"Aku tidak tahu mengapa aku tidak seperti buaya lainnya. Apakah aku harus menyalahkan orangtuaku?" lanjutnya pelan-pelan.
Mereka berdua kemudian menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam perasaan mereka. Meskipun mereka berbeda, mereka menemukan persamaan dalam rasa kesedihan dan kebingungan mereka. Mereka mulai berteman dan saling mendukung satu sama lain.
Tidak jauh dari tempat mereka duduk, datanglah seorang Gajah yang menangis tersedu sedan. Airmatanya mengalir dibawah pelupuk mata tidak beraturan. Dia ditenangkan oleh Rosi dan Baji.
"Ada apa? apa yang terjadi padamu?" tanya rosi.
Baji yang tadi hanya terdiam, mulai bertanya. "Apa yang membuatmu sedih, siapa namamu?"
Gajah itu memperkenalkan dirinya sambil terbata bata. "Namaku Gama."
Gajah itu menceritakan bagaimana dia ditinggalkan oleh teman-temannya hanya karena dia tidak mampu berlari cepat dan selalu tertinggal dalam kelompoknya. Dia tak mampu berlari hanya karena kakinya terlalu pendek dibandingkan gajah seusianya.
"Aku harus bagaimana? berlari saja aku lambat" ujar Gama menutup ceritanya. Â
Setiap hari, Rosi, Gama dan Baji bertemu di tepi sungai. Mereka bermain dan tertawa bersama. Rosi mengajari Baji cara berjalan di padang rumput, dan Baji mengajari Rosi cara menikmati bermain air di sungai. Rosi juga mengajari Gama berlari. Sedangkan Gama mengajari mereka menderum dan mengangkat kayu-kayu besar yang sudah mengering.
Lambat laun, mereka mulai merasa lebih nyaman dengan diri mereka masing-masing. Mereka bertiga sudah menemukan kebahagiaan dalam persahabatan. Mereka mungkin lupa siapa diri mereka sebenarnya, mereka adalah mangsa dan buruan. Tapi yang paling penting bagi mereka adalah saling mendukung dan mencintai.
Selama mereka punya teman yang selalu ada untuk mereka, itu sudah membuat mereka nyaman. Mereka bertiga selalu gembira setiap hari dan tidak lagi merasa kesepian.