Keberhasilan transformasi pendidikan tinggi adalah faktor kunci agar perguruan tinggi dapat berkiprah dalam kompetisi global. Restrukturisasi, rekonstruksi, reposisi, dan revitalisasi berbagai fungsi serta komponen organisasi diperlukan dalam proses transformasi ini. Secara garis besar, ada tiga prasyarat keberhasilan transformasi perguruan tinggi. Pertama, penyelarasan secara bertahap struktur kelembagaan (program dan sumber daya) dengan perilaku civitas akademikanya untuk mencapai kinerja yang ditargetkan (performance). Setiap anggota civitas akademika harus mempunyai komitmen terhadap target mutu, ketepatan waktu, dan efektivitas program. Kedua, orientasi proses akademik pada pelayanan dan kepuasan stakeholders. Ketiga, kemampuan untuk menerapkan management best practice dalam pengelolaan dan pengembangan perguruan tinggi. Munculnya kesadaran bahwa bangsa ini memerlukan perguruan tinggi yang dapat diandalkan dalam kompetisi global merupakan faktor penting dalam memulai suatu perubahan. UU Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan pendidikan memperoleh 20% dari APBN merupakan peluang untuk melakukan transformasi pendidikan tinggi di negara ini. Namun, diperlukan keberanian untuk melakukan perubahan, do the right thing right at the first time merupakan semboyan yang harus didengungkan. Perguruan tinggi harus mengembangkan dirinya dan menyerap keterampilan management best practice sehingga dapat menjalankan. good university governance. Dalam menjawab pertanyaan mengapa perguruan tinggi di negara ini belum dapat menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di pasar tenaga kerja global dan bagaimana pengalamannya, maka dapatlah dikatakan bahwa secara umum persoalan ini berkaitan dengan kompetensi lulusan. Proses belajar yang berlangsung di kampus seharusnya memberikan jaminan mutu pada ketiga faktor kompetensi knowledge, skill, dan attitude. Ketidakmampuan bersaing ini secara dominan disebabkan adanya kesenjangan antara kualifikasi yang diperlukan dengan kompetensi lulusan.
Perpustakaan di perguruan tinggi juga tidak kalah pentingnya dan punya peran yang sangat besar dalam merintis gelar kesarjanaan. Mahasiswa bisa berlama-lama di perpustakaan untuk mendapatkan buku-buku referensi yang ada di perpustakaan saat menyelesaikan tugas kuliah, menulis makalah, menyusun skripsi, hingga membuat proposal penelitian. Akan sangat mustahil, karya ilmiah mahasiswa menjadi lebih baik bila referensi yang digunakan tidak lengkap dan pilihan terbatas.
Pelayanan yang diberikan oleh pustakawan juga cukup memuaskan dengan memberikan panduan mencari buku-buku yang diinginkan berdasarkan pengelompokan buku-buku. Mulai dari kelompok ilmiah hingga fiksi. Pengelompokan ini tentu saja memudahkan pengunjung untuk mencari referensi yang diinginkan, dan tidak terjadi penumpukan pengunjung pada satu tempat yang justru mengganggu suasana perpustakaan. Tetapi idealkah perpustakaan yang ada saat ini? Sulit menjawab pertanyaan ini, bila tidak melihat beberapa faktor yang menunjang, apalagi masing-masing perpustakaan memiliki kekurangan dan kelebihan.
Pepohonan rindang dengan penataan ornamen taman yang menyiratkan bentuk campur tangan kaum intelektual yang kompetensi di bidangnya. Begitu asri lingkungan,contohnya kampus biru, Universitas Gadjah Mada menular ke berbagai elemen penting pendukung civitas akademika ini. Tujuan penghijauan kampus adalah konsep area yang memperhatikan isu lingkungan di dalamnya. Buktinya, konsep kampus hijau ini sudah disusun di era kepemimpinan mantan rektor (alm) Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H. Bangunan secara fisik tentu saja menjadi hal pertama yang dapat dilihat dan diamati. Dari segi fasilitas, idealnya sebuah universitas memiliki sarana lengkap dari ruang perkuliahan, laboratorium, perpustakaan, aula, dan berbagai sarana yang selalu ditunjang dengan faktor lingkungan seperti kenyamanan, keteduhan dan selalu enak dipandang mata. Jika biasanya bangunanperpustakaanitu pada umumnya bersifat tertutup dengan deretan rak buku yang tertata dengan rapi, maka suasana sedikit berbeda terlihat jelas dalam bayangan penulis apabila perpustakaan kampus dibuat menyatu dengan alam tanpa menyingkirkan adanya keberadaan e-lib sebagai partnership yang seimbang. Dalam dunia arsitektur, tampilan bangunan yang menyatu dengan alam adalah suatu hal yang menarik.
Adapun bangunan itu sendiri juga harus mampu memberikan kesan menyatu dengan alam dan diharapkan dapat memberi kenyamanan tinggal.Julukan arsitektur bangunan bio mungkin agak tepat menggambarkan idealis penulis yang ingin diterapkan pada konsep perpustakaan UGM ‘nantinya’. Julukan arsitektur beriklim bio telah populer pada tahun 1950-an dan mengingatkan kita pada berbagai proyek dari Frank Lloyd Wright.
. Biasanya, arsitektur yang menganut prinsip demikian ditandai pemakaian banyak materi kayu, teras-teras atau balkon yang memberikan bayangan pada bangunan.Jelas dalam bayangan penulis, terdapat cikal bakal sebuah bangunan kokoh  lantai tujuh bahkan bisa dua atau tiga puluh,  berdiri tegak ditegah-tengah rimbunnya pepohonan dengan bentuk atap sedikit berbeda dengan biasanya yang justru terbuka keatas. Bangunan ini yang environmentally-responsive tropical building dengan penerapan teknik bioclimatic design termasuk sistem passive rendah-energi, bangunan yang respon terhadap iklim dan konfigurasi bentuk, sistem fasad yang efektif serta penerapan landskap bioklimatik.
Seluruh bangunanperpustakaanberlantaikan kayu dan triplek dimana pada bagian fasadnya dilapisi dengan fiberglass. Terasa unik memang membaca buku didalam ruangan yang seluruhnya terbuat dari kayu ditengah-tengah rimbunnya pepohonan serta angin sepoi-sepoi yang semilir melintasi bukaan besar pada bagian atap. Terdapat rak buku pada kedua sisi ruangan dengan pintu serta tangga berada tepat ditengah-tengah rak buku terlihat begitu menyatu. Terdapat teras kecil bersifat terbuka pada bagian depan bangunan difungsikan sebagai ruang santai yang terlihat begitu nyaman bersentuhan langsung dengan hijaunya dedaunan.
Tidak hanya itu, bangunan yang diharapkan membuat pengunjung yang sebagian besar mahasiswa ini merasa betah,  mungkin akan banyak memiliki unsur penyejuk yakni pengudaraan alami melalui sejumlah bukaan di setiap sudut ruang. Pemakaian bahan bangunan yang alami dalam bangunan konsep bio mampu beradaptasi terhadap iklim tropis. Pemanfaatan banyaknya material alam dalam arsitekturnya membuat tatanannya terasa menyatu dengan konsep bangunan tropis Indonesia. Konsep ini digolongkan cukup baik secara ekologis terhadap lingkungannya yang akhirnya mampu mengurangi biaya konsumsi energi, sekaligus memberi keuntungan kepada pihak universitas. Penggunaan elemen kayu,batu alam, dan air dalam sebuah bangunan kerap digunakan dalam arsitektur bangunan semacam ini. Unsur logam sebisa mungkin dihindari sehingga dapat menambah alami arsitektur bangunan ini. Pemakaian air terjun atau falling water dengan teknik alami dan pemilihan batu alam yang rustic (tidak beraturan) dan irregular menjadi ciri bangunan bio lainnya. Pemilihan lokasi yang tepat sehingga memberi arah pandangan (view) berupa gunung, danau, atau hutan pada arsitektur bangunan bio akan semakin selaras bila diterapkan di daerah pedesaan atau perkotaan dengan banyak pepohonan rindang. Berdasarkan penjelasan mengenai bangunan di atas, dapat kita lihat hubungan arsitektur dengan alam dimana mereka saling melengkapi dan membawa kekesinambungan antara bentuk bangunan dan interiornya. Bangunan bernuansa tropis menggunakan benda-benda dengan elemen-elemen alam semakin memperjelas bagaimana hubungan antara arsitektur dengan alam. Aktivitas keberadaan perpustakaan yang bernuansa alam belumlah lengkap tanpa untaian simphoni. Survei banyak membuktikan bahwa musik merupakan hiburan yang bukan sekedar hanya menghibur namun meningkatkan intelegensi. Seseorang dimungkinkan mendapatkan karakter dia sendiri dengan mendengarkan atau bahkan memainkan alat musik.
Menurut Campbel, musik mampu menghasilkan stimulan yang bersifat ritmis. Stimulan ini kemudian ditangkap oleh pendengaran kita dan diolah di dalam sistem saraf tubuh serta kelenjarotak yang mereorganisasikan interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarnya. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Kedua,musik dapat meningkatkan intelegensi karena rangsangan ritmis mampu meningkatkan fungsikerja otakkita. Ritme internal yang dihasilkan music membuat saraf-saraf otak bekerja, rasa nyaman dan tenang yang distimulasi music membuat fungsi kerja otak bekerja optimal. Bila hal ini sering dilakukan, fungsi kerja otak kita akan semakin prima, sehingga kemampuan berpikir kita lebih jernih dan fokus serta bisamencegah kepikunan(alzheimer). Perlu kita ketahui bahwa bagian kanan otak kita berkaitan dengan kecerdasan dan perkembangan artistikdan kreatif, bahasa, musik, imajinasi, warna, pengenalan diri, sosialisasi dan pengembangan kepribadian. Karena itu, rangsangan ritmis dari musik yangdiperdengarkan juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, meningkatkankreativitas, serta meningkatkan konsentrasi dan daya ingat kita. Ketiga, musik bisa menimbulkan reaksi psikologis yang dapat mengubah suasana hati dan kondisiemosi,sehingga musik bermanfaat sebagai relaksasi yang dapatmenghilangkan stress,mengatasikecemasan,memperbaiki mood.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga: 766), “music: 1. seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; 2. nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan bunyi-bunyian). Sementara kata klasik, masih menurut KBBI (edisi ketiga: 574) berarti: karya sastra yang bernilai tinggi serta langgeng dan sering dijadikan tolak ukur atau karya sastra aman kuno yang bernilai kekal. Lalu apa kaitannya nada dan iarama yang bernilai kekal ini dengan pembelajaranatau aktivitas di perpustakaan?
Musik klasik, sebagaimana disebutkan di atas, dapat memberikan dampak yang positif terhadap emosi kita. Bagaimana bisa? Menurut Merrit (2003:133-143), berbagai bentuk emosi seperti nostalgia atau ketegangan, bisa merangsang keterkaitan sel-sel saraf di dalam otak. Perasaan dan informasi mengalir bersama dengan cara yang baru, membawa serta keterkaitan yang kreatif. Pada mulanya pengaruh emosi berbentuk kesan bawah sadar, kemudian kesan tersebut akan mengaktifkan sejumlah kenangan dan membawanya ke dalam alam sadar. Oleh karena itu, dengan memperdengarkan karya musik klasik yang bisa meningkatkan konsentrasi belajar seperti karya Mozart: Sonata dalam nada A mayor KV.331, Sonata dalam nada B flat mayor KV.570, Adagio, Sonata dalam nada C mayor KV.545, Andante ataupun judul dan komposer musik klasik lainnya; diharapkan mampu menghilangkan kejenuhan yang dialami para pengunjung setelah sekian lama berkutat dengan bacaan dan dapat segera berkonsentrasi kembali setelah sejenak menikmati alunan musik klasik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H