"Eyang pulang. Bawa apa, Eyang?" Cahayu berlari-lari menuju ke arah neneknya datang.
"Roti? Ayu suka sekali!" katanya sambil menerima bungkusan berisi tiga potong roti.
"Eh, Ayu. Tanya dulu, roti itu untuk siapa? Siapa tahu untuk Om Akbar, weee ...!" ledek sang paman, saudara ayahnya yang paling kecil.
"Untuk Ayu. Iya, kan, Eyang?" jawab Ayu sambil menoleh ke arah kakek neneknya.
Kakek dan nenek Cahayu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala.
Gadis kecil bernama Cahayu itu segera membuka bungkusan roti bertuliskan merek sebuah Bakery.Â
"Om Akbar dikasih, Kak!" Mama Cahayu memintanya untuk membagikan bungkusan roti lainnya.
Ketika cucu dan dan anak-anaknya menikmati roti, Pak Eko dan istrinya, tiba-tiba tertawa.Â
"Ngapo, Yah?" tanya anak sulung keheranan.
"He ... he ... tanya Ibu, tuh!" kata sang kakek.
"Kenapo, Bu?" tanya si sulung penasaran.
Ditanya si anak, Bu Eko pun bercerita.
"Kami hampir malu. Pas mau bayar, uang sudah Ibu keluarkan, eh, kasir bilang tidak terima tunai, pakai KRIS. Ha ... ha ...!" cerita Bu Eko sambil terkekeh.Â
"Ibu mana punya uang nontunai. Ayahmu juga belum paham membayar pakai KRIS. Padahal ia sering SMS banking atau membayar GoCar dengan GoPay."
"Kan mudah saja, kalau sudah biasa membayar pakai GoPay?" timpal ayah Cahayu.
"Heh, mudah dari mana?" jawab Pak Eko gusar, "Sesuatu hal yang belum pernah dilakukan, ya, sulit. Apalagi dalam situasi yang membuat gugup itu. Untungnya tidak banyak yang beli. Jadi, malu kami hanya ditangkap oleh Mas Kasir." Sang kakek tidak kalah sengit membela diri.
"Terus?" tanya anak sulung mereka penasaran.
"Pertama saya mau bayar pakai SMS banking. Ayah tahunya mengetik nomor rekening tujuan. Eh, Masnya tetap saja meminta bayar pakai KRIS. Lalu, ayah bertanya, bisa tidak bayar pakai go pay?"
Dengan wajah berbinar, sang kasir menjawab, "O, bisa, Pak."
"Akhirnya, ayah membuka aplikasi Gojek. Mas Kasir melihat kegugupan ayah. Lalu ia meminta ayah menyentuh tombol bayar. Lalu, keluar layar yang serupa aplikasi kamera bertuliskan Powered by QRIS, Scan kode QR apa pun buat bayar. Kami pun lega. Akhirnya, roti itu pun berhasil kami bawa pulang."
"Jadi mudeng aku. Ada humor pengemis," ucap Pak Eko lagi, "Nggak ada duit receh! Pakai KRIS bisa, Om! Hua ha ha ha ...!"
Semua yang ada di ruangan pun ikut tertawa. EntahÂ
Panjang lebar Pak Eko menceritakan pengalamannya. Setelah bercerita dan tertawa lebar, wajah lelaki berusia 53 tahun itu pun terlihat lega.
"Lumayan, Ayah sudah punya pengalaman cashless." Akbar yang sedari tadi diam ikut berkomentar.
"Iya, memangnya KRIS itu, apa sih?" tanya Pak Eko.
"Tanya Google. Gitu aja kok repot," celetuk si bungsu. Dengan keki sang ayah pun mengambil hape lalu mencari di mesin peramban Google "QRIS itu apa".
"Ketemu, nih! Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) atau biasa disingkat QRIS (dibaca KRIS) adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS," ujar Pak Eko membacakan tulisan di laman pencarian Google.
Orang tua dan anak yang masa mudanya berbeda era itu asyik mengobrol tentang cashless tiba-tiba dikejutkan teriakan mamah Ayu.
"Kakak ...! Kenapa banyak-banyak masukin rotinya?"
Semua orang terkejut berlari ke arah gadis kecil berusia 3 tahun yang mulutnya penuh dengan roti hingga pipinya menggembung.Â
Musi Rawas, 21 September 2024
PakDSus
Ngapo = mengapa
Kenapo = mengapa
mudeng  = paham
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H