"Ayo, anak-anak. Kuenya dimakan. Biyan, sini. Makan dulu, Nak!" ajak Pak harun kepada anak-anak.
Fatah dan Galih segera menyerbu kue bawaan istri Pak Harun. Hanya Abiyan yang masih bertakbir di dekat mihrab.
Setelah makan kue, Galih menggantikan Biyan memegang mikrofon. Suara merdi galih pun lantang terdengar seantero kampung.
"Ayo, Biyan. Makanlah!" ajak Pak Harun.
"Iya, pak. Terima kasih," jawab Abiyan malu-malu. Ia bergeming di tempatnya bersila. Abiyan memang pemalu jika makan bukan makanan ibunya. ia tidak terbiasa meminta atau diberi orang lain.Â
"Lo, apa kamu sudah kenyang? Ciciplah kue buatan Bu Demu ini. Enak, kok," bujuk Pak Harun.
Akhirnya dengan malu-malu Abiyan pun mengambil sepotong. Itu pun kue yang kecil.
Setelah mereka makan, dan membersihkan mulut jam di dinding menunjukkan waktu Isya tiba. Anak-anak pergi berwudu. Mereka batal wudu karena buang angin. Pak Harun pun melihat aplikasi waktu salat di hapenya. Pak Harun segera melangkah ke depan dan segera mengumandangkan azan.
Selesai salat Isya, sebagian jemaah tinggal di masjid. Mereka bertakbir bersama-sama. Fatah, Abiyan, dan Galih pun demikian. Sedang khusyuk dan asyik bertakbir, tiba-tiba Abiyan mengaduh.
"Aduh ...!" Abiyan meringis sambil memegang perutnya.Â
Ayah Abiyan yang masih diam di masjid melihat anaknya mengaduh segera maklum. Ia pun bangkit dan memapah anaknya pulang.