Mohon tunggu...
Made Sinta Susanti
Made Sinta Susanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya menari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemberlakuan Sangsi Adat Kepada Pemangku karena Melanggar Paramen (Awig-Awig) yang Menjadi Dasar Hukuman di Desa Adat Patas

19 Desember 2024   14:45 Diperbarui: 19 Desember 2024   18:38 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Desa merupakan suatu wilayah atau komunitas terkecil yang ada dalam suatu sistem pemerintahan yang letak geografisnya berada pada kawasan pedesaan dan menjadi  tempat sekelompok masyarakat untuk hidup serta menjalani kehidupann sehari-harinya. Di Bali, keberadaan desa sendiri dibagi menjadi 2 yakni ada yang disebut dengan desa dinas dan adapula yang di sebut dengan desa adat. Desa dinas merupakan suatu pemerintahan yang segala pengaturannya diatur oleh pemerintah desa dibawah naungan kepala desa (perbekel) dan penyelenggaraannya diatur oleh aturan-aturan tertentu yang mengikat. Sedangkan desa adat merupakan suatu pemerintahan desa yang penyelenggaraanya diatur oleh pararem (awig-awig) yang dibuat oleh prajuru desa adat di bawah naungan kelian desa adat (bendesa adat). Saat ini di bali terdapat sebanyak 718 desa dinas dan 1.488 desa adat.

  Di kabupaten Buleleng saat ini terdapat 170 desa Adat yang diakui keberadaanya, salah satunya yakni desa adat Patas. Desa adat Patas merupakan salah satu desa adat yang ada di kecamatan Gerokgak, kabupaten buleleng provinsi bali. Penyelenggaraan Desa adat di Patas diatur oleh awig-awig yang dibuat oleh jajaran desa adat di bawah naungan keliat desa adat, wakil desa adat (patajuh), sekretaris desa adat (penyarikan) serta bendahara desa adat (petengen) atas dasar kesepakatan krama yang beragama hindu, serta dalam pembuatan awig-awig tersebut dilibatkannya prajuru desa adat dan para pemangku yang ada di desa Adat Patas. Hasil dari awig-awig yang telah dibuat kemudian dibawa ke Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, untuk di sahkan dan mendapat pengakuan secara hukum sebagai awig-awig yang harus di patuhi oleh krama desa adat. keberadaan awig-awig juga memiliki sangsi yang diberikan kepada krama desa atau prajuru yang melanggar termasuk juga para pemangku yang ada di desa Adat. 

Dalam awig-awig yang dimiliki oleh desa Adat Patas, terdapat  sebuah keunikan  kesepakatan yang tidak dimiliki oleh desa Adat lain di Bali, yakni memberikan jaminan pinjaman kepada krama desa yang akan melakukan kredit uang pada sebuah Lembaga keuangan milik desa Adat Patas. Namun keunikan yang dimiliki Desa adaat patas baru-baru ini menimbulkan sebuah permasalahan yang terjadi antara krama dengan pemerintah desa adat, sehingga  mengakibatkan  krama hindu lainnya di desa Patas protes akan sebuah kejadian yang telah terjadi sehingga pihak desa adat memberikan sangsi kepada krama yang melanggar awig-awig penyelenggaraan desa Adat di Patas.

  Desa Adat Patas selain menyelenggarakan pemerintahan juga menaungi satu buah Lembaga keuangan yakni Lembaga Perkreditan Desa (LPD) milik desa adat patas. Desa Adat bekerja sama dengan LPD pada setiap kegiatan yang dilakukan bahkan pihak Desa adat memberikan jaminan kepada krama desa yang akan melakukan kredit di LPD patas dengan syarat krama yang di beri jaminan memang benar berasal dari desa Adat Patas dilihat melalui Kartu Tanda Penduduk (KTP) nya. Kemudahan yang diberi oleh desa adat kepada krama desa ini disalahgunakan oleh salah satu krama desa sehingga hal ini ditindak oleh pihak desa adat.

 Bermula dari salah seorang krama desa yang hendak melakukan kredit uang di LPD Desa Adat Patas, kreditnya sesuai kesepakatan akan dijamin oleh pihak desa adat, dengan syarat besaran pinjaman yang diberikan maksimal sebanyak lima juta rupiah dan dicicil tepat pada tanggal jatuh temponya. Lewat dari tanggal jatuh tempo maka pihak krama desa yang melanggar harus bersedia menerima sangsi yang diberikan. Awalnya semua berjalan dengan baik, hingga pada saat tanggal jatuh tempo kredit tiba, pihak krama yang melakukan pinjaman tidak kunjung melakukan pencicilan selama beberapa kali tunggakan, sehingga membuat pihak desa adat harus memberikannya sangsi karena tidak mematuhi perarem yang diberikan. Pihak desa Adat kemudian memberikan sangsi berupa pengucilan atau tidak memberikan layanan sedikitpun kepada krama desa yang melanggar aturan (tidak akan dihadiri oleh pihak desa adat saat pihak krama menggelar sebuah upacara yadnya, termasuk acara yang digelar tidak akan dipuput atau dipandu oleh pemangku desa Adat) selama kreditnya belum dilunasi.

Suatu hari krama desa yang melakukan pelanggaran tersebut menggelar sebuah upacara yadnya yakni 3 bulanan dan mepandes. Karena saat itu terjadi ketidaktahuan pemangku bahwa pihak penyelenggaraa  upacara bermasalah di desa adat dan kurangnya komunikasi antara pemangku tersebut  dengan pihak desa adat, secara tidak langsung pihak pemangku adat memandu atau muput upacara yadnya dirumah krama yang melanggar tersebut. Krama desa lainnya yang mengetahui bahwa penggelar upacara yadnya ini sedang bermasalah di desa Adat, namun pemangku memberi layanan ke krama yang bermasalah ini kemudian dilaporakna ke pihak desa adat karena merasa pemangku ini melanggar awig-awig yang ditetapkan di desa adat Patas.

  Beberapa hari setelah pemangku tersebut ketahuan memandu upacara di rumah krama yang melanggar tersebut kemudian dipanggil oleh pihak desa adat untuk diintrogasi dan diberikan sangsi atas pelanggaran yang dilakukan. Setelah bermusyawarah dengan pihak prajuru dan pemerintah desa adat maka diputuskan bahwa hukuman atau sangsi yang semula diberikan kepada krama yang melanggar ini kemudian dibalikkan ke pemangku yang melanggar awig-awig. Pemangku tersebut diberi sangsi oleh pihak desa adat yakni tidak diperbolehkan untuk memuput atau memandu semua jenis upacara yadnya di desa Adat Patas, termasuk odalan di kahyangan 3 dalam kurun waktu 1 tahun penuh, karena pemangku ini telah melanggar awig-awig yang berlaku. Namun setelah 1 tahun pemangku ini sudah boleh lagi melakukan tugasnya di  desa adat.

Daftar pustaka

Yusmaini Eriawati. "POLA TATA RUANG BANGUNAN, RUMAH-RUMAH DAN FUNGSI DI DESA ADAT PENGOTAN KABUPATEN BANGLI [Building Spatial Pattern, Houses and Functions in Pengotan Village, Bangli Regency]" , Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat, 2018.

Made Ratna Witari, I Nyoman Widya Paramadhyaksa, Ni Made Yudantini. "Variasi Pemanfaatan Tanah Pelaba Pura Dalem Di Desa Adat Kesiman, Denpasar" , Mudra Jurnal Seni Budaya, 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun