Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luluh Hati Sang Kepala Sekolah

30 November 2023   17:08 Diperbarui: 1 Desember 2023   08:09 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.freepik.com *)

"Mohon maaf, Bu. Kegiatan ini kami laksanakan mandiri. Lebih dari satu bulan kami dan Tim berupaya keras. Ekstrakurikuler Cinema di sekolah kita berjalan seadanya. Kata-kata peringatan Ibu Kepala Sekolah jika kami memakai peralatan TIK sekolah membuat kami takut. Oleh karena itu, kami atasi dengan hape kami dan hape anak-anak masing-masing."

Wajah sang kepala sekolah terlihat memerah.

"Setelah yakin kami bakal menang, dua hari menjelang penutupan kami meminta izin dan surat tugas. Hal itu semata agar ada legalitasnya. Namun, terus terang tidak ada kontribusi sekolah sama sekali untuk hal ini. Ekskul Cinema pun selama ini dipandang sebelah mata. Saya selaku pembina tidak pernah mendapat support dari Ibu. Apalagi memakai peralatan yang Ibu terima dari Dinas."

"Jadi, maksud Pak Sodiq, bagaimana?" terdengar nada agak tinggi dari Ibu Kepala Sekolah.

"Mohon maaf, piala, piagam, dan uang pembinaan, akan kami simpan sendiri. Tidak dipajang apalagi dumumkan di sekolah. Ini bukan prestasi sekolah. Ini prestasi personal," tegas Pak Sodiq.

Bu Indah terlihat tersinggung dengan kata-kata Pak Sodiq. Namun, ia menahan rasa itu.  

"Kecuali, Ibu memberikan akses kepada kami para guru untuk memanfaatkan peralatan TIK untuk meningkatkan presatasi sekolah kita, Bu. Apa gunanya disimpan di ruang ini. Apa bangganya sekolah ini jika kemenangan itu diraih tidak menggunakan fasilitas sekolah yang kita miliki? Jika tidak memakai fasilitas sekolah dan sekolah kita meraih kejuaraan, apakah masih pantas piala dan piagam dipajang di sekolah ini?"

Entah keberanian dari mana, Pak Sodiq yang biasanya menghindar jika diajak berdiskusi perihal peralatan TIK sekolah, kali ini ia begitu lancar bicara.

Semua yang ada di ruangan terdiam. Degup jantung Pipit dan teman-temannya terasa jelas. Demikian pula endusan napas sang pimpinan mendengar tuturan anak buahnya. Sepi, tidak ada suara beberapa saat seteah Pak Sodiq menyudahi bicaranya.

"Baiklah, Bapak Ibu Guru semua," tiba-tiba Bu Indah membuka suara. Nada suaranya terdengar lembut.

"Mendengar penjelasan Pak Sodiq, saya merasa ditohok langsung ke hulu hati. Ternyata selama ini saya keliru. Sebagai orang tua saya kurang perhatian dan terlalu berhati-hati. Saya tidak menyadari bahwa saya sebenarnya dikelilingi oleh guru-guru yang hebat. Andai saja fasilitas yang ada di sekolah ini dimanfaatkan dengan baik, saya yakin sekolah kita akan makin banyak prestasi yang diraih."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun