Mohon tunggu...
Ryan Ferdianto
Ryan Ferdianto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Sampah dari Zaman Modern

22 Februari 2016   22:35 Diperbarui: 22 Februari 2016   22:41 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pesatnya kemajuan di zaman modern ini khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi selain berdampak positif juga memiliki dampak negatif dengan munculnya sampah atau limbah jenis baru yang dikenal dengan sampah elektronik atau electronic waste (e-waste). Sampah elektronik adalah bahan atau barang elektronika yang tersisa atau tidak terpakai lagi oleh manusia. Sampah elektronika tersebut tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3). Sampah elektronika tersebut mengandung bahan yang berbahaya bagi manusia yaitu timbal dan dan polychlorinated biphenyl (PCB). Hal ini karena sampah elektronika dapat menyebabkan dampak buruk bagi alam dan manusia apabila tidak dikelola dengan baik dan sesuai. Contoh sampah elektronika antara lain baterai, radio, handphone, televisi dan pendingin ruangan yang sudah rusak atau tidak dipakai.

Sampah elektronik harus didaur ulang dengan cara yang baik karena akan berbahaya jika terjadi kontak langsung dengan tubuh. Tidak hanya kepada tubuh, sampah elektronik akan menjadi berbahaya jika bersentuhan dengan tanah karena  tanah mudah terkontaminasi oleh racun sampah elektronik. Mendaur ulang sampah elektronik dengan cara dibakar juga membahayakan karena udara akan tercemar oleh racun D3 yang kemudian akan dihirup manusia.

Di Indonesia belum terdapat fasilitas untuk mendaur ulang khusus sampah elektronika, Dari data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2014, tercatat 19.300 ton sampah elektronik dari sekitar 2.000 industri besar.Data tersebut belum termasuk data dari sektor rumah tangga dan industri kecil-menengah. Fasilitas yang tersedia di Indonesia hanya tempat pemisahan sampah elektronika. Indonesia pun hanya memiliki empat tempat pemisahan sampah elektronik. Tiga tempat berada di Jawa dan satu lagi berada di Batam. Komponen sampah elektronik yang masih bisa digunakan, seperti plastik dan tembaga, dipisahkan lalu diekspor ke Singapura untuk didaur ulang. Hal ini yang menyebabkan terus meningkatnya sampah elektronika.

Sampah elektronik seharusnya menjadi tanggung jawab industri elektronik. Cara yang dapat dilakukan industri elektronika adalah membeli kembali produk elektronik yang sudah tidak digunakan lagi oleh konsumen. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Peraturan tersebut mengharuskan setiap produsen (penghasil limbah) melakukan extended producer responsibility (ERP) yang berarti menarik kembali sampah yang dihasilkan untuk didaur ulang.

Namun karena tidak adanya peraturan yang jelas mengenai pengaturan e-waste di indonesia menjadi alasan mengapa Indonesia banyak dimasuki produk-produk ilegal yang membuat kementrian Lingkungan Hidup kesulitan menghitung berapa banyak sampah elektronik yang ada di indonesia. kesadaran dari masyarakat pun berperan penting dalam pengendalian limbah e-waste karena masyarakat di zaman modern ini lebih sering mengganti perangkat elektroniknya dengan yang lebih baru. Tentu hal ini menyebabkan penumpukan sampah elektronika yang terjadi. Kurangnya negosiasi antara pemerintah dan pelaku bisnis juga mempengaruhi mengapa e-waste di indonesia sulit dikendalikan. Kita sebagai masyarakat seharusnya tidak terlalu cepat mengganti perangkat elektronika yang masih bisa dan layak digunakan agar tidak terjadi peningkatan sampah elektronika di Indonesia.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun