Kakak angkat lalu mengajari kami membuat "jeruk". Jeruk adalah istilah dusun untuk durian yang difermentasi. Nama lain dari jeruk adalah tempoyak. Tempoyak adalah makanan khas bangsa Melayu di Sumatera. Tempotak banyak ditemui di Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.
"Kupaslah durian, Hen! Kerok isinya, pisahkan dari biji. Masukkan ke dalam toples. Lalu, taburkan sedikit garam. Jangan lupa ditutup rapat. Tunggulah tiga atau empat hari. Tempoyak kamu sudah bisa digunakan." Begitu ayuk angkat mengajari istri saya membuat tempoyak. Hampir empat puluh buah durian kami belah dan isinya kami masukkan ke dalam toples bekas wadah permen.Â
Hari kelima, durian dalam toples kami buka. Hmm ... baunya sangat menyengat. Ada aroma masam di sana.Â
"Bagaimana cara masaknya, Yuk?" tanya istri kepada Ayuk, panggilan saya kepada kakak angkat perempuan.
"Naiklah, kito masak samo-samo!" ajak Ayuk memasak bersama di dapur di rumah panggungnya. O ya, kami tinggal di kolong rumah panggung. Tiang rumah diberi dinding dan dibuat geladak sebagai lantai rumah.
Aku ikut naik ke rumah panggung. Kami belajar memasak gulai tempoyak. Ternyata bumbu untuk membuat gulai tempoyak tidak rumit. Giling cabai, serai atau sereh, sepotong kunyit. Masukkan ke dalam air mendidih di wajan. Setelah mendidih kembali, masukkan tempoyak.Â
Setelah panas, masukkan potongan-potongan ikan. Tunggu beberapa menit hingga ikan matang. Gulai tempoyak tidak menggunakan bawang merah maupun putih. Jangan lupa garam dan gula merah. Setelah itu angkat dan matikan api.
Gulai tempoyak hasil memasak di rumah Ayuk kami bawa ke rumah bawah. Hari itu, hari pertama makan dengan lauk ikan yang dimasak dengan bumbu tempoyak.
Ragu-ragu kami memakannya. Apalagi istri yang tidak doyan durian. Ia pun mencicip sedikit kuah tempoyak yang pekat. Rasanya manis asam.
"Hmm ... sedap, Mas," katanya.