Mohon tunggu...
Gui Susan
Gui Susan Mohon Tunggu... lainnya -

Pencinta buku, seorang ibu dari Fadhlur Rahman Al Kautsar dan anak dari Gui Hok Yang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan itu Bernama Umi

25 November 2016   23:48 Diperbarui: 26 November 2016   00:00 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Dan bukankan satu ciri manusia modern adalah juga kemenangan individu atas lingkungannya dengan prestasi individual? Individu-individu kuat sepatutnya bergabung mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada yang kegelapan dan memberi mata pada yang buta” ― Pramoedya Ananta Toer

Setiap minggu Uminatus Sholikah (35) perempuan nelayan dari Morodemak, Demak, Jawa Tengah selalu disibukkan dengan pengurusan kebutuhan BPJS Kesehatan milik warga. Selama satu tahun terakhir ia dipercaya oleh warga desa Morodemak untuk membantu mengurus BPJS ataupun beberapa program dari pemerintah.

Awalnya warga sekitar harus merogoh kocek hanya untuk mengurus BPJS Kesejahatan, kartu nelayan dan lainnya, adapun ketidaktahuan masyarakat digunakan oleh oknum tertentu untuk meraih keuntungan.

Alhamdulillah nek kowe gelem  nulong ndok, soale aku gawe kartu nelayan neng gone si A, ki dibayar mahal malah ora jadi(Alhamdulillah kalau kamu mau menolong, soalnya aku pernah mengurus kartu nelayang ke si A, sudah bayar mahal tapi malah tidak jadi” Ujar salah seorang nelayan tua dari desa Morodemak, Demak, Jawa Tengah.

Hal inilah yang menjadi penyemangat Umi selama ini, minimnya akses informasi bagi nelayan dijadikan peluang bagi beberapa oknum. Hari ini, Umi masih terus berjuang membantu nelayan dan perempuan nelayan yang membutuhkan akses informasi, selain itu, ia adalah seorang perempuan nelayan yang memiliki mimpi tinggi dalam mendorong pengakuan perempuan nelayan oleh negara.

Perahu adalah Perempuan

Uminatus Sholikah bukan lahir dari keluarga nelayan. Keluarganya berasal dari desa Pepe, Kecamatan Tegowarnu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Ayahnya adalah seorang buruh pabrik dan ibunya adalah seorang petani. Namun bagi Umi, ia melihat kesamaan antara kehidupan nelayan dan petani.

“Kehidupannya hampir sama sebenarnya, sama-sama miskin” ujar Umi, sembaritertawa.

Baik kehidupan nelayan dan petani seperti dua mata sisi uang, memiliki sisi yang berlawanan tapi masih dalam satu koin yang sama. Kemiskinan keluarga Umi, masih ia temukan di keluarga nelayan yang ada di Morodemak.

Selain itu ada kesamaan dalam tradisi yang masih dipegang baik oleh nelayan maupun petani. Umi ketika mengantar suaminya pergi menuju kapal, ia sesekali mengajak bicara perahunya. Pada sebagian masyarakat nelayan, masih ada kepercayaan jika perahu merupakan seorang perempuan yang akan berjuang mengantar suaminya menjemput rezeki dari Tuhan di laut. Maka Umi membiasakan diri untuk mengajak bicara perahu dan laut untuk menjaga suaminya dari ombak tinggi dan cuaca buruk.

Sama halnya dengan para petani yang biasa mengajak bicara padinya setiap hari agar tetap tumbuh kuat menghadapi hama ataupun cuaca. Aktifitas ini merupakan bentuk relasi yang dibangun antara manusia dan alam secara turun temurun.

“Alam ini ya harus diperlakukan baik, maka alam akan memberikan hal yang baik kepada kita” ujar Umi.

Mengisi Waktu Luang

Pernikahanlah yang membawa Umi pindah ke desa nelayan Morodemak, Demak. Supiyan, suami Umi adalah seorang nelayan tradisional dengan ukuran perahu hanya 5 meter. Setiap hari Umi disibukkan dengan urusan domestik, mulai dari membersihkan rumah, mengurus anak hingga mengurus perbekalan suami sebelum melaut.

Sebelum bergabung dengan Puspita Bahari, Umi memiliki waktu luang yang cukup banyak. Pada pukul 12.00 siang biasanya Umi sudah bisa sedikit santai sambil menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Mayoritas perempuan nelayan di daerahnya melakukan hal yang sama, namun berbeda dengan perempuan nelayan yang terlibat dalam kelompok Puspita Bahari.

Ditambah lagi Umi pernah menonton ketua Puspita Bahari yaitu Mba Nuk atau Masnuah di televisi dan berkisah tentang perjalan panjangnya memperjuangkan perempuan nelayan.

“Saya tahu Mba Nuk, dia perempuan yang pernah bikin geger kampung ini. Karena dulu perempuan itu ya meneng wae nang omah (diam saja di rumah). Di pukul ya diam, ditendang ya diam, dikasih uang sedikit ya artinya ngutang. Nah Puspita Bahari yaitu Mba Nuk itu yang membuat perempuan sadar untuk tidak pasrah kebangeten” Ujar Umi

Selain itu, Umi sering melihat Mba Nuk aktif dibeberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat dan membantu nelayan-nelayan yang sudah tua untuk mendapatkan akses pengobatan gratis. Pada tahun 2015, Uminatus Sholikah akhirnya memutuskan untuk bergabung untuk memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan.

Baginya keputusan bergabung dengan Puspita Bahari bukan sekedar untuk mengisi waktu luang, keterlibatannya dalam kelompok perempuan lebih kepada keinginannya mendorong perempuan nelayan untuk lebih mandiri dan sejahtera.

“Saya juga berpikir, penting untuk mendorong perempuan untuk sadar akan pentingnya pendidikan” tambah Umi

Menjadi Api

Hari ini aktifitas Umi kian padat. Ia bukan hanya membantu warga nelayan untuk mendapatkan informasi tentang kartu nelayan dan BPJS kesehatan. Dalam pada itu, Umi terus mendorong perempuan nelayan untuk menyadari hak-haknya.

Selain itu, Umi pun aktif terlibat dalam diskusi-diskusi startegis mendorong pengakuan perempuan nelayan. Umi pun menjadi salah satu perempuan yang terlibat dalam perumusan naskah akademik tentang Draft Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

“Awalnya warga di sini pun sedikit meragukan apa orang seperti saya bisa ngomongdi depan orang banyak, apa bisa orang seperti saya didengarkan oleh pemerintah. Tapi karena didukung oleh Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia, saya jadi berani sekarang” Ujar Umi

Umi pun memiliki usaha pengelolaan makanan pesisir yang cukup unik, atas kreasinya, ia menciptakan Kerupuk Cumi yang berwarna hitam pekat. Terobosan baru ini terinspirasi dari kesibukannya mengikuti kegiatan pemberdayaan yang didapat oleh Puspita Bahari. Dengan bermodal secukupnya, Umi memproduksi kerupuk cumi tersebut dengan nama “Kerupuk Cumi Umi Sabila”

Perjuangan Umi dalam memastikan perempuan nelayan dapat menjadi pelita dalam gelap, dan menjadi barisan pertama dalam mendorong gerbong perubahan serta mendapatkan pengakuan dari negara terus didorong oleh Umi bersama PPNI.

Baginya, perjuangan ini bukan hanya miliki perempuan nelayan di Morodemak saja. Tapi menjadi perjuangan bagi seluruh perempuan nelayan di seluruh Indonesia. Di sisi lain, menjadi agenda penting bagi negara ini untuk memastikan pendidikan bagi perempuan nelayan, jika ingin mendorong kesejahteraan bagi nelayan Indonesia.

“Ini bukan mimpi saya saja, ini mimpi seluruh perempuan nelayan Indonesia. Perempuan terdidik dan perempuan sejahtera” Tutup Umi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun