Mohon tunggu...
Susanna Bahri
Susanna Bahri Mohon Tunggu... mahasiswa -

Public Relations - Aktivis - Muda, Berkarya, Berjaya | @susanbahri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keluarga: Media Pendidikan paling Dasar

18 Februari 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:29 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika, adzan maghrib berkumandang, "Allahu akbar Allahu akbar...", ketika itu pula adikku ini berkata, "kak, sholat yok...", aku yang pada hari itu sedang tidak diizinkan sholat oleh fisikku karena sedang dalam jadwal bulanan, hanya mampu menjawab, "adik duluan ya... kakak lagi ga sholat". Spontan adikku menanggapi dengan wajah seriusnya yang berusaha meyakinkan atau mungkin lebih tepatnya mengancam, "kalau ga sholat, nanti masuk neraka, kapok lah kakak!"

Aku yang menghabiskan waktuku dengan berusaha mencatatkan namaku dalam sejarah peradaban manusia -setidaknya agar aku tidak hanya numpang lewat di Bumi ini- jarang sekali berada di rumah. Aku kerja, aku kuliah, aku organisasi, semua kujalani tanpa melupakan ibadahku. Hingga suatu ketika aku terpuruk dan jatuh sakit. Aku pulang ke rumah dalam keadaan tangis yang membuncah, menderai-derai membasahi bajuku, bukan lagi hanya pipiku. Saat itu aku merasakan sakit luar biasa, sakit lahir bathin. Rasanya ketika itu aku ingin meng-cut semua aktivitasku, memilih menjadi gadis rumahan yang semua aktivitasnya dihabiskan di rumah, atau lebih tepatnya di kamar. Sehingga, bila semua itu terjadi, hilanglah tekad awalku yang ingin 'mencatatkan namaku dalam sejarah' menjadi 'sosok yang hanya bisa memperhatikan sejarah'. Ibuku yang luar biasa itu, datang menghampiriku, membujukku, merayuku, setidaknya hingga ia dapatkan alasan kenapa aku menangis terisak seperti itu. Ayahku yang semangatnya sedemikian hebatnya pun menghampiriku lalu berkata, "tidak ada manusia yang berhak putus asa, kita hanya mampu berusaha mewujudkan niat lalu kemudian men-tawakkal-kan segalanya hanya kepada Allah swt". Kemudian mereka meninggalkanku, membiarkan aku sendiri, mungkin bermaksud agar aku berupaya menyelesaikan masalahku dengan kebijaksanaan dan kedewasaanku. Ya... kurasa begitu.

***

Kisahku di atas hanya ilustrasi kecil yang menggambarkan bagaimana pentingnya pendidikan dalam keluarga yang merupakan media pendidikan paling dasar dalam proses penciptaan pribadi manusia yang unggul. Semoga kita bisa memberikan pendidikan terbaik bagi anggota keluarga kita di rumah ^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun