Mohon tunggu...
Apriana Susaei
Apriana Susaei Mohon Tunggu... Administrasi - senang menulis apa saja

sedikit pengalaman, kurang membaca, jarang belajar dari orang lain, banyak merenung dan senang menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gondongan

20 April 2024   12:03 Diperbarui: 20 April 2024   12:08 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau pada orang dewasa, biasanya lebih lama, Pak,” ungkap dokter disela-sela saya berobat.

“Waah,” jawab saya kaget.

“Iya pak, karena masa inkubasinya selama dua minggu.” Timpal dokter kemudian.

Saya tak menyangka, masa sembuh penyakit ini ternyata lebih lama. Anak saya yang mengalami gondongan tahun lalu saja sembuh hanya dalam waktu seminggu, logikanya orang dewasa yang mengidap penyakit ini harusnya lebih cepat, karena imunnya lebih kuat pikir saya.

Selang beberapa hari, kabar penyakit gondongan yang saya alami ini telah sampai kepada teman dan handai tolan. Reaksi pertama dari teman-teman ternyata mereka banyak bertanya.

“Kurang yodium, lu?” tanya mereka di ujung obrolan pada kolom chat. Padahal gondok dan gondongan adalah dua penyakit berbeda. Lucu juga mendengarnya.

Sementara keluarga mencoba untuk memberi solusi yang menambah saya terheran-heran.

“Dahulu emak biasanya dikasih blao, itutuh buat cuci baju!” ujar emak diujung telepon. Zaman sekarang, di mana bisa beli blao tanya saya dalam hati.

Lain lagi dengan sang istri, dia lebih realistis memberikan argumen.

“Bawa saja ke toko obat cina, anakmu kemarin juga begitu.” Kali ini sayapun luluh, menuruti saja kata ibu dari anak-anak saya.

Tiba di toko obat cina, terlihat beberapa anak yang keluar dari dalam toko dengan tenggorokan penuh tinta seperti tertulis mantra cina. Apakah saya akan diperlakukan sama?

Ternyata benar saja, seorang perempuan muda mendatangi saya.

“Gondongan yah pak?” seolah-olah dia sudah tahu tanpa bertanya, hanya dengan melihat rahang saya yang sudah mengembang seperti rahang kodok yang sedang bersuara minta kawin.

“Sini pak,” ujarnya memanggil saya sambil membawa kuas besar untuk melukis. Saya pun menurut.

“Jangan minum yang dingin-dingin dulu yah pak, jangan makan gorengan,” ujarnya tanpa ba-bi-bu langsung menulis mantra cina pada rahang saya yang bengkak.

“Jangan dihapus yah pak, sampai kering, ini diminum” ujarnya lagi sambil memberikan obat yang entah terbuat dari apa. Sayapun luluh.   

Sebodoh-bodohnya manusia seperti saya, tentu punya rasa ingin tahu, sebenarnya apasih yang menyebabkan penyakit ini. Kapan saya mulai tertular? padahal waktu awal-awal kena, rasanya otot-otot rahang ini hanya seperti tertarik, pegel-pegel di mulut dan rahang, saya hanya menganggap enteng dan berpikir jangan-jangan ini hanya efek karena saya sering bersin-bersin.

Gondongan ini terasa sakit, saya mulai meriang, terlebih penyakit ini saya derita pada saat saya sedang puasa Ramadan. Lewat gawai yang senantiasa tak lepas dari ibu jari di tangan, akhirnya saya mengetahui penyebab penyakit ini adalah virus. Infeksi ini menyerang kelenjar ludah saya. Seperti kita tahu, virus tidak ada obatnya.

Namun, pertanyaan mengapa saya tertular belum sepenuhnya terjawab.

Sampai suatu hari, saya belanja obat meriang di warung dekat rumah.

“Sakit apa pak?” tanya ibu pemilik warung.

“Gondongan, Bu,” jawab saya singkat sambil menahan rasa sakit.

“Oh, lagi musim sakit gondongan yah, kemarin ada anak kecil sebelah rumah juga kena” timpal ibu pemilik warung.

Apa mungkin saya tertular dari anak kecil, saat salat tarawih di masjid dekat rumah? pertanyaan itu senantiasa menggelayuti pikiran saya.

“Mungkin saat itu imun saya sedang turun.” Otak saya otomatis kembali pada kenangan pandemi korona.

Selang 10 hari, sayapun sembuh total, mungkin berkat lukisan mantra dan obat cina, obat dari dokter, obat dari warung dan tentu saja imun saya yang sudah mulai naik. Atau mungkin juga, keinginan saya untuk terus berpuasa selama mengidap penyakit ini, turut mempercepat kesembuhannya. Entah.  

Namun yang pasti, kesembuhan ini tiada lain adalah karena kuasa Allah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun