Mohon tunggu...
Muhammad Surya Abadi
Muhammad Surya Abadi Mohon Tunggu... Lainnya - Konstultan Media

Tulisan mengenai fenomena sosial politik

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Dilema Pilkada (1)

5 November 2016   12:35 Diperbarui: 5 November 2016   12:45 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki tingkat keragaman yang sangat tinggi. Indonesia memiliki ratusan suku, ribuan bahasa, campuran ras, dan agama.  Indonesia pun juga diperkaya dengan berbagai tingkat pendidikan, ekonomi, dan beragam organisasi masyarakat.  Berangkat dari kondisi yang demikian, maka konflik antar kelompok yang terjadi di indonesia akan sangat mudah terjadi.  Hal ini dapat terjadi karena beragamnya kelompok dan kepentingan yang saling bersinggungan dalam mengejar sumber daya yang sangat terbatas.  Salah satu dinamika konflik yang saat ini tengah terjadi adalah terkait dengan pilkada DKI Jakarta yang akan dilaksanakan pada tahun 2017.

Pilkada DKI Jakarta sama seperti pilkada berbagai macam provinsi lainnya.  Tedapat beberapa pasang calon yang akan maju dalam pemilihan dan masing-masing calon melakukan kampanye untuk menyampaikan gagasan kepada masyarakat.  Namun pilkada DKI Jakarta hari ini nampaknya memiliki sebuah dinamika yang cukup menarik.  Isu dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu calon yaitu gubernur non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.  

Dugaan penistaan agama ini bukan begitu saja muncul seperti banyak berita yang tidak dapat tervalidasi sumbernya, namun berasal dari video yang didalamnya terdapat Ahok sedang berbicara tengan surat Al-Maidah atat 51.  dugaan penistaan agama tersebut muncul karena ahok diduga mengatakan Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 51 tersebut sering dipakai untuk membohongi umat muslim dalam menentukan pemimpin.  

Bahkan karena dugaan penistaan agama ini, pada tanggal 4 November 2016 akan dilaksanakan demo besar-besaran dari berbagai elemen masyarakat untuk menetapkan Ahok sebagai tersangka karena menistakan agama.  Bareskrim Polri pun juga tengah memeriksa Ahok terkait dugaan penistaan agama.

Namun tulisan ini tidak akan menggiring pembaca kearah apakah Ahok benar melakukan penistaan agama atau tidak.  Tulisan ini akan membahas tentang efek yang kemudian lahir setelah video tersebut viral.  Penulis telah bertemu dan berbincang tentang dari berbagai macam golongan terutama golongan umat muslim terkait dengan preferensi politik setelah video tersebut viral.  Kebanyak mereka berbicara tentang jangan memilih Ahok karena ia bukan lah orang muslim atau kita perlu memiliki pemimpin muslim.  Bahkan seorang sahabat mengatakan lemahnya iman dan akidah seseorang jika ia tidak memilih calon pemimpin yang muslim.

Penulis saat menulis tulisan ini merupakan seseorang yang memiliki pandangan terhadap semua agama yang plural.  Secara personal, penulis merasa tersentil dan malu karena penulis adalah seorang muslim dan merasa tidak memiliki akidah dan tipisnya iman jika tidak memilih pasangan calon yang muslim.  Oleh karena itu penulis mulai berpikir untuk memilih pasangan calon yang beragama islam agar sesuai dengan apa yang di tuliskan dalam Al-qur’an.  Namun ada pertanyaan yang muncul berikutnya

“pasangan calon mana kah yang harus saya pilih?”

Pertanyaan ini bukan tanpa alasan karena memang pasangan calon yang beragama Islam ada dua.  Persoalan tidak selesai pada tahap itu saja.  Sebagian besar dari kita akan sangat mudah terjebak dalam politik uang atau kampanye hitam yang dapat saja dilakukan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.  Maka umat muslim pun akan terjebak dalam pusaran gelap pilkada.  

Banyak dari saudara kita yang tidak terlalu paham mengenai politik dan aneka muslihat kampanye politik akan menjadi “cyber army” atau massa mengambang saat kampanye berlangsung.  Bagi sebagian masyarakat yang kemudian lelah dengan muslihat selama kampanye maka mereka akan memilih jalan untuk absen dari dunia politik dan forum demokrasi, alias golongan putih (golput).  Bahasan soal golput akan memerlukan tulisan khusus yang akan penulis terbitkan berikutnya.

Bagi penulis peristiwa semacam massa mengambang, cyber army, atau golput sebenarnya dapat diatasi dengan peran ulama, ustadz, atau pemuka agama kepada para jamaahnya.  Pemuka agama memiliki peran penting dalam membina jamaah atau pengikutnya dalam menentukan preferensi poiltik.  

Karena pemuka agama memiliki mobilitas yang besar, maka penting bagi para pemuka agama untuk bertindak di dalam isu penistaan agama ini.  Terutama untuk para pemuka agama islam, maka semestinya para ustadz, kiya’a, alim ulama, atau habib mesti menunjukan kepada jamaahnya masing-masing, bagaimana cara menentukan pemimpin yang paling tepat.  Sehingga masyarakat tidak terjebak dalam pusaran kebingungan bahkan kampanye hitam tertentu.  Sehingga masyarakat tidak salah memilih saat di dalam kotak suara, sehingga tidak akan ada penyesalan diakhir saat salah satu pasang calon terpilih.

Bagian ini sebenarnya yang penulis rasa sangat penting untuk membina para pengikut atau jamaah pada hal-hal yang memang sebenarnya sangat penting.  Pada akhirnya agama, khususnya islam, tidak hanya berkata “boleh” atau “jangan” saja, melainkan juga dapat menjadi solusi terhadap persoalan tertentu.  Lebih jauh saat masyarakat merasakan kebermanfaatan agama secara konkrit, agama akan mendapatkan posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat bahkan masuk kedalam sendi-sendi struktur tertentu.

Akhirnya tulisan ini berusaha mengajak kita berpikir kembali tentang penting melibatkan agama dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita bisa menempatkan agama dalam posisi yang rasional juga irasional.  Juga tentang menempatkan agama dalam posisi yang semestinya yaitu memberikan solusi konkrit pada kita.  Bukan hanya bersifat doktrin dan tidak memiliki solusi apa pun dan menyeret masyarakat pada pusaran politik yang hanya menguntungkan sebagian kelompok saja.  Tulisan ini pun tentunya akan sangat dapat diperdebatkan untuk menghasilkan forum-forum diskusi demokratis pada kesempatan berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun