Mohon tunggu...
Bayu Susatyo
Bayu Susatyo Mohon Tunggu... -

Hanya seorang berkebangsaan dan bertanah air Indonesia yang menginginkan negerinya bener

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Obrolan Pengangguran (1): Wong Edan

14 November 2016   17:10 Diperbarui: 14 November 2016   17:14 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terlihat sekali bahwa umat agamanya dipecah belah dan diadu domba. Pada akhirnya siapapun itu yang terlihat menang, yang sebagai pemenang hakiki adalah orang dibalik itu semua. Bahwa tujuannya untuk memecah belah umat itu tercapai, dengan begitu tujuan besar untuk menjajah negara Gudukindonesia semakin mudah diwujudkan. Selalu saja orang yang tidak sepakat dengan adanya aksi damai tersebut menuduh bahwa hal itu ada hubungannya dengan pemilukada di ibukota. Meskipun mungkin benar, terlepas dari apapun itu menurut Badrun, aksi damai tersebut menjadi salah satu letupan kecil dari kekecewaan rakyat Gudukindonesia atas apa yang terjadi selama ini yang dilakukan pemerintah. Permasalahan multidimensi yang mendera Gudukindonesia sudah terlewat batas. Wajar saja ada sebagian rakyat yang meluapkan kekecewaannya melui demo tersebut.

Permasalahan klasik adanya kongkalikong di jajaran pemerintahan tak akan bisa terhapuskan, selama tidak adanya pembasmian orang – orang tersebut. Banyaknya hutang negara, permasalahan sumber daya mineral yang harusnya dikelola oleh negara, permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial serta permasalahan lainnya yang sudah terlampau kritis akan menyebabkan negara Gudukindonesia ini segera hancur dengan sendirinya.

Banyaknya kepentingan priibadi yang dimasukkan dalam urusan negara, akan selalu menang melawan gelombang reformasi atau revolusi atau apalah itu namanya bahkan jika seluruh rakyat di luar pemerintahan yang bergerak. Karena, menurut Badrun, krisis multidimensi ini berawal dari kesalahan karakter yang ditanamakan oleh para orang tua kepada anaknya. Meskipun banyak contoh karakter yang ideal yang mungkin seluruh rakyat Indonesia tahu akan hal itu, tapi tak pernah diterapkannya kepada putra – putri mereka hingga sampailah menjadi para pemimpin busuk yang duduk diatas kotorannya.

Lalu Badrun melanjutkan, ada beberapa solusi dalam menanggapi permasalahan ini. Pertama untuk menanggapi pernyataan gubernur yang dianggap menistakan agama. Yakni tidak perlu untuk melakukan demo seperti tadi yang dilihatnya di televisi. Alangkah lebih baiknya diadakan pertemuan dari seluruh pimpinan ormas agama tersebut untuk berkumpul dan berdiskusi. Sudah barang tentu hal itu apabila diadakan akan ada lagi kepentingan – kepentingan jancuk dari partai – partai politik.

Akan tetapi sebagai umat beragama tersebut, haruslah kita optimis akan adanya hasil yang objektif. Dan dari diskusinya jangan sampai menghasilkan keputusan demo, dalam kata lain demo menjadi pilihan yang paling terakhir. Sebagai contoh hasil yang diharapkan yakni meminta bertemu secara langsung dengan si gubernur untuk menuntut beberapa hal. Hal itu adalah mengakui perbuatannya dan langsung menyerahkan dirinya kepada yang berwajib. Karena adanya pengakuan pasti peluang untuk diproses secara gamblang akan tercapai. Apabila hal itu tercapai maka demo yang mungkin bisa menyebabkan beberapa orang terganggu dalam mencari rezeki akan bisa dihindari.

Kedua, menurut Badrun, untuk permasalahan multidimensi, pada awalnya merupakan warisan dari para pendahulu di negeri Gudukindonesia. Penyikapan mengenai hal ini haruslah dilakukan secara bertahap. Idealnya dengan pendidikan yang berbasis karakter. Namun perlu diketahui, orang Gudukindonesia sangat lihai dalam mengolah suatu kata menjadi ribuan kalimat manis tapi aslinya taek. Sudah menjadi manusiawi apabila setiap pribadi memiliki hasrat untuk menyenangkan dirinya sendiri.

Dan sudah menjadi ketetapan bahwa di dunia ini akan selalu ada baik dan buruk. Dua hal tersebut tak akan hilang salah satu. Karena hal itu yang membentuk keseimbangan dunia. Jadi, tak akan ada solusi untuk krisis multidimensi tersebut. Selamanya akan tetap seperti itu. Yang bisa dilakukan hanyalah mengubah sedikit demi sedikit, meskipun apabila dimensi pertama sudah selesai diperbaiki dan lanjut ke dimensi kedua, dimensi pertama akan jebol kembali, begitu seterusnya. Tapi memang itu sudah digariskan oleh Tuhan. Yang bisa dilakukan manusia hanyalah berusaha dan berdoa. Untuk kemudian pasrah kepada-Nya.

Pelajaran yang bisa diambil, lanjut Badrun, pengangguran hanya bisa berpikir dan berbicara. Tak bisa berbuat apa – apa. Bahwa yang dipikirkan dan dituliskan tadi hanyalah bualan dan sekumpulan coretan tidak penting yang hanya bisa dilakukan oleh pengangguran. Beruntunglah para pengangguran tidak ikut campur dalam urusan – urusan itu. Beruntunglah para pengangguran yang fokus untuk perbaikan diri pribadinya agar tidak seperti “kecoa – kecoa” yang berkamuflase menjadi “merpati”. Beruntunglah para pengangguran yang masih diberikan idealisme dan independensi.

Selesai dengan pekerjaan tidak pentingnya, Badrun melanjutkan pertemuannya di alam mimpi dengan Chelsea Islan kekasihnya yang berasal dari negara sebelah. Begitu bodohnya pengangguran tampan yang satu ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun