Mohon tunggu...
Suryono Brandoi Siringoringo
Suryono Brandoi Siringoringo Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku bukan seorang optimis yg naif yg mnghrapkan harapan-harapanku yg dkecewakan akan dpnuhi dan dpuaskan di masa dpan. Aku juga bukan seorang pesimis yg hdupnya getir, yg trus menerus brkata bhw masa lampau tlh mnunjukan bhw tdk ada sesuatu pun yg bru dbwah matahari. Aku hanya ingin tmpil sbg manusia yg membwa harapan. Aku hdup dgn kyakinan teguh bhw skrng aku bru mlhat pantulan lembut pd sbuah kaca, akan tetapi pd suatu hari aku akan brhdpan dgn masa dpn itu, muka dgn muka.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perguruan Tinggi kita masih Menganut Pendidikan"Gaya Bank"

18 Juni 2012   17:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:48 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_195610" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir. Yang Secara kebetulan saya merenungi Lika-liku perjalanan hidup saya sejak awal menjadi mahasiswa yang menimbulkan nuansa suka dan duka, manis dan getir itu hingga saat ini sudah mengemban status mahasiswa stambuk tua yang skripsi belum kelar-kelar (hehe memalukan). Terlintas didalam pikiran saya tentang peran dosen dalam sebuah perguruan tinggi.

Seperti yang kita tahu dalam Lika-liku mahasiswa menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi disadari atau tidak, Hubungan antara dosen dengan mahasiwa di dalam dunia kampus seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Peran dosen akan turut mengantar keberhasilan ataupun kegagalan studi mahasiswa. Banyak peran yang dimiliki oleh dosen, seperti transformasi pengetahuan, peran bimbingan dan pelatihan, menilai hasil pembelajaran dan lainnya. Tetapi yang saya temukan dalam dunia kampus Peran-peran dosen tersebut malah melahirkan otoritas berlebih dari dosen. Perilaku dosen juga seolah menjadi penguasa yang otoriter-menjadikan mahasiswanya sebagai objek pembelajaran dan bukan lagi subjek pembelajar. Dari kacamata saya sebagai mahasiswa, saya berpendapat bahwa dalam Proses pelaksanaan pendidikan bangsa ini masih menerapkan pendidikan “Gaya Bank” seperti yang dikatakan Poulo Freire dalam bukunya. Pendidikan gaya bank adalah gambaran antara hubungan dosen – mahasiswa yang mengibaratkan dosen adalah seorang penabung sedangkan mahasiswa adalah tempat menabung (bank) yang akan diisi oleh penabung setiap saat. Secara sederhananya Poulo Freire (1985) dalam bukunya yang berjudul The Political of education : culture, power, and liberation" menyusun daftar antagonism (dua pemahaman yang berlawanan) dalam pendidikan "Gaya Bank". yaitu: dosen mengajar, mahasiswa belajar; dosen tahu segalanya,mahasiswa tidak tahu apa-apa; dosen berpikir, mahasiswa dipikirkan; dosen berbicara, mahasiswa mendengarkan; dosen mengatur, mahasiswa diatur; dosen memilih dan memaksakan pilihannya, mahasiswa menuruti. Pendidikan “Gaya Bank” ini Bukan hanya di sekolah dasar dan sekolah menengah saja kita temukan bahkan sampai pada tingkat perguruan tinggi pun pendidikan “Gaya Bank” masih diterapkan. Dosen bertindak, mahasiswa membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan dosennya; dosen memilih apa yang akan diajarkan, dosen menyesuaikan diri; dosen mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya dan mempertentangkannya dengan kebebasan mahasiswanya; dan dosen adalah subjek proses belajar, dosen objeknya. Dengan kata lain Dosen hanya menjadi pusat perhatian, sumber informasi, dan yang paling berkuasa di dalam ruangan kelas. Mahasiswa hanyalah manusia yang hanya perlu dibentuk bagaikan tanah liat–sesuka perut dosen saja. Akibat dari pola pendidikan ini adalah, kemampuan mahasiswa untuk berkreasi dan berinovasi serta berpikir kritis telah dibunuh oleh dosen. Sehingga sering kali dosen di ruangan melakukan penindasan. Penindasan yang dilakukan oleh dosen di negeri kita ini memang bukanlah secara fisik, akan tetapi penindasan yang tidak mengembangkan potensi daripada mahasiswanya. Dosen sebagai pendidik yang semestinya membentuk peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter dan berkompeten sedang mengalpakan dirinya. Hal ini lah yang mengakibatkan buruknya karakter dan kompetensi mahasiswa saat ini. Oleh karena itu, ketika dosen melakukan penindasan, hasilnya adalah manusia-manusia penindas. Misalnya dosen yang menindas akan memproduksikan kembali dosen penindas atau birokrat penindas, yaitu yang mengkorupsikan uang rakyat, dan bentuk-bentuk penindasan lainnya. Sehingga banyaknya Kasus korupsi, plagiarisme, pembunuhan, dan Tawuran antar mahasiswa adalah bukti bahwa dosen kita sampai hari ini belum memerdekakan manusia dari situasi penindasan. dosen hanya melahirkan penindas-penindas baru yang tidak memiliki hati nurani yang tidak menjunjung tinggi kemerdekaan peserta didik. Sistem pendidikan yang seperti ini seharusnya tidak berlaku lagi di era social media seperti sekarang ini. Bangsa ini membutuhkan Dosen yang mempunyai kapabilitas membangun hubungan emosional yang baik dengan mahasiswanya, bukan dosen yang mempunyai aturan-aturan kaku (tidak fleksibel) yang kental dengan paradigma top-down. Maka ketika hubungan dosen dengan mahasiswa sudah terbangun dengan baik maka akan terlahir generasi-genarasi yang berkarakter baik dan berkompeten yang mampu memulihkan kondisi bangsa kita yang sedang mengkuatirkan ini. Semoga semakin banyak terlahirlah di negeri kita ini dosen yang mempunyai kapabilitas membangun hubungan emosional yang baik dengan mahasiswanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun