Mulanya kepercayaan suku Bugis menganut keyakinan lokal animisme dan dinamisme yang mempercayai adanya kekuatan besar yang mengatur segala sesuatu di bumi. Namun setelah agama Islam datang, terdapat beberapa tradisi yang mulai bergeser atau menjadi perpaduan antara tradisi budaya lokal dengan unsur-unsur Agama Islam sejak abad ke-16. Terdapat sistem religi dan upacara lain diantaranya:
- Kepercayaan To Lotang yang didirikan oleh La panaungi yang melanjutkan ajaran dan melakukan pemujaan terhadap dewata sawwae.Â
- Mabbarazanji yang merupakan sebuah kegiatan yang harus ada dalam perayaaan acara besar keluarga seperti pada acara pernikahan, aqiqah, naik haji, kematian, dan acara syukuran keluarga.
- Songkabala, biasanya dilakukan pada malam hari sebelum waktu Maghrib. Upacara tersebut sejalan dengan kepercayaan masyarakat Bugis yang meyakini bahwa peralihan menuju matahari terbenam adalah saat makhluk tak kasat mata berkeliaran.
- Ammateang yang diadakan ketika seseorang di suatu desa meninggal. Keluarga, kerabat dekat, bahkan kerabat jauh, serta orang-orang di sekitar rumah almarhum, datang berkunjung. Upacara ini dipimpin oleh seorang Bissu yang juga berperan sebagai pemimpin adat.
- Sigajang Laleng Lipa yaitu upacara adat untuk laki-laki Bugis ketika ingin menyelesaikan suatu permasalahan. Upacara ini merupakan pertarungan menggunakan senjata tradisional yang disebut Badik. Sebelum upacara, ada ritual khusus yang harus dilakukan untuk menghindari hal-hal buruk yang mungkin terjadi.
- Attauriolong, merupakan bentuk nasehat leluhur dan pemahaman terhadap nilai-nilai lokal dalam masyarakat Bugis.
2. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Suku bugis merupakan suku yang menganut sistem "patron klien" atau sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Sedangkan untuk kekerabatan keluarga mereka menganut sistem "cognaticatau bilateral", seseorang yang ditelusuri melalui garis keturunan ayah dan juga ibu.Â
Kedudukan kaum perempuan tidak selalu di bawah kekuasaan kaum laki-laki, bahkan pada organisasi sosial yang berbadan hukum sekalipun, sehingga Suku Bugis adalah salah satu suku yang menjunjung tinggi hak-hak perempuan. Â Pepatah Bugis mengatakan,"Wilayah perempuan adalah sekitar rumah sedangkan ruang gerak laki-laki menjulang hingga kelangit". Artinya, laki-laki lah yang berkewajiban menafkahi keluarga dengan sekuat tenaga.Â
Adapun "Bissu" dalam sistem sosial yang merupakan kaum rohaniawan dalam kepercayaan Tolotang asli Bugis. Bissu menganggap bahwa dirinya tidak tergolong dalam jenis kelamin manapun. Peran Bissu dianggap sangat penting dan memiliki kedudukan status sosial yang tinggi. Suku Bugis mempercayai bahwa Bissu memiliki kekuatan supranatural dan dianggap sebagai orang sakti.Â