"Loh, bukannya kamu belum makan?" tanya ibunya.
"Nggak laper, Bu," jawab Ines lagi.
"Makanlah dulu. Nanti kamu kelaparan, bisa sakit nanti," sang ibu memperingatkan.
"Iya, tapi aku tidak lapar. Sudah ya, Bu. Aku pergi dulu."
Ines tidak menghiraukan nasihat ibunya. Ia mengayuh sepedanya cepat-cepat. Rasa gembira membuat Ines tidak merasa lapar. Ia terus mengayuh menyusuri jalan aspal yang membelah sawah di desanya. Tujuannya hanya satu, rumah Dinda. Rumah Dinda berada di ujung desa. Jika diukur, jarak rumah Ines ke rumah Dinda sekitar satu kilometer.
"Din ... da ... Din ... da ...," suara Ines memanggil-manggil nama sahabatnya.
"Hai, Ines. Mari masuk," ajak Dinda setelah ia membuka pintu depan.
"Ih, banyak sekali keringatmu," kata Dinda pula.
"Iya, Din. Rumahmu kan lumayan jauh," jawab Ines beralasan.
"Tapi, badan kamu dingin sekali. Muka kamu juga pucat. Aku ambilkan minum, ya!" Dinda menawarkan air minum kepada sahabatnya.
Sebenarnya, Ines sangat lapar. Di rumahnya ia tidak merasa lapar karena perasaan gembira besok hari diajak ikut upacara Hari Pramuka. Akan tetapi, jarak rumah Dinda yang jauh dan ia mengayuh sepedanya cepat-cepat membuat energinya terkuras.