Ada hal mengejutkan malam ini. Ada sapa berupa broadcast salam di WA.
"Assalamualaikum, PakDe!"
Saya pun menjawab dengan tulisan, "Wa'alaaikum salaam, Bu. Ada yang tidak bisa saya bantu?"
Segera emoji tertawa dan tersenyum dikulum menghias kolom chat WA.
"Mau minta tolong polisi bahasa. Saya kirim naskah artikel ya, kak D. Mohon di komentari redaksinya sebelum diposting. Tapi tulisan masih typo belum di edit."
Saya tersenyum. Lagi-lagi julukan tidak resmi sebagai polisi bahasa muncul kembali. Lain dari itu, yang membuat saya tersenyum adalah ada sapaan kakak yang disingkat Kak pada panggilan saya.
"Pak D bukan kak D," buru-buru sahabat saya mengoreksi.
"Biar muda lima belas tahun lagi." Saya menjawab dengan nada bergurau.
Lalu, tulisan berderet panjang dikirimkan. Beliau meminta saya untuk menguji baca (proofreading) dan memperbaiki seperlunya.Â
Nah, ini dia kelemahan saya. Di tengah kesibukan, saya sendiri belum menulis, diberi pekerjaan. Namun, saya tidak bisa menolak. Toh, tulisannya tidak panjang dan tidak membuat kening berkerut atau bagian belakang kepala senut-senut.
Segera saya baca secara tuntas. Saya mencoba memahami pesan yang ingin disampaikan. Setelah itu, saya baca kembali. Kali ini saya fokus pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Peletakan tanda baca seperti koma, titik, tanda tanya, dan tanda seru yang mestinya digunakan.Â
Tulisan itu, saya perbaiki.Â
Lalu, kata-kata yang tidak perlu karena pengulangan dalam satu kalimat pun saya luruskan. Kemudian, penggunaan kata hubung, kata sandang, serta partikel yang mungkin belum tepat. Demikian pula kata ganti orang ketiga yang diulang dua kali dalam satu kalimat. Itulah hal-hal pokok yang saya perbaiki.
Hal lain yang saya cermati adalah penggunaan kata seru dan tanda koma. Kata seru seperti: wah, nah, duh, selalu diikuti dengan tanda koma. Jadi, ketika tulisan teman saya pada kata-kata itu belum diberi tanda koma, saya beri tanda koma. Demikian pula penggunaan tanda koma sebelum kata sapaan.
Berikut penggunaan tanda koma sesuai PUEBI yang sudah saya buat menjadi flyer ke-43Â untuk memudahkan saya mengingat atau mencari rujukan.
Setelah mencermati tanda baca, panjang kalimat pun saya pelototi. Kalimat yang baik maksimal berisi 20 kata saja. Jadi, jika dalam satu paragraf hanya satu tanda titik pada akhir kalimat, sementara pada bagian tengah hanya dipisahkan dengan tanda koma, mestinya diperbaiki. Kalimat tersebut seyogyanya dipecah menjadi beberapa kalimat tunggal yang pendek. Selain secara tipografi lebih menarik. Pembaca pun tidak 'ngos-ngosan' menghela napas agar bisa membaca kalimat super panjang itu.
Nah, saya telah bertindak sebagai pembaca, sekaligus penguji baca. Mudah-mudahan tulisannya makin mudah dipahami. Makin baik dari segi tata tulis dan makin berkualitas dari segi ketatabahasaan.
Tulisan siapa, sih? Rasanya, saya cukup menceritakan saja. Proofreader bukan pemilik tulisan. Ia hanya bertindak sebagai penguji baca dan memberi saran perbaikan. Kalau profesional, honor proofreader ternyata lumayan, lo. Saya sih masih amatiran dahulu. Entah sampai kapan.
Musi Rawas, 12 Oktober 2022
PakDSus