Malam ini malam takbiran. Selesai salat berjemaah, Abiyan tidak langsung pulang. Ia langsung mengikuti takbiran di masjid belakang rumahnya.Â
"Allaahu akbar ... Allaahu akbar ... Laa ilaa ha il lallaahu wallaahu akbar ...!" Suara Abiyan semakin keras apalagi suaranya diperkeras dengan alat pengeras suara. Alat pengeras suara itu baru saja dipebaiki. Suara pada corong di atap masjid terasa semakin nyaring.
Beberapa jemaah salat Maghrib pulang ke rumah. Abiyan dengan beberapa temannya masih bertahan di masjid.
"Lakukan takbir dengan tertib, ya." Begitu pesan Ustaz Suyad. Ketiga anak yang masih diam di masjid mengangguk mengiyakan. Mereka pun bergantian bertakbir.
Orang tua Abiyan pun sudah kembali ke rumah. Mereka akan menyantap makan malam. Mereka melanjutkan menikmati hidangan berbuka maghrib tadi.Â
"Abiyan kok belum pulang, Yah?" tanya ibunda Abiyan dengan cemas. Ia mengkhawatirkan anaknya.Â
"Dia masih bergembira dengan teman-temannya mengumandangkan takbir di malam hari raya ini, Bu," jawab ayah Abiyan.
"Iya, tapi ...."
"Nanti kalau dia lapar, kan pulan, Bu. Biarlah. Biyan sudah besar," jawab ayah Abiyan menenangkan istrinya.
Menjelang salat isya, Bu Maryam mengantarkan makanan ke masjid. ia membawa kue-kue dan air teh manis. Bu Maryam ditemani Pak Harun, suaminya. Pak Harun sebentar lagi akan mengumandangkan azan. Suara Pak Harun bagus. Lantunan azan Pak harun seperti azan yang ada di stasiun televisi nasional. Merdu sekali.
"Ayo, anak-anak. Kuenya dimakan. Biyan, sini. Makan dulu, Nak!" ajak Pak harun kepada anak-anak.
Fatah dan Galih segera menyerbu kue bawaan istri Pak Harun. Hanya Abiyan yang masih bertakbir di dekat mihrab.
Setelah makan kue, Galih menggantikan Biyan memegang mikrofon. Suara merdi galih pun lantang terdengar seantero kampung.
"Ayo, Biyan. Makanlah!" ajak Pak Harun.
"Iya, pak. Terima kasih," jawab Abiyan malu-malu. Ia bergeming di tempatnya bersila. Abiyan memang pemalu jika makan bukan makanan ibunya. ia tidak terbiasa meminta atau diberi orang lain.Â
"Lo, apa kamu sudah kenyang? Ciciplah kue buatan Bu Demu ini. Enak, kok," bujuk Pak Harun.
Akhirnya dengan malu-malu Abiyan pun mengambil sepotong. Itu pun kue yang kecil.
Setelah mereka makan, dan membersihkan mulut jam di dinding menunjukkan waktu Isya tiba. Anak-anak pergi berwudu. Mereka batal wudu karena buang angin. Pak Harun pun melihat aplikasi waktu salat di hapenya. Pak Harun segera melangkah ke depan dan segera mengumandangkan azan.
Selesai salat Isya, sebagian jemaah tinggal di masjid. Mereka bertakbir bersama-sama. Fatah, Abiyan, dan Galih pun demikian. Sedang khusyuk dan asyik bertakbir, tiba-tiba Abiyan mengaduh.
"Aduh ...!" Abiyan meringis sambil memegang perutnya.Â
Ayah Abiyan yang masih diam di masjid melihat anaknya mengaduh segera maklum. Ia pun bangkit dan memapah anaknya pulang.
"Sudah dibilang, waktunya makan ya, pulang. Kamu tadi berbuka hanya minum teh manis saja."Â
Suara takbir masih menggema. Abiyan dan ayahnya berjalan pulang. Sampai di rumah disambut sang ibu yang menantiAbiyan dengan cemas.
Musi Rawas, 15 Juni 2024
PakDSus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H