Mohon tunggu...
Apriana Susaei
Apriana Susaei Mohon Tunggu... Administrasi - senang menulis apa saja

sedikit pengalaman, kurang membaca, jarang belajar dari orang lain, banyak merenung dan senang menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Persahabatan Rusa, Gajah, dan Buaya

24 Mei 2024   14:00 Diperbarui: 24 Mei 2024   14:08 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gajah dan rusa (dok pribadi)

Di sebuah hutan hujan tropis Indonesia yang lebat, hiduplah seekor rusa yang bernama Rosi. Rosi sedang dilanda kesedihan karena dicampakan kawanannya. Rosi merasa dia tidak memiliki teman. Teman yang selama ini ada selalu menjauhinya.

"Apakah karena aku berbeda,?" tanyanya suatu hari.

Rosi adalah rusa totol, entah kenapa totol itu muncul dalam tubuhnya. Dia dilahirkan dengan bitnik-bintik besar di tubuhnya. Sedangkan teman-temannya tidak memiliki totol tersebut.

Dia sedih karena dianggap berbeda. Setiap waktu Rosi sering merasa sedih dan bingung, terutama karena teman-temannya tidak lagi bermain dengannya. Rosi merasa sangat kesepian.

Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan di tepi sungai, Rosi bertemu dengan seekor Buaya yang sedang menangis. Buaya itu bernama Baji. Baji juga dianggap berbeda oleh kelompoknya. Badannya putih, berbeda dengan teman-temannya yang memiliki warna kecoklatan. Baji juga merasa sangat sedih karena teman-temannya tidak lagi mengajaknya bermain.

Rosi dan Baji duduk di tepi sungai dan berbincang-bincang. Mereka menceritakan rasa sedih mereka karena merasa berbeda dan tidak tahu kemana harus bicara. Rosi menceritakan bagaimana teman-temannya sering bermain di padang rumput sementara dia merasa disingkirkan tidak diajak bermain.

Baji menceritakan bagaimana teman-temannya sering berenang di sungai sementara dia merasa ditinggalkan dan tidak diajak berenang bersama-sama. 

"Aku selalu merasa tidak ada yang salah dengan diriku," kata Rosi. 

"Aku tidak mengerti mengapa aku tidak seperti rusa lainnya," lanjutnya.

"Aku juga merasa begitu," kata Baji. 

"Aku tidak tahu mengapa aku tidak seperti buaya lainnya. Apakah aku harus menyalahkan orangtuaku?" lanjutnya pelan-pelan.

Mereka berdua kemudian menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam perasaan mereka. Meskipun mereka berbeda, mereka menemukan persamaan dalam rasa kesedihan dan kebingungan mereka. Mereka mulai berteman dan saling mendukung satu sama lain.

Tidak jauh dari tempat mereka duduk, datanglah seorang Gajah yang menangis tersedu sedan. Airmatanya mengalir dibawah pelupuk mata tidak beraturan. Dia ditenangkan oleh Rosi dan Baji.

"Ada apa? apa yang terjadi padamu?" tanya rosi.

Baji yang tadi hanya terdiam, mulai bertanya. "Apa yang membuatmu sedih, siapa namamu?"

Gajah itu memperkenalkan dirinya sambil terbata bata. "Namaku Gama."

Gajah itu menceritakan bagaimana dia ditinggalkan oleh teman-temannya hanya karena dia tidak mampu berlari cepat dan selalu tertinggal dalam kelompoknya. Dia tak mampu berlari hanya karena kakinya terlalu pendek dibandingkan gajah seusianya.

"Aku harus bagaimana? berlari saja aku lambat" ujar Gama menutup ceritanya.  

Setiap hari, Rosi, Gama dan Baji bertemu di tepi sungai. Mereka bermain dan tertawa bersama. Rosi mengajari Baji cara berjalan di padang rumput, dan Baji mengajari Rosi cara menikmati bermain air di sungai. Rosi juga mengajari Gama berlari. Sedangkan Gama mengajari mereka menderum dan mengangkat kayu-kayu besar yang sudah mengering.

Lambat laun, mereka mulai merasa lebih nyaman dengan diri mereka masing-masing. Mereka bertiga sudah menemukan kebahagiaan dalam persahabatan. Mereka mungkin lupa siapa diri mereka sebenarnya, mereka adalah mangsa dan buruan. Tapi yang paling penting bagi mereka adalah saling mendukung dan mencintai.

Selama mereka punya teman yang selalu ada untuk mereka, itu sudah membuat mereka nyaman. Mereka bertiga selalu gembira setiap hari dan tidak lagi merasa kesepian.

Suatu hari, ketika Rosi akan berjalan ke tepi sungai, tiba-tiba kakinya terperosok di bibir jurang. Saat itu, jalan licin karena hujan semalam. Dia memegangi kakinya yang tak mampu diangkat. Dia tambah panik dan gemetar. Matanya yang besar memancarkan ketakutan.

Di hadapannya, tak jauh dari tepi tebing, berdiri seekor harimau besar yang bernama Raka. Raka tampak marah dan lapar, matanya menyorotkan keinginan untuk menangkap Rosi. Rosi berteriak minta tolong. Teriakan itu didengar oleh Baji.

 "Rosi, lari!" teriak Baji yang datang terlambat namun berusaha menyelamatkannya. 

Baji tahu bahwa sahabatnya berada dalam bahaya besar. Namun, Rosi tidak bisa bergerak. Kakinya seakan tertanam di tanah. Raka semakin mendekat, langkahnya penuh kehati-hatian tetapi pasti. Raka menggeram rendah, memperingatkan Rosi bahwa tak ada tempat untuk lari.

"Aku tidak bisa, Baji," teriak Rosi, hampir menangis.

Tiba-tiba, sebuah suara keras menggema di hutan. Itu adalah suara Gama. Dia berlari dengan kekuatan penuh, menggetarkan tanah di bawah kakinya. Dia mengangkat belalainya dan mengeluarkan suara keras yang menggema di seluruh hutan.

GRAAAWWRR!"

Raka terkejut, langkahnya terhenti. Gama menggunakan tubuhnya yang besar untuk berdiri di antara Rosi dan Raka. Dengan satu gerakan tegas, Gama mengayunkan belalainya dan mengusir Raka mundur

"Pergi, Raka! Ini bukan caramu," kata Gama dengan suara tenang namun penuh otoritas.

Raka mundur, menatap Gama dengan mata menyala. Namun, dia tahu bahwa melawan Gama akan sia-sia. Dengan satu geraman terakhir, Raka berbalik dan lari ke dalam kegelapan hutan.

Rosi terjatuh ke tanah, masih gemetar. Baji segera mendekatinya, memeluknya dengan erat. Gama mendekat, menunduk untuk melihat Rosi.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Gama dengan lembut.

Rosi mengangguk, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. 

"Terima kasih, Gama. Dan kamu juga, Baji. Kalian menyelamatkanku." ujar Rosi yang diikuti isak tangis.

"Kita selalu melindungi satu sama lain," kata Baji dengan senyum lebar.

Gama mengangguk setuju. "Betul, di hutan ini, persahabatan dan keberanian adalah kekuatan terbesar kita."

Dalam kebersamaan itu, Rosi merasakan kehangatan yang luar biasa. Dia tahu bahwa dengan sahabat-sahabatnya di sisinya, dia bisa menghadapi apa pun yang datang. 

Hutan yang tadinya tampak menakutkan, hutan yang selama ini tidak bersahabat dengannya, hutan yang selama ini membuat dirinya sedih, kini terasa seperti rumah yang penuh kasih dan perlindungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun