Mohon tunggu...
Muhammad Surya Abadi
Muhammad Surya Abadi Mohon Tunggu... Lainnya - Konstultan Media

Tulisan mengenai fenomena sosial politik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sahabat

4 Desember 2015   13:11 Diperbarui: 4 Desember 2015   13:22 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal teman, bicara juga soal kehidupan. Dalam hidup, tidak bisa dipungkiri bahwasanya kita membutuhkan partner yang sering kita sebut teman. Ketika pertemanan kita lebih dari sekedar nongkrong dan chatting, ketika pertemanan kita bisa menghasilkan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya kita lakukan.

Teman yang mau mengatakan bahwa apa yang kita lakukan salah, apa yang kita kerjakan tidak benar, dan bahkan dia tidak takut kalau apa yang dia ungkapkan membuat kita marah selagi apa yang dimaksud itu benar. Ya, mereka lebih dari sekedar teman. Panggil saja mereka, sahabat. Namanya juga hidup, kadang kerikil tajam juga sering kita temukan. Aneh rasanya ketika persahabatan kita saat ini ternodai dengan fikiran "kok sepertinya ada jarak diantara kita".

Persahabatan kita harusnya bukan soal "kok kita jarang ketemu" atau "kok kamu sama mereka terus sih", tapi soal "aku yakin sesibuk apapun kamu, aku masih punya tempat istimewa dihidupmu". Semakin dewasa kita, baiknya kita berfikir soal mendukung dan saling mengerti sahabat kita. Bukan lagi mempermasalahkan hal yang justru memicu perpecahan diantaranya.

Mungkin saat ini kamu sudah tidak cepat lagi untuk membalas pesan, bahkan untuk saling sapa dalam pesan pun rasanya segan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kesibukan serta mungkin zona waktu yang berbeda membuat kita susah untuk bertemu. Pas aku lagi senggang, kamu lagi padat. Waktu jua pun yang sepertinya susah ditebak dan ditemukan. Namun aku percaya bahwa kamu selalu punya telinga untuk mendengar, mendengar curahatan hati yang layaknya dulu sering kita perbincangkan. Friends are connected heart to heart, distance and time can't break them apart.

Mungkin beberapa rencana berlibur hanya jadi wacana, bahkan untuk sekedar ketemuan atau minum kopi bersama rasanya susah diwujudkan. Tapi setelah kita sama-sama senggang, baiknya kita punya semangat yang sama berkobar untuk merealisasikannya. Kalau mau di ingat dan di hitung, baru beberapa dari sekian rencana kita yang terlaksana. Rencana ketemuan yang kebanyakan jadi ketemu lewat chatting itu pun aku yakin bukan berarti kamu menganggap aku nggak penting, itu tandanya aku juga harus mengerti kamu punya kesibukan lain. Sibuk untuk merintis masa depanmu, masa depan yang membuat aku bangga punya sosok sahabat seperti kamu.

Saat ini kamu punya teman baru? Selow, dia bukan sainganku! Aku justru harus senang tetap ada yang menggandengmu ketika tanganku tak bisa selalu ada untukmu. Ketika melihat kamu posting foto sama temen-temen lainmu mungkin membuatku gondok dan mulai berprasangka buruk kalau kamu udah lupa sama aku dan lebih bahagia sama teman lainmu. Tapi baiknya kubuang jauh-jauh pikiran ini dan justru aku harus lega dan bersyukur bahwa kamu punya orang yang lebih dekat denganmu untuk menolongmu dengan segera ketika kamu dalam kesulitan. Ya bagaimanapun kamu sekarang, kamu tetap yang tersayang.

Akhirnya saat ini aku disadarkan dalam lamunan, bahwa persahabatan seharusnya tidak diukur dari kedekatan fisik melainkan seberapa besar dukungan dan berjalan beriringan menuju kedewasaan. Tidak lagi mensyaratkan harus bertemu sesering dulu lagi, namun memelihara komunikasi ketika ketemuan saja sulit terjadi. Dan bagaimana memberi ruang mereka untuk bisa mengenali sahabatku ini.

Mungkin kita mengenal istilah "mantan atasan" atau bahkan "mantan pacar", namun tidak ada "mantan sahabat" dalam kamus hidup kita. Sahabat selalu hidup dalam hati, sejauh apapun jarak fisik yang menghalangi.

Sahabat layaknya rumah. Sejauh apapun kita pergi, tempat ternyaman dan pasti akan kembali. Rumah selalu terbuka untuk siapa saja penghuninya yang akan pulang dan kembali. Ketika kita bahagia, silahkan pulang dengan tawa. Ketika dirundung duka, senantiasa ia menerima walau dengan air mata.
Persahabatan bukan hanya bicara soal kebersamaan, justru ketika dipertemukan dengan perpisahan mereka senantiasa menguatkan. Bukan lagi soal seberapa sering menghubungi, tapi berapa besar mereka saling mengerti. Bukan juga soal sudah berapa lama mereka bersama, tapi berapa banyak mereka memaknai arti kebersamaannya.

Percayalah, tanpa disadari masing-masing dari kita selalu punya ruang istimewa di hati dan kehidupan sahabat kita.

Fira,
Yang begitu mencintai mereka, sahabat kala bahagia dan rumah kala dirundung duka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun