Mohon tunggu...
Susan Agustina Putri
Susan Agustina Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 - Pendidikan Sosiologi

Memiliki ketertarikan dalam dunia kepenulisan, khususnya pada media penyampaian informasi yang bersifat publik. Menyenangi hujan dan puisi, menikmati ujian dan kesudahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenal Seputar Mob Mentality si Pengikut Mayoritas!

13 Desember 2023   21:36 Diperbarui: 13 Desember 2023   21:46 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edit Gambar oleh Susan - Mob Mentality

Kalian tentunya pernah mengalami ketika berada pada suatu keadaan dimana suara mayoritas lebih dominan diikuti oleh banyak orang dibanding suara minoritas yang hanya ada segelintir orang di dalamnya. Tak hanya sampai di situ, bahkan jika kamu punya pemikiran yang hanya sedikit orang saja yang memihak, tetapi di sisi pemikiran lain kamupun percaya bahwa suara kamu bisa saja kalah dengan suara mayoritas. Maka jika dianalogikan, kejadian ini merupakan suatu kondisi yang dinamakan dengan Mob Mentality. Yuk simak pembahasan berikut!

• Apa itu Mob Mentality?

Mob Mentality merupakan suatu pola pikir yang cenderung mengikuti apa kata mayoritas. Bagi orang yang terpengaruh dengan kecenderungan ini, maka ia akan lebih sering menyetujui suatu keputusan apapun dari lingkungan sekitarnya. 

Orang yang terpengaruh terhadap kecenderungan ini pula, sebagian besar mengambil keputusan secara emosional dan bukannya rasional. Karena ia cenderung mengikuti suara mayoritas terbanyak, sehingga merasa tidak ada perbedaan antara dirinya dengan suara mayoritas. Maka dari itu, dikatakan emosional karena keputusan yang ia ambil berdasar pada perasaan yang apabila tidak mengikuti suara mayoritas maka dirinya seolah tidak lagi dianggap sebagai bagian dari lingkungan tersebut.

Seseorang yang mengambil tindakan rasional tersebut berorientasi agar dirinya tetap diterima oleh lingkungan sekitarnya yang nantinya dapat terus dipercaya, dianggap sepemikiran, dianggap tidak adanya perbedaan, dianggap terus solid, dan anggapan-anggapan lain. Orang yang berorientasi pada penerimaan orang lain ini, membutuhkan validasi untuk percaya diri dengan tampil sama dengan orang lain.

Padahal di lain sisi, orang yang memiliki pemikiran yang berbeda dari kebanyakan orang dapat memunculkan ide-ide baru dan terus berinovasi mengembangkan dirinya atas dasar pemikirannya tersebut yang nantinya akan direalisasikan melalui tindakan. Apabila orang ini mampu percaya diri atas dirinya sendiri tanpa berorientasi terhadap pandangan orang lain dan tidak terpaku pada citra di mata orang, maka orang tersebut tidak termasuk dalam kategori Mob Mentality.

• Alasan Terpengaruh

1. Tekanan Sosial

Dengan adanya pendapat yang berbeda dari kebanyakan orang yang lain, menimbulkan tekanan sosial di sekitarnya yang mendorong seseorang untuk terpengaruh dengan Mob Mentality. Tekanan sosial ini dapat timbul ketika seseorang mendapat intimidasi baik secara langsung maupun tidak langsung dari lingkungan sosialnya. Selain mendapat intimidasi, seseorang pula merasa tidak nyaman karena harus mengikuti lingkungan sosialnya yang lebih tinggi kedudukannya dibanding dirinya.

2. Krisis Identitas Diri

Ketika seseorang sedang mencari jati diri dan sering mempertanyakan sesuatu seperti halnya berkaitan dengan identitas dirinya, layaknya kepercayaan, nilai hidup, tujuan hidup, pengalaman, dan perasaan. Maka ia tidak memiliki pegangan teguh untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa setiap tindakan maupun perkataannya tidak masalah jika berbeda dengan orang lain. Perlu dipahami, bahwa manusia yang beragam maka beragam pula pola pikir yang ada pada manusia tersebut.

3. Self Awareness

Semakin seseorang memiliki self awareness atau kesadaran terhadap diri sendiri yang tinggi. Maka ketika kesadaran terhadap diri sendiri itu buruk, akan menimbulkan kesadaran bahwa pendapatnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pendapat mayoritas. Self awareness juga termasuk perasaan rendah diri yang tidak percaya diri.

4. Emosi yang Meningkat

Ketika seseorang terpengaruh emosi, maka nalurilah yang mengambil peran dominan. Ketika terpengaruh oleh emosi, maka kondisi ini dapat menyebabkan seseorang menjadi emosional dan tidak berpikir secara rasional. Merasa tersinggung karena adanya perbedaan dan selisih pendapat dapat menimbulkan emosi semakin bergejolak apabila tidak dihadapi dengan kepala dingin.

5. Tidak Memikirkan Benar & Salah

Ketika seseorang lebih mengikut suara mayoritas, maka ia tidak akan mempedulikan benar atau salahnya suatu kejadian. Ia akan menutup mata dan terus menganggap suara mayoritaslah yang benar. Bisa saja orang tersebutpun percaya bahwa suatu kejadian tidak dipandang baik maupun buruk, tetapi apa yang dipercayai oleh orang banyak.

6. Tidak Tanggung Jawab

Saat seseorang terpengaruh Mob Mentality, maka ia tidak akan memikirkan tanggung jawab atas perilakunya terhadap diri sendiri melainkan membebankannya kepada kelompok. Karena ia merasa memiliki kekeluargaan yang sangat erat, sehingga tanggung jawabnya dapat dipikul pula oleh teman kelompok yang sama pendapat dengan dirinya.

• Apa Bahayanya?

Sebetulnya, kecenderungan mengikuti mayoritas ini tidak salah selagi mayoritas yang kalian ikuti tidak salah. Kembali lagi kepada positif atau negatifnya. Sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Bahayanya akan terasa begitu dampak negatif merugikan banyak orang dan dipandang sebagai suatu kebenaran yang terus saja dilestarikan.

• Cara Menghindari & Tips

1. Bersikap tegas terhadap diri sendiri.

2. Memiliki prinsip dan berpegang teguh terhadap prinsip tersebut.

3. Jangan takut apabila berbeda dengan yang lain.

4. Jangan mudah terpengaruh hal negatif.

5. Jangan mudah asal mengikuti suara mayoritas tanpa berpikir rasional terlebih dahulu. 

6. Usahakan cari fakta maupun data yang mendukung argumentasi dari pemikiran kalian.

7. Miliki pola pikir sebagai pemimpin, sehingga tidak hanya menjadi pengikut saja.

8. Tanggung jawab terhadap apa yang diucap dan diperbuat.

9. Mengenali diri dan potensi diri bagaimana caranya menyampaikan argumen dengan baik dan benar.

10. Miliki kecerdasan emosi sehingga tidak mudah tersulut dan menjadi stabil.

Baca juga: Mengenal Distorsi Kognitif: Catastrophizing, Si Pencemas Keadaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun