Mohon tunggu...
Susan Susana Widiana
Susan Susana Widiana Mohon Tunggu... Guru - seorang tenaga pendidik di SMP PGRI Karangtengah Cianjur

Sing cageur, bageur, pinter, bener, nanjeur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kunci Rumahku Kunci Hatiku

18 Juli 2021   13:29 Diperbarui: 18 Juli 2021   14:02 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau dibandingan dengan anaku, Amar lebih parah, bisa dikatakan sangat parah. Kalau pulang sekolah ke rumah hanya untuk berganti pakaian kemudian pergi lagi dengan motor yang baru dibelikan ayah tirinya meskipun masih kredit menurut pengakuan ibunya. Maghrib belum pulang entah kemana sebenarnya, banyak alasan tugas kelompok, ngaliwet bareng teman, reunian, dan lain sebagainya kerapkali kudengar saat pamit pergi.

Cangkir biru itu kuangkat, teh hangat kuminum. Terasa hangat sampai ke perutku, yang saat itu belum terisi nasi sejak tadi siang. Biasa kalau di sekolah suka malas pergi ke kantin, barang hanya untuk makan nasi dan lain-lain, selain malas juga kadang tak sempat. Malah kadang hanya sempat makan jajanan cemilan anak-anak sekolah sambil menunggu jam istirahat kumpul-kumpul sama guru-guru yang satu jadwal di hari sabtu. Kulirik si dede masih asik nonton tv teh ayi yang sengaja diganti Channel ke Upin Ipin kesukaannya, teh Ayi memang tetanggaku yang pengertian. Si bungsu kalau hari sabtu kadang ikut ke sekolah, kadang juga kutitipkan di rumah ibuku.

Aku terperanjat saat kudengar suara motor di samping rumah kontrakan. Kulihat benar anaku akhirnya pulang. Tanpa permisi aku langsung keluar rumah Teh Ayi

"Aa mana kunci, ibu nunggu dari tadi, kenapa WA ibu ga di bales juga, di vc jg ga diangkat" padahal dalam hati aku sadar saat itu anaku memang pasti sedang shalat maghrib berjamaah, dasar memang naluri emak-emaku ini selalu pengennya nyerocos gak karuan.

"Tadi mah udah dimasukin tas bu, tapi ga ada" si kaka menjawab sambil tangannya tak berhenti mencari ke dalam tas ranselnya, dikeluarkan semua isi tas nya, namun tak ketemu juga kunci rumah itu.

Aku yang semakin kesal membentaknya tanpa sadar "Sana  cari sampe ketemu, apa kita mau tidur diluar, terus harus bongkar teralis jendela gituh"

Kuambil tas ranselnya, kuperiksa satu persatu ruang di ranselnya, sengaja kulihat lebih teliti, belum percaya dengan pengakuan anaku, berharap kunci itu terselip, seperti saat itu, saat anaku mencari di flasdish di ranselnya, sudah marah-marah kesal, mencari di rumah mamah, sampai semua ikut mencari seperti sekarang, semua ikut mencari seperti biasa. Eh ternyata ada di tas ranselnya nyelip, ketemu setelah kuperiksa ulang.

"tapi bu tadi perasaan udah dimasukin tas'

"jangan pake perasaan, pake aja pikiranmu buat cari tuh kunci, inget-inget tadi kemana aja tuh lewat"

Teh Ayi memperhatikan aku yang sedang memarahi anaku dari pintu rumahnya, karena si dede masih anteng nonton tv. Ah anak zaman sekarang kalau enggak ke gadget ya ke tv. Beda jauh dengan masa kecilku dulu hmmmm

Si kaka segera beranjak memutar motornya untuk kembali ke madrasah mencari kunci seperti yang kusuruh. Tapi saat dia nyalakan motornya, terlihat ibuku datang dengan membawa lampu senter. "jangan kemana-mana dulu Di, si bapa udah berangkat sama si Aa Dedi buat nanyain kunci ke madrasah". Terlihat si kaka mematikan lagi motornya, dan hari pun semakin gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun