Napasku tersengal-sengal, ada rasa pegal menjalar di tubuhku, aku tak bisa bergerak, pandangan mataku mulai gelap.
Bisa ular itu mengandung neurotoksin, racunnya bekerja menyebar menghancurkan sel dan jaringan dalam tubuh, aku lumpuh, dia menyerang darah, menyerang saraf pernafasan, aku tak bisa bernafas, nafasku berhenti. Aku masuk ke sebuah lorong.
Di ujung lorong itu aku mendengar azan subuh berkumandang, suaranya mendayu-dayu di telinga, menghanyutkan pikiranku dan mulai memintaku untuk bangun.
Pandangan mata orang bangun tidur pasti kabur. Mataku melihat langit-langit kamar, memandang istri yang tidur terlelap. Dia lalu ku bangunkan, dia sedikit malas saat kutanya,
“Apakah ada ular di kamar?”
Istriku mengernyitkan dahi lalu menjawab, “Ular apa?”
Aku membolak balikan bantal, terlihat jelas bekas kepalaku yang tampak tenggelam.
“Aku mencari ular!”, jawabku singkat dan tegas.
Mataku mulai melirik seperti mencari benda yang lupa aku simpan di balik bantal, ku lepas talinya satu per satu, terburu-buru seperti ada yang menunggu.
“Kamu mimpi kali, Mas!” jawabnya lagi dengan senyum simpul dengan mata masih terpejam tidur.
Aku duduk terdiam. Lalu mengucap zikir; aku lupa berdoa sebelum tidur sesering lupa mengunci pintu rumah rapat-rapat.