Belajar Bahasa Sambil Menulis
Bermula dari memberi komentar dan mengkritisi tulisan sesuai PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) di GWA (Grup WA), ada yang menganggap saya pakar bahasa. Ha ha ha, saya bukan Pak Kar. Kalau mau panggil Pak juga, biasanya dipanggil Pakde atau Paksus.
Saya berusaha menghindari mengkritisi masalah teknis tersebut pada blog. Saya lebih suka mengkritisi atau bertanya dan meng-kompor nasi, bahasa alay dari mengkonfirmasi di GWA. Selain bisa dibaca oleh banyak orang, mengkritik teknis penulisan di blog menghindarkan saya dari rasa "malu".
Blog pribadi sudah jelas redakturnya. Pemilik blog itulah dewan redaksinya. Hal-hal teknis dapat diperbaiki dengan cara mengedit. Demikian pula blog keroyokan semacam Kompasiana, salah tulis atau saltik (salah ketik) masih bisa diperbaiki karena ada fitur EDIT. Saya pun beberapa kali melakukan pada beberapa tayangan, namun setiap tulisan hanya saya edit kesalahan pengetikannya satu kali. Saya belum tahu apakah saya bisa mengedit tulisan hingga beberapa kali tayangan. Maklum, akun saya kembali menjadi akun gratis setelah sebelumnya pernah berlangganan akun premium.
Jadi, jika mengomentari teknis lalu si penulis mengedit hingga tulisannya menjadi lebih bagus dan benar, akan tetapi komentar saya tentang itu tidak dihapus, akan lucu, ya! Itulah makanya saya menghindarkan diri dari berkomentar tentang hal-hal teknis.
Lebih dari itu, menghindari berkomentar tentang teknis penulisan adalah upaya saya untuk menghindarkan diri dari ketentuan nomor 8 tentang hal-hal yang dilarang oleh Kompasiana. "Kompasianer dilarang menyerang, menghina, dan/atau menjatuhkan karakter atau pribadi Kompasianer lain dengan cara dan tujuan apa pun".Â
Kabiasaan, mungkin lebih tepat keusilan, menyalin tulisan sahabat lalu mengomentari tentang banyak kata dalam kalimat, salah ketik, ketidaktepatan pengunaan kata depan, semata-mata untuk diri saya agar semakin teliti sebelum menayangkan konten, terutama dari sisi ketatabahasaan. Menulis adalah keterampilan berbahasa produktif yang harus taat pada aturan kebahasaan bahasa kebanggaan kita, Bahasa Indonesia. Syukur, teman-teman mau mengikuti. Dengan demikian, konten yang bagus menjadi "kurang menarik" hanya karena kesalahan yang kelihatannya remeh itu, dapat dihindari.
Nah, komentar saya di grup menjadi bahan diskusi dan perbincangan, terutama oleh teman-teman pembelajar. Untuk yang sudah expert sih abaikan saja, Bro. Malah saya banyak belajar dari Anda semua.Â
"Lo, ternyata tulisan saya salah. Kok bisa terbit? Padahal editor sangat selektif dalam menampilkan sebuah tulisan dari kompasianer?" tanya seorang teman.Â
"Heheee ... Artinya gak sekektif dong ... karena tulisan saya yang salah penulisannya, juga bisa terbit ...," imbuhnya.