Dalam konteks ini, kita tentu percaya bahwa dalam pengabdian sehari-hari, di manapun mendidik, guru pastilah dengan langsung menyaksikan dan mengalami sendiri berbagai masalah sosial dan kemanusiaan. Dengan mudah guru dapat menyimak berbagai perubahan sosial atau perilaku anak didiknya akibat berbagai faktor luar yang menerpa mereka, baik media massa konvensional maupun penggunaan berbagai produk teknologi informasi dan komunikasi mutakhir.
Perubahan atau kemerosotan kualitas anak didik dan lingkungannya ini akibat kemajuan teknologi ini niscaya disaksikan para guru dalam pengabdian mereka dalam sehari-hari. Lalu, sebagai sarjana pendidikan yang pernah belajar banyak ilmu. Pastilah mereka memiliki kemampuan besar untuk memotret berbagai realitas sosial yang mereka hadapi sehari-hari, baik yang dialami oleh anak didiknya maupun oleh ia sendiri. Hasil pemotretan tersebut tentu mesti dimaknai dan/atau dianalisis dari perspektif seorang guru.
Dan tentunya tidaklah sulit atau barang yang begitu berat bagi seorang guru untuk memainkan kata-katanya dalam goresan penanya. Karena, menulis bagi seorang guru bukanlah hal baru lagi. Hampir setiap hari selalu diperhadapkan dengan dunia tulis menulis. Mulai dari menuliskan perangkat pelajaran pembelajaran sampai dengan hal-hal yang bersangkutpaut dengan kepenulisan. Jadi tak ada alasan bila seorang guru mendebat kemudian mempertanyakan “kan tidak semua guru harus bisa menulis”. Lalu pertanyaannya, bila sudah mampu menulis, kemana dibagikan?
Kita saat ini berada dalam arus generasi internet, dimana media tulis akan semakin terbuka lebar. Artinya, sebuah tulisan tidak lagi menunggu media cetak yang jumlahnya terbatas dan harus antri. Penulis memiliki alternatif lain dengan hadirnya media online, bahkan artikel-artikel atau buku bisa dipublikasikan melalui website atau blog pribadi. Dengan internet kita dapat membuat buku atau artikel tanpa selembar kertas pun! Bahan rujukan atau referensi cukup kita cari di mesin pencari (google, yahoo, atau lainnya). Untuk media tempat menampung karya kita, kita juga dipermudah dengan adanya media jurnal yang ada di internet. Bahkan bila kita sulit memasukkan naskah ke jurnal, kita bisa membuat media sendiri dalam bentuk blog atau web. Mudah bukan?
Selain itu, ada banyak organisasi nirlaba, LSM, perkumpulan informal ataupun aktivis pendidikan yang telah berupaya memperjuangkan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dengan penerbitan buku-buku yang menginspirasi. Salah satunya Tanoto Foundation yang didirikan oleh salah satu pengusaha tersukses di Indonesia, yakni bapak Sukanto Tanoto. Beliau dengan lembaga yang didirikannya pada tahun 2001, merupakan sebuah sarana perwujudan kepedulian terhadap sesama untuk mengatasi kemiskinan. Hal ini berusaha dicapai dengan meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas, memberikan kesempatan pemberdayaan, dan menyediakan sarana utama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Salah satunya bentuk kepedulian Tanoto Foundation ditunjukkan melalui penerbitan karya buku yang berisi kumpulan kisah inspiratif para pendidik. Salah satu buku yang baru-baru ini diterbitkan berjudul “Oase Pendidikan Di Indonesia”. Buku ini berisi kumpulah kisah inspiratif pada pendidik. Panggilan dan kecintaan para penulisnya sebagai pendidik di sekolah mengantarkan mereka memperoleh berbagai pengalaman menarik seputar anak didik, sistem pendidikan dan persoalan-persoalannya. Pengalaman dan interaksi para penulis buku ini dengan anak-anak didik yang disajikan dalam buku ini, mampu memberi inspirasi bagi pembacanya untuk memecahkan kendala dan persoalan-persoalan yang sering ditemukan dalam dunia pendidikan.
[caption id="attachment_375664" align="alignnone" width="300" caption="Guru Kau Penyuluh Hidup Kami (Sumber Gambar: www.anneahira.com)"]
Menjadi Guru Yang Mahir Menulis
Nah, tunggu apa lagi? Media tempat para guru menuangkan pengalaman, ide dan pemikirannya telah banyak tersebar atas majunya teknologi informasi. Sama seperti pisau tumpul jika diasah akan semakin tajam. Menulis pun demikian, untuk memberi hidup dalam sebuah tulisan dibutuhkan proses pembelajaran dan latihan seumur hidup. Untuk itulah, di manapun guru mengabdi semestinya mau dan mampu menuliskan hasil pengamatan dan pergulatan batinnya sehari-hari di media, baik media konvensional maupun media nirkonvensional (termasuk media sosial), maupun di media blog. Karya-karya tulis para guru kita harapkan menjadi masukan yang sangat berharga bagi para pejabat lembaga eksekutif (termasuk kementerian pendidikan dan kebudayaan) di semua tingkat, anggota DPRD kabupaten, Kota, dan Provinsi, anggota DPR, para pejabat lembaga judikatif dan para penegak hukum lainnya, bahkan bagi para wartawan.
Kita sangat berharap agar para guru mampu keluar dari zona nyamannya, yang masih terjebak dalam pola lama dengan pembelajaran klasikal yang sangat kurang mampu menumbuhkan minat, bakat, potensi maupun kreatifitas peserta didik. Guru harus mampu mengarahkan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi pelajaran yang sedang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong peserta didik agar dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Jangan lagi para guru terjebak dalam mengajar secara monoton dan menjenuhkan. Melainkan guru harus mampu sebagai pengajar yang memiliki kualitas yang profesional dan kreatif dalam memberikan pelajaran bagi peserta didiknya.
Peran guru dalam proses belajar mengajar, jangan lagi hanya para guru hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.