Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Salah Paham

12 September 2022   19:11 Diperbarui: 12 September 2022   19:33 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kertas bertuliskan tangan milik Tiara ia letakkan di sebelah kanan. Lalu, ia menyalin baris-baris puisi itu pada aplikasi pengolah kata milik Microsoft. Ia ingin menyimpan puisi karya Tiara dalam laptopnya. Agar mudah ia buka kembali dan mudah juga dibagikan ke media sosial. Ia pun mengetik: Bolehkah Kami, Oleh:+ Tiara. 

Selesai mengetik puisi singkat karya muridnya, ia mengambil hape. Kertas berisi tulisan tangan itu ia foto. Gambar puisi itu ia kirimkan ke grup sekolahnya. Setelah terkirim, lelaki tua itu membuka whatsapp web dan menyimpan gambar ketas berisi puisi itu ke dalam laptop. Satu-satunya benda yang setia menemani sejak Uti pergi.

"Semoga teman-temanku yang dua bulan berikutnya pensiun bisa ikut membaca dan memiliki perasaan yang sama denganku," gumam pak guru tua itu.

Setelah memadamkam laptop, ia pun pergi ke kamar, beristirahat. Setelah berbaring ia pun berdoa, semoga esok masih bertemu mentari, mendampingi anak-anak negeri, mengantarkan mereka menjadi pribadi mandiri yang merdeka.

Suasana di Ruang Guru

Guru tua bernama Eko adalah orang terakhir yang memasuki tuang guru ketika jam istirahat tiba. Sebelum ia sempat duduk, ibu Rumiana, sambil menyeduh teh dengan air termos yang ada di meja bagian belakang, berkata dengan suara keras.

"Istirahat! Kalau aku tetap mau istirahat! Aku tidak mau serakah. Kalau sudah pensiun ya, berhenti. Ngapain nyambung-nyambung lagi!"

Para guru berpandangan. Mereka mafhum dengan sikap ibu guru yang temperamental dan suka meledak-ledak jika mengungkapkan pendapat itu. Ibu Rumiana memasuki usia pensiun satu bulan setelah Pak Eko.

"Ya, kalau sudah pensiun ya berhenti to, Bu," timpal Pak Eko setelah ia duduk di kursinya.

"Tapi, kok Pak Eko mau nyambung lagi mengajar? Padahal seharusnya bulan depan berhenti? Jangan serakah, Pak. Berikan kepada generasi muda. Bagian kita sudah habis." Kalimat bernada tuduhan itu dilontarkan bu Rumiana.

Pak Eko membetulkan letak kacamata. Begitulah jika ia resah dan ingin memberikan tanggapan. Andai bu Ana tidak memberikan isyarat jari telunjuk di depan mulut, guru kelas enam itu akan memprotes temannya yang menurutnya tidak paham.

"Bu Rumi, apakah Ibu sudah membaca puisi Tiara sampai habis? Atau ibu menganggap Pak Eko yang membagikan puisi itu mempunyai keinginan untuk terus mengajar seperti permintaan mereka?" Ibu Martha bertanya dengan lembut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun