Mohon tunggu...
Susanti Hara
Susanti Hara Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pendidik yang suka berkreasi

Pembelajar aktif yang senang untuk terus berpartisipasi dan berkreasi untuk memberikan warna pada kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cerita Seru Angkatan '80-’90 dalam Peluncuran Dilan 2

16 Juli 2015   04:03 Diperbarui: 16 Juli 2015   04:43 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antusiasme ratusan remaja di Launching Dilan 2, karya Pidi Baiq, membuat saya sangat tertegun. Jujur saja, tak jarang saat ada launching buku atau novel, hadirin yang datang bisa dihitung jempol. Kali ini, berbeda sekali dengan acara peluncuran buku yang pernah saya datangi sebelumnya.

Menurut saya pribadi, ini menandakan remaja Indonesia gemar membaca. Namun, mungkin tergantung apa yang dibacanya. Bisa jadi, karya penulis yang sering kali berkata menggunakan kata aing, bahasa Sunda yang berarti saya dalam bahasa Indonesia ini memang benar-benar “menghibur”. Mengajak remaja bebas lepas dari beban keseharian rumitnya puluhan pelajaran di sekolah.

Acara yang diawali dengan sambutan Benny Rhamdani selaku editor ini benar-benar meriah. Selain ada lomba live tweet, ada juga lomba mirip Dilan dan Milea melalui twitter. Sebelum acara dimulai, di area Rumah The Panas Dalam, para remaja yang sudah setia menunggu begitu asyik mengobrol dengan temannya. Tampak dari mereka siswa yang masih mengenakan seragam putih abu. Bisa jadi mereka belum sempat pulang ke rumah dan langsung datang ke tempat acara supaya tidak terlambat. Sama, saya juga tak sempat pulang ke rumah. Selesai acara penutupan Pelatihan Kurikulum 2013, langsung tancap ke tempat acara. Dan tampak remaja yang begitu setia menantikan mulainya acara.

“Respon pembaca Dilan itu banyak. Bukunya pun meledak,” sambutan dari Benny Rhamdani yang disertai paparan habisnya buku-buku Dilan di beberapa toko buku.

Dalam peluncuran Dilan 2, terdapat 3 narasumber (Kang Koyak, Kang Ian P Project, Pidi Baiq) yang membuat suasana meriah makin hangat dengan pemaparannya mengenai angkatan tahun ’70, ’80 an, dan ‘90an. Dalam satu panggung, mereka menceritakan masa indah zaman dulu.

[caption caption="3 generasi dalam satu panggung (pembawa acara, Kang Koyak, Kang Ian P Project, Pidi Baiq) - Dok.SusantiHara "][/caption]

“Tahun '80an, angkatan yang survive, tidak ada galau, udara masih berembun,” ungkap Kang Koyak sebagai pendiri Rumah The Panas Dalam. “Anak zaman ’80 an bodoh-bodohan tapi banyak yang sukses. Kenapa? Karena mereka bisa survive.”

Saat menceritakan tentang geng motor zaman dulu yang erat kaitannya dengan cerita dalam buku Dilan 2, Pidi Baiq mengeluarkan jurus candaannya yang membuat gelak tawa seluruh pengunjung The Panas Dalam, “Zaman dulu yang terkenal XTC, sekarang saingannya MTC, ITC, BTC, hhee.”

Tentu sudah hapal, bukan, kalau yang disebutkan itu nama-nama mall/ tempat berbelanja modern yang sudah sangat terkenal.

Angkatan ‘80an kalau apel hanya malam minggu. Gaya geng motor disebut jeger, namanya per wilayah. Misalnya saja BBC untuk menandai geng motor dari Buah Batu.

Dalam acara ini saya menjadi lebih mengenal kehidupan angkatan sebelum saya. Keterbatasan keadaan membuat mereka kreatif dalam melakukan sesuatu. Zaman dulu kalau berantem tidak main keroyokan ramai-ramai, tetapi lebih satu lawan satu. Beda sekali tentunya dengan zaman sekarang.

Ramaja zaman sekarang kalau ada masalah berujung pertempuran hingga seluruh teman satu sekolah turun andil membela teman.

Dalam acara ini pula, Pidi Baiq menceritakan proses kreatifnya membuat buku Dilan. Ternyata oh ternyata, Pidi Baiq melakukan riset dengan mewawancarai MILEA, tokoh novel, terus mengumpulkan data dibuat per bab, dan tanya jawab tentang perasaan Milea. Sayangnya, di buku kedua, Milea menutup perasaannya. (Wajar kali ya, kenangan memang bukan untuk diumbar, apalagi cewek itu rada sensitif, #eh, hehe)

Bahkan, penulis bergaya cuek ini mengungkapkan rencananya membuat buku ketiga, Dilan akan bicara, bersuara, bagaimana Dilan mengajak Milea ke Taman Makan Pahlawan. (Cerita klasik tapi pasti bakal romantis. Yailah, kan, cerita cinta)

Hayo, siapa yang belum tahu Taman Makam Pahlawan di Bandung?

Oya, dalam acara ini saya jadi tahu bagaimana suasana puasa zaman dahulu. Istilah buka puasa bersama zaman dulu itu tidak ada, penanda waktu buka puasa adalah bunyi sirine di Hotel Savoy Homan.

Ada pertanyaan dari peserta yang sebenarnya saya juga penasaran, “Apakah Dilan akan difilmkan?”

Dan jawabannya adalah, Pidi Baiq tidak mau Dilan difilmkan karena takut merubah persepsi atau ekspektasi pembaca. Kalau nanti difilmkan kemudian ceritanya dibuat terlalu indah, tentu ini akan bertentangan dengan cerita Dilan.

Peluncuran buku Dilan 2 ditutup dengan cara unik. Ada revisi berjamaah pada halaman tertentu isi novel. Beruntung bagi yang hadir karena jadi tahu ada kekeliruan hari dari tanggal, bulan, dan tahun pada halaman 80, dll. Susahnya mau minta foto dan tandatangan karena harus berbuka puasa terlebih dahulu, lau sholat, kemudian baru lanjut eksis minta tanda tangan atau foto bareng. Hal ini membuat saya tidak kebagian tandatangan karena harus segera kembali ke sekolah, menghadiri acara buka puasa bersama bareng siswa di sekolah. Kecewa sih, tapi tak apalah. Pasti ada kesempatan lain. :)

Meski saya belum membaca tuntas novelnya, tapi dari testimoni seorang cewek yang hadir dalam acara itu, saya jadi tahu kalau buku ini recomended buat orang yang mau move on.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun