"Republik ini dibangun dan dipertahankan melalui “iuran kolosal” seluruh rakyat Indonesia.
Iuran ini diberikan karena rasa percaya yang mengikat mereka erat-erat
dan menggerakkan mereka untuk bergotong royong mewujudkan cita-cita bersama"
Kiranya pernyataan Anies Baswedan ini mampu menjadi refleksi, koreksi, inspirasi sekaligus motivasi kita sebagai bangsa Indonesia untuk melangkah lebih maju. Tidak ada yang gratis dalam meraih sesuatu termasuk kemerdekaan. Kemerdekaan kita lahir setelah jutaan nyawa beserta harta benda negeri ini tumpah ruah di tanah air tercinta. Kemerdekaan ini lahir berkat iuran pengorbanan pendahulu-pendahulu kita yang sadar akan cita-cita bersama untuk lepas dari belenggu penjajah.
Para pendiri negeri ini berjuang bergerak dengan satu tujuan dan kesamaan cita-cita yaitu merdeka. Saat ini dan seterusnya kita wajib memelihara, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu. Tentunya dengan gerakan tanpa henti mewujudkan bangsa negara yang mandiri, berbudaya dan berkepribadian. Melalui pendekatan gerakan untuk saling berbagi dan gotong royong inilah, seluruh elemen bangsa harus saling percaya dan amanah dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Pendekatan program berbasis gerakan harus terus dilaksanakan untuk memperkokoh bangsa dan negara ini.
Di tengah mewujudkan dan menepati janji kemerdekaan, yaitu mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera dan cerdas, kita menghadapi berbagai masalah yang kompleks. Selain korupsi, kolusi dan nepotisme serta 'ketergantungan' terhadap bangsa dan negara lain, kita masih menghadapi masalah rendahnya derajat sumber daya manusia. Selain pendidikan, kesehatan bangsa dan negara inipun masih perlu ditingkatkan. Seperti diketahui saat ini Indeks Pembangunan Manusia ini memang terus meningkat, namun kini masih berada di ranking 108 dari 187 negara.
Upaya pemerintah dalam mendorong pembangunan manusia Indonesia lewat berbagai program harus terus kita dukung, motivasi tetapi juga perlu dievaluasi. Upaya untuk memanusiakan manusia kembali mulai dari sejak dalam kandungan hingga lanjut usia dengan pemberian jaminan sosial harus diapresiasi. Kebutuhan-kebutuhan pada setiap tahap kehidupan harus terpenuhi agar dapat mencapai kehidupan yang lebih bermartabat. Program Indonesia Sehat terdiri atas 1) Paradigma Sehat; 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer; dan 3) Jaminan Kesehatan Nasional. Ketiga program yang menjadi wujud hadirnya negara ke masyarakat dengan pedekatan pelayanana berkelanjutan dan intervensi kesehatan berbasis risiko.
Dari tiga program ini, JKN menjadi program yang sangat membutuhkan partisipasi masyarakat secara langsung agar mereka bisa memproteksi kesehatanya menjadi lebih baik. JKN yang berwujud BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang sistemnya menggunakan sistem asuransi tak akan bisa berjalan tanpa adanya kepesertaan dari masyarakat. Sebagaimana prinsip koperasi yaitu Gotong-royong, BPJS Kesehatan ini akan berjalan manakala ada kesadaran dan gerakan konkret masyarakat mampu untuk memberikan iuran.
Sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), maka peserta JKN adalah seluruh masyarakat Indonesia. Sementara itu bagi mereka yang tak mampu, maka akan menjadi PBI (Penerima Bantuan Iuran) di mana iuran mereka akan ditanggung kesehatannya oleh pemerintah. Kepesertaanya JKN sendiri adalah bersifat wajib, tidak terkecuali juga masyarakat tidak mampu karena metode pembiayaan kesehatan individu yang ditanggung pemerintah. Masyarakat yang tak mampu akan menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Selain itu, kepesertaan wajib dikenakan kepada karyawan, PNS, TNI/POLRI, Pedagang, Investor, Pemilik Usaha atau Perusahaan atau Pihak yang Bukan Penerima Bantuan Iuran. Mereka membayarkan premi sesuai ketentuan yang berlaku dengan konsekuensi mendapatkan pelayanan kesehatan yang diperolehnya.
Terlepas dari pro kontra yang muncul selama ini, BPJS Kesehatan terbukti menjadi bagian dari upaya negara dalam memberikan jaminan kesehatan yang pasti untuk masyarakat. Berbagai kekurangan dalam pelaksanaan program ini diharapkan dapat semakin diminimalisasi sehingga ke depan BPJS kesehatan dapat diterima masyarakat seluruhnya. Evaluasi dan reformulasi kebijakan terkait BPJS Kesehatan diharapkan terus dilaksanakan akan mendorong masyarakat semakin sadar dan tidak semakin membebani masyarakat. Perlu terus disosialisasikan melalui berbagai upaya bahwa Gotong-royong BPJS Kesehatan menjadi bagian dari ikhtiar membangun gotong royong dalam mewujudkan kesehatan bangsa dan negara secara menyeluruh.
Secara filosofi, partisipasi masyarakat dalam program JKN khususnya BPJS Kesehatan ini menjadi manifestasi dari kesadaran akan pentingnya kesehatan. Selain itu kepesertaan masyarakat melalui program ini menjadi bagian rasa saling berbagi, gotong royong bersama menolong diri sendiri dan orang lain secara bersama-sama. Bahkan secara akhlak keagamaan, bisa jadi premi yang dibayarkan kepada BPJS Kesehatan menjadi sarana ikhtiar, hingga sedekah penolak bala. Pasalnya dengan kepesertaan BPJS Kesehatan maka mereka sadar akan pentingnya kesehatan.
Kepesertaan masyarakat mampu dalam BPJS Kesehatan harus diapresiasi pemerintah dengan konsekuensi peningkatan pelayanan kesehatan yang prima bagi masyarakat. Seluruh pemangku kepentingan di bidang kesehatan haruslah terus berupaya mendorong program Indonesia Sehat semakin nyata. BPJS Kesehatan haruslah menjadi bagian fungsi pelayanan yang tak boleh diabaikan. Perbedaan kelas I, II, III sebagai konsekuensi dari pembayaran premi BPJS Kesehatan, memang berkonsekuensi terhadap pelayanan fasilitas kesehatan yang mereka dapat. Namun demikian perbedaan kelas perawatan ini bukan menjadi pembeda pelayanan kemanusiaan dari petugas medis. Karena pada hakikatnya pelayanan kesehatan adalah pelayanan memanusiakan manusia.
Kehadiran pemerintah untuk memberikan jaminan layanan terbaik melalui BPJS Kesehatan ini sangat menentukan tingkat kepercayaan bagi masyarakat terhadap program negara. Pelayanan kesehatan yang terbaik namun terjangkau memang menjadi impian dari masyarakat. Untuk itulah penetapan kebijakan terkait BPJS Kesehatan yang menyangkut kepersertaan hingga layanan kesehatan harus dipertimbangkan matang. Jangan sampai BPJS Kesehatan ini justru menjadi beban bagi masyarakat, karena pada hakikatnya gotong royong itu terlaksana dengan sesuai kemampuan masyarakat. Jangan ada paksaan, namun berdasarkan kesadaran dan sikap empati mereka terhadap sesama. Mendapatkan pelayanan yang terbaik, makanya jika ini telah diberikan maka mereka akan percaya dan akan memberikan apapun dan seberapun kepada penyelenggara layanan.
Dengan banyak dana JKN yang terhimpun tersebut, tentunya sangat rawan diselewengkan oleh pihak tak bertanggungjawab. Dengan potensi inilah mekanisme pengawasan dan komitmen kuat dari dari pihak satuan pengawasan internal dan eksternal oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) dan Lembaga pengawas independen harus benar-benar diwujudkan. Masukan, kritik disertai solusi dari seluruh elemen bangsa dan negara untuk kemajuan dan terselenggaranya visi misi BPJS Kesehatan untuk Indonesia Sehat sangat dibutuhkan. Hal ini menjadi bagian dari sumbangan gotong royong untuk membangun bangsa dan negara ini.
Sebagaimana diungkapkan Bung Karno, gotong royong adalah saripati dari Pancasila. Gotong royong menjadi dasar dan landasan negara yang didirikan semua untuk semua, tanpa diskriminasi dan pembeda suku, agama, ras dan antara golongan lainnya. Gotong royong akan tercipta jika para peserta gotong royong masih punya rasa kebersamaan dan cita-cita bersama. Dengan cita-cita bersama itu mereka bisa mencapai cita-cita pribadi masing-masing dalam arti positif.
Di tengah kehidupang serba global tanpa batas sekarang ini, tentulah banyak godaan, pengaruh dari berbagai hal yang tak bisa dibendung. Saat inilah di mana berbagai aspek kapitalisme dan nilai-nilai globalisme tersebar dengan mudah karena ketiadaan sekat. Implikasinya berbagai faham, pengaruh dan gerakan yang menuju arah individualisme, konsumerisme dan pragmatisme akan muncul. Di saat inilah kepedulian terhadap sesama semakin hilang sehingga kepercayaan dan kerekatan nilai kemanusiaan semakin memudar.
Lalu masih adakah dan di manakah lingkungan bangsa dan negara yang tak terambah oleh kapitalisme? Maka budayawan Mohamad Sobary menyinggung dan membuktikan, kalau budaya gotong royong itu masih ada, di sanalah kapitalisme tidak akan bercokol. Kebersamaan, saling percaya dan koperasi/kerjasama akan membuat manusia lebih manusiawi. Mereka tidak akan menjadi makhluk soliter, namun akan merasakan menjadi manusia seutuhnya. Makanya ia terus mendorong gerakan tidak bergerak melawan kapitalisme, tentunya dengan gerak kemanusiaan untuk saling berbagi. Dan ia meyakinkan dan membuktikan di lingkungan bangsa dan negara Indonesia, gotong royong tidak akan mati...
Purwokerto, Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H