan ular.  Masih untung bahwa tingginya angka statistik kebohongan suami tidak diikuti dengan memanjangnya hidung seperti yang dialami Pinokio.  Tetapi, yang pasti, masih menurut penelitian itu, tingkat kebohongan suami mempunyai korelasi yang positif dengan keutuhan rumah tangga mereka. Hiruk-pikuk mengenai hal-ikhwal kebohongan, makin kesini makin menjadi-jadi.  Tak heran bahwa  akhir-akhir ini terkenal istilah KMDP (Kebohongan Masuk Dunia Politik).  Belasan pemimpin lintas agama sepakat berpendapat  bahwa pemerintah telah melakukan  kebohongan, paling tidak berjumlah 12 butir.  Tak ayal dunia politik hingar-bingar.  Politisi menanggapi, media massa berebut memberitakan, dan masyarakat menjadi geger.  Pemerintah membantah  dengan membalas menuduh bahwa tuduhan   kebohongan itu adalah suatu kebohongan yang lain.  Tuduhan kebohongan dibalas dengan kebohongan.  Orang-orang dewasa, yang terhormat, yang cerdik-cendekia, yang dipercaya sebagai ulama dan umara, yang memegang amanah,  bertikai dengan selimut kebohongan.  Hanya saja saya kurang periksa, apakah kebohongan pemerintah yang dituduhkan oleh pemimpin  agama-agama itu menganut versi kebohongan Yudistira, kebohongan Nasrudin, kebohongan sang Kancil, atau  kebohongan statistik suami  yang justru menyumbang keutuhan rumah-tangga bangsa Indonesia. Selamat berbohong, asalkan berwarna putih seperti Yudistira dan cerdas seperti sang Kancil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun