Rindu itu berat, kata orang. Ternyata, memang benar. Itulah yang dirasakan seorang kakek berusia 53 tahun. Ia kehilangan saudara ipar, sebulan kemudian disusul berpulangnya sang besan. Pun ia memiliki cucu yang sedang lucu-lucunya.Â
Ketika dua orang yang ia sayangi itu meninggalkan dunia fana ini, ia tidak bisa berkunjung di hari berkabung. Selain jarak yang sangat jauh, lebih dari 24 jam perjalanan kendaraan darat, tuntutan pekerjaan membuatnya sangat berat untuk datang pada hari-hari berkabung. Oleh karena itu, ia putuskan untuk datang pada saat liburan anak sekolah.
Setelah urusan beres, dan persiapan yang dilakukan dirasakan cukup, si kakek bersama sang istri dan anak bungsu segera berangkat menyusuri jalan desa, jalan kabupaten, jalan provinsi, dan jalan lintas Sumatera.
Tanpa bantuan pengemudi cadangan, si kakek yang sudah wara-wiri Sumatera Jawa setidaknya setahun sekali atau dua kali sejak tujuh tahun lalu masih memberanikan diri membawa kendaraan tanpa sopir pengganti.
Beberapa kali ia harus berhenti. Perjalanan jauh kali ini terasa menguras energi. Sebab, sminggu sebelum berangkat, si kakek kurang tidur dan harus patuh petunjuk dokter BPJS, beristirahat plus minum obat.
Kondisi badan yang kurang fit, namun waktu yang pendek memaksanya untuk segera meninggalkan kampung menuju ke rumah saudara perempuannya.
Berangkat pukul 10 pagi tanggal 23 sampai di Serang pukul dua petang, keesokan harinya. Lambat? Iya, karena berkali-kali istirahat, tidur di tempat istirahat di tepi jalan tol Palembang-Bakauheni.
Selesai makan siang di sebuah warung makan, mereka segera masuk ke gang sang kerabat. Keesokan hari, setelah menunggu para buruh pabrik berangkat kerja, si kakek pun segera berangkat dan melanjutkan perjalanan ke Bandung, menemui cucu pertamanya.Â
Dua tiga rencana pun diungkapkan: ikut ke Sukabumi pada acara 40 hari kepergian besan, temu penulis di BBGP Jawa Barat, dan menengok kerabat di Jawa Tengah barang sehari atau dua hari.
Sampai di Perumahan Rancamanyar, Baleendah, Bandung, rasa bahagia begitu terasa. Sang kakek bertemu anak, menantu, dan sang cucu. Setelah membersihkan diri, segera ia gendong sang cucu. Ada gerak menolak dan sorot mata bayi berusia hampir tujuh bulan itu terlihat memindai wajah si kakek. Setelah yakin bahwa orang yang menggendongnya tidak membahayakan, ia pun menggelayut menerima pelukan sang kakek yang suka dipanggil eyang itu.