Mohon tunggu...
Susanti Hara
Susanti Hara Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pendidik yang suka berkreasi

Pembelajar aktif yang senang untuk terus berpartisipasi dan berkreasi untuk memberikan warna pada kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Serunya Proses Syuting bersama Anak-anak Luar Biasa

13 Desember 2019   06:23 Diperbarui: 13 Desember 2019   06:28 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bu, tadi ke mana? Ibu enggak ada. Tadi ada Kak Vinly sama temennya yang dari Jakarta. Terus aku tadi dapat nasi hokben sama tempat minum yang tahan panas bu, terus ada Ka Timo sama temannya ..."

Ungkapan tersebut bukanlah salah satu bahan naskah untuk syuting. Namun sebuah pesan yang penulis terima pada hari Rabu, 11/12-2019 melalui WhatsApp. Pengirim pesannya merupakan alumni salah satu Sekolah Luar Biasa yang pernah mengikuti kegiatan pelatihan soft skill siap kerja di sekolah tempat penulis mengajar, SLB-B Sukapura.

Pada hari tersebut, penulis memiliki tugas untuk mengurus data UN di luar sekolah. Sehingga tentu saja kami tidak bisa bertatap muka seperti hari Rabu biasanya dia datang ke sekolah.

Pelatihan Soft Skill Siap Kerja/dokpri
Pelatihan Soft Skill Siap Kerja/dokpri
Sebuah pesan sederhana yang memiliki banyak cerita penyertanya. Salah satunya adalah kegiatan syuting yang berlangsung sejak Selasa, 10/12-2019 di sekolah untuk mengabadikan kegiatan para siswa berprestasi.

Persiapan pengambilan video di salah satu ruangan - Dok. Susanti Hara
Persiapan pengambilan video di salah satu ruangan - Dok. Susanti Hara
Pengirim pesan yang sebenarnya datang seminggu sekali, setiap Rabu pukul 11.00 WIB untuk mengikuti kegiatan belajar coding, tidak mengetahui kalau yang dia sebut "temannya yang dari Jakarta", merupakan tim kerja dari organisasi non-pemerintah internasional yang sangat mendukung kemajuan anak-anak, salah satunya anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus, atau juga mereka yang sering dikatakan difabel.

Pose bersama tim kreatif dengan salah satu siswa tunagrahita berprestasi/dokpri
Pose bersama tim kreatif dengan salah satu siswa tunagrahita berprestasi/dokpri
Kedatangan tim kerja kreatif dari Jakarta ke tempat tugas penulis merupakan salah satu kegiatan untuk mendokumentasikan prestasi beberapa siswa serta kegiatan mereka sehari-hari. Pada hari pertama, dari mulai pagi hingga sore, ada beberapa kegiatan syuting yang sempat penulis lihat, misalnya saja mendokumentasikan kegiatan di sekolah, mendokumentasikan prestasi siswa yang pernah berhasil meraih kejuaraan hingga luar negeri, serta wawancara dengan berbagai pihak di sekolah.

Pengondisian arena pengambilan gambar - Dok. Susanti Hara
Pengondisian arena pengambilan gambar - Dok. Susanti Hara
Baiklah, hari pertama berjalan dengan antusiasme seluruh peserta didik di sekolah. Lantas, bagaimana dengan hari kedua?

Pada hari kedua, pada jam pertama, begitu penulis sampai ke sekolah, tim kerja dari Jakarta yang mengambil dokumentasi ini tampak sedang sibuk di lapangan olah raga. Mereka menyiapkan segala sesuatu untuk kepentingan pengambilan gambar atau video. Penulis pun hanya memantau sesekali di sela mengerjakan tugas lainnya.

Taraaa, dan sangat diluardugaaan, ketika salah satu dari tim kreatif meminta saya menjadi bagian dalam kegiatan. Baiklah, untuk mengefektifkan waktu saya mengikuti arahan mereka.

Namun, ada hal lain tanpa pernah saya duga. Ada satu momen, mereka meminta untuk mengumpulkan semua anak dalam satu lingkaran. Ewowowow, mendadak rasanya kaku otak. Duh, kebayang kalau mengumpulkan semua peserta didik dari mulai kelas TKLB-SDLB-SMPLB-SMALB. Sekitar 40 peserta didik. 

Tempat kita bertumpu tidak akan muat. Maklumlah, tempat berkumpul tersebut paling hanya bisa untuk 10-20 anak.

Bersyukurlah, semua peserta didik memiliki kesibukan masing-masing. Untuk mengarahkan mereka berkumpul pada satu titik bukanlah hal mudah. Bersyukurnya lagi, tim kreatif begitu fleksibel. Mengambil momen kebersamaan dengan kelas kecil mereka anggap cukup. Yeee!

Eits, tak secukup itu. Mereka memberikan konsep, tapi dalam pelaksanaannya, yah, penulis sebagai pelaksana harus mengondisikan situasi. Duh... duh... duh!

Yups! Sadar waktu terus bergerak tiap detiknya, dalam pikiran penulis sebagai pelaksana saat itu, pokoknya lakukan yang terbaik!

Syalalala, seumur hidup penulis tidak pernah membayangkan berada dalam situasi khusus. Dalam sepersekian detik, menit harus bisa mengendalikan keadaan agar kerja dapat tuntas dengan baik.

Baiklah! Saya dalam situasi harus berinteraksi dengan berbagai kekhususan peserta didik kelas kecil. Dimana seharusnya mereka mendapatkan pelayanan kekhususan yang berbeda. Dan biasanya mereka belajar dengan guru kelas masing-masing.

Sepersekian menit mencermati situasi, harus berinteraksi dengan berbagai hambatan peserta didik, ada tunarungu, tunanetra, tunadaksa, autis, tunagrahita, dalam waktu bersamaan, dalam satu permainan, benar-benar menjadi tantangan tersendiri.

Berbagai karakter peserta didik-Dok. Susanti Hara
Berbagai karakter peserta didik-Dok. Susanti Hara
Hingga bermunculan beberapa ide permainan mengisi kepala, seperti permainan cublak-cublak suweng, permainan menulis di udara, senam otak, dll. Saat permainan cublak-cublak suweng, permainan begitu lancar. Semua anak antusias, apapun perbedaan di antara mereka.

Permainan Cublak-cublak Suweng-Dok. Susanti Hara
Permainan Cublak-cublak Suweng-Dok. Susanti Hara
Pada saat permainan kedua, menulis di udara, sempat sejenak penulis merasa gamang. Di antara anak-anak tersebut, ada salah seorang yang tunanetra atau mengalami hambatan penglihatan, lha dia kan tidak bisa melihat. Terus...

Ya, permainan jalan terus karena melihat antusiasme anak lain yang memiliki indera penglihatan dapat berkegiatan dengan baik.

Permainan kelas kecil/Dok. Susanti Hara
Permainan kelas kecil/Dok. Susanti Hara
Ups! Ada hal luar biasa. Sangat tak terduga. Saat permainan menulis huruf di udara, anak bergiliran mendapatkan kesempatan untuk menuliskan huruf di udara dan teman lain menebaknya. Begitu ditanya siapa mau mendapat giliran, seorang anak autis berkebaya putih mengacungkan tangan.

Detik itu juga tanpa terucap, rasa syukur mengalir menyaksikan perubahan anak yang biasanya tantrum tanpa kejelasan, melukai orang lain dengan cakarannya, pada hari dimana di Bandung terkenal dengan Rebo Nyunda, saat pengambilan gambar berlangsung, anak yang memiliki gangguan perkembangan itu begitu tenang mengikuti permainan.

Bahkan menunjukkan antusiasme dan keseriusan berkegiatan. Dengan percaya diri, dia mengacungkan tangan untuk menjadi salah satu partisipan dalam permainan tebak-tebakan menulis huruf di udara.

Hingga kegiatan usai, rasanya begitu lega. Kurang lebih 2 hari hitungan waktu kegiatan belajar mengajar di sekolah, kehadiran tim kreatif pengambil gambar gerak, audio, dan visual ini, menjadi penilaian tersendiri menghadapi berbagai perbedaan anak. Mereka berbeda, seringkali mereka tak tertebak arahnya.

Tapi mereka mampu berempati dengan menunjukkan perkembangan sikap positif dalam hal-hal yang tak terduga. Hal seperti ini tentunya menjadi catatan perkembangan khusus seorang anak bagi seorang pendidik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun