[caption id="attachment_190986" align="aligncenter" width="382" caption="Ilustrasi/Admin(syaheja.blogspot.com)"][/caption] Setiap hal di dunia ini selalu diciptakan sesuatu yang berdampingan.Ada siang ada malam, ada benar ada salah, pun begitu ada Pro ada Kontra. Dalam setiap masalah ataupun Penawaran suatu ide baru selalu muncul Pro dan Kontra. Untuk hal yang benar selalu ada pendukung dan penentang,bahkan untuk hal-hal jelek pun ada pendukung dan penentangnya bukan?. Disinilah muncul ''tukang kritik''. Ketika anda menggagas sesuatu hal. Dan gagasan anda utarakan ke publik atau kepada orang-orang di sekitar anda. Apa ada yang mengkritik anda? Langsung atau tidak langsung? Lalu apa yang akan Anda lakukan saat kritikan itu sampai atau disampaikan pada Anda? Mengkritik,menyanggah,ataupun menyarankan, terlepas akan niatnya membangun atau menghancurkan si ''idealis''. Kita tidak bisa memungkiri Lain Kepala lain pemikiran lain pula penilaian, Ketika seseorang mengkritik kita, Kritik membangun itu yang kita harapkan tetapi terkadang kritik berubah menjadi ajang menghancurkan dan mencari-cari kesalahan si penggagas. Di sinilah sebenarnya semua ide atau pendapat kita diuji , apakah memang layak ataukah hancur di telan gempuran. Saat seseorang di kritik, proses berpikir seseorang atas suatu kritikan akan terlihat di saat dia menghadapi kritikan tersebut. Pada umumnya Ada tiga sikap yang muncul ketika seseorang dikritik, yaitu marah, membalas mengkritik atau merenung. Ketiganya ini muncul tergantung kedewasaan cara berpikir kita menghadapi sebuah kritikan.Memang, kadang penyampaian kritikan yang tidak tepat atau tidak sesuai seringkali justru membuat sebuah kritikan diabaikan atau mengundang kemarahan. Bahkan pola penyampaian kritik yang demikian justru sering dianggap hanya ingin menjatuhkan orang yang dikritiknya. Hal itu sangat mudah untuk dinilai, bahkan oleh orang-orang di luar si tukang kritik dan yang dikritiknya. Terlepas dari pola penyampaian kritik yang dianggap menjatuhkan orang yang dikritik. Lantas, sikap mana sebenarnya yang terbaik untuk dilakukan seseorang yang dikritik atau dianggap kritikannya tidak pantas. Apakah menganggap si tukang kritik itu adalah musuh? Atau justru menganggapnya sebagai sahabat jauh yang memperhatikan kita tanpa pamrih karena kita justru hampir tidak pernah memperhatikannya. Atau si tukang kritik itu justru adalah tempat kita untuk berterima kasih, karena diingatkan atas kesalahan, baik kecil maupun besar? Dalam hal ini, yang dicari dari sebuah kritik bukanlah kesalahan, namun suatu kebenaran dari kesalahan-kesalahan yang ada. Bahkan orang bijak mengingatkan bahwa jika ingin mengetahui kelemahan kita, dengarlah komentar musuh kita. Terlebih apabila yang mengkritik adalah sahabat kita. Seorang sahabat yang baik tentu tidak akan membiarkan sahabatnya terperosok ke dalam kesalahan yang lebih dalam. Sehingga, kesalahan yang kecilpun tampak di depan mata disampaikan sebagai kritikan. Tidak selamanya kritik itu penyakit membahayakan. Justru, di balik semua itu, kritik merupakan obat penyembuh kesalahan atau kekeliruan. Sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Setinggi apapun pangkatnya, selama masih sebagai manusia, pasti pernah melakukan kesalahan. Untuk itu jangan pernah merasa takut untuk dikritik. Meski terasa sangat pedas sekalipun! Salam Perdamaian SBS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H