Sekolah Lapangan (SL) Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu atau disingkat SL-PHT merupakan suatu metode penyuluhan yang memadukan teori dan pengalaman petani dalam melakukan kegiatan usaha tani. Konsep ini dilandasi oleh kesadaran petani akan arti pentingnya tuntutan ekologis dan pemanfaatan sumberdaya manusia dalam pengendalian hama.Â
Program kegiatan Inisiatif Peningkatan Pemberdayaan Pedesaan dan Pengembangan Pertanian (Rural Empowerment and Agricultural Development Scalling-up Innitiative - READSI) melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2022 telah mengalokasikan dana untuk mendukung kegiatan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (SL-PHT) di 12 desa pada kabupaten Kupang dan kabupaten Belu.
 Kepala Bidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Ir. Abraham Y. Letik, M.Si selaku penanggungjawab Program READSI di Provinsi Nusa Tenggara Timur,  sangat mendukung program READSI karena memiliki tujuan yang mulia yaitu memberdayakan rumah tangga petani dipedesaan baik secara individu maupun kelompok, dengan ketrampilan, membangun rasa percaya diri dan pemanfaatan sumberdaya untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya.
Desa Tuakau merupakan salah satu desa pelaksana Program READSI di kabupaten Kupang yang melaksanakan kegiatan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dengan peserta sebanyak 25 orang yang merupakan anggota kelompok tani Tirosa. Pendamping kelompok adalah Dolan Isakus Ataupah  (fasilitaor desa program READSI) dan pembawa materi Thomas Johanis Weu (P3K eks POPT).
Pada pertemuan kegiatan Sekolah Lapangan (SL) Pengendalian Hama Terpadu yang ke- 9, hari Kamis tanggal 31 Maret 2022 telah dilakukan pengamatan dilokasi LL (laboratorium lapangan) terhadap tanaman padi varietas Ciherang (label biru) yang saat ini telah berumur 60 hst dan ditemukan adanya penyakit blast (disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea) dengan penampakan visualnya berupa bercak coklat.Â
Menurut Thomas (P3K eks POPT), pengendalian penyakit blast ini sudah dilakukan dengan menggunakan Agensia Pengendali Hayati (APH) pada pertemuan ke-8. APH yang dipakai berupa ekstraksi / campuran antara tanaman sereh merah dan  lidah buaya sebagai perekat. Namun sampai dengan pertemuan ke-9 kemarin, luas serangan meningkat sampai dengan 40 %. Meningkatnya luas serangan penyakit blast disebabkan karena kelembaban yang relative tinggi dilokasi pertanaman kelompok tani Tirosa.Â
Sehingga untuk pengendaliannya, Thomas (P3K eks POPT) telah menghubungi UPT Proteksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT untuk mendukung pengendalian penyakit blast dengan menggunakan fungisida Tyopsin 70 WP (dosis 2 gram per liter).
Menurut Thomas (P3K eks POPT), pengendalian saat ini dengan menggunakan fungisida masih dapat direkomendasikan karena kondisi tanaman yang belum keluar tangkai malainya.
Pembelajaran yang dipetik dari pengamatan hari ini yaitu bahwa tingkat serangan hama dan penyakit pada tanaman juga sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu pemilihan tindakan preventif terhadap serangan hama atau penyakit pada tanaman perlu dilakukan sedini mungkin, sehingga tidak menyebabkan kehilangan hasil yang lebih besar.
Semoga Petani kita Maju dan Produksi meningkatÂ
-Susana Laning-
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H