Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perpisahan Siswa Kelas 6 SD Nanggap Wayang Kulit, Pasti Mahal, Ya?

10 Juni 2024   14:21 Diperbarui: 10 Juni 2024   14:32 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pengemar wayang, terutama wayang kulit Jawa. Tidak peduli gaya Banyumas, Yogyakarta, Surakarta, atau gaya Jawa Timuran. Semuanya saya suka.

Kegemaran saya terhadap pertunjukan wayang tidak terlepas dari peran ayah saya yang sering mengajak menonton wayang dan meletakkan saya duduk dekat kotak wayang sang Dalang. Saat itu saya masih kelas tiga atau empat sekolah dasar.

Jika pertunjukan wayang dekat dengan rumah, pada tengah malam saya diantar dan diletakkan di dekat kotak sembari menitipkan kepada para 'penabuh' di dekat situ. Pada tengah malam saatnya dalang menggelar adegan Goro-Goro. Keempat punakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong keluar menghibur penonton dengan candaannya dan sajian lagu-lagu Gending Jawa.

Setelah agak besar, usia SMP, saya pergi sendiri. Penasaran bagaimana adegan wayang pada sore hingga tengah malam saat penggalan pertunjukan itu yang sering saya saksikan.

Sedikit demi sedikit, akhirnya saya memahami dan mencoba menghapalkan beberapa tokoh protagonis dan antagonis, dari pihak Pandawa dan Kurawa.

Ketika itu, Klenteng Tiong Hoa yang ada di kelurahan saya hampir setiap tahun menggelar pertunjukan wayang kulit. Biasanya pada peringatan 17 Agustus. Selain bulan Agustus, warga yang tergolong orang berada atau yang telanjur nazar 'menanggap' (istilah Jawa untuk menyewa Dalang menggelar pertunjukan wayang) ketika hajatan. 

Pun, di desa ketika memasuki bulan Muaharam mengadakan acara 'Bersih Desa' dengan menggelar wayang. Dengan demikian, saya memiliki banyak kesempatan untuk menonton secara 'Live' pertunjukan para dalang itu.

Pengetahuan wayang saya makin mantap setelah akrab dengan teman sekolah yang memiliki komik wayang karangan R.A Kosasih. Saya sering main ke rumahnya dan menumpang membaca komik wayang yang ia miliki. 

Selain itu, pelajaran Bahasa Jawa di sekolah mengajarkan juga cerita-cerita pewayangan, baik Ramayana maupun Mahabharata. Pengetahuan tentang dunia perwayangan pun semakin mantap.

Setelah pergi merantau ke Sumatera dan diam di pedalaman, melalui pesawat radio saya sering mendengarkan siaran wayang melalaui RRI Stasiun Pusat Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun