Bukan hanya kemenangan, pada tahun 1994, Sir Alexpun pernah dikalahkan Cruyff dengan skor 4-0 di liga Champions Eropa. Sir Alex mengatakan, pertandingan tersebut menjadi pelajaran berharga untuknya. Barcelona-nya Cruyff mengajarkan pentingnya penguasaan bola di laga penting. Bahkan pengusaan lini tengah dan teknik menyerangnya kemudian diterapkan oleh Sir Alex  di Manchester United.
Â
Warisan
Menjadi pelatih legenda tidak hanya diukur dari berapa jumlah trofi yang diraih. Melainkan seberapa besar warisan (legacy) yang diberikan untuk sepakbola. Pep dan Sir Alex mungkin pelatih yang sudah meraih banyak trofi, namun warisan Cruyff jauh lebih banyak memengaruhi dan telah merevoluasi wajah pada sepakbola modern saat ini.
Filosofi Cruyff (Cruyffism) dianggap telah menjadi legacy untuk sepakbola modern khususnya di Eropa. Flowing Football-nya Pep Guardiola, High Pressing-nya Juergen Klopp dan Ralf Ragnick juga dianggap membawa elemen Cryuffism. Cruyff dianggap mampu mengawinkan sepakbola indah dan kemenangan melalui total football.
Filosofi Cruyff dengan total football-nya telah membentuk prinsip dasar dalam sepakbola moden saat ini, yaitu penguasaan bola. Highpress ketika kehilangan bola dan merapatkan ruang saat lawan menguasai bola. Penggunaan perangkap offside yang proaktif dan menjadikan penjaga gawang sebagai sweeper.
Membandingkan Pep dan Sir Alex memang sah-sah saja, karena keduanya punya keunggulan masing-masing. Pep dan Sir Alex juga mungkin dianggap menjadi sosok pelatih terbaik pada eranya masing-masing. Namun jangan lupa, dari kedua nama itu Johan Cruyff-lah yang telah menginspirasi pencapaian keduanya. Bahkan melalui Cryuff, keduanya juga dianggap telah mengubah wajah sepakbola modern saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H