Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tabung Gas 3 kg Bersubsidi Langka, Menteri UMKM Harus Segera Bertindak

3 Februari 2025   11:21 Diperbarui: 3 Februari 2025   11:38 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai anggota Dewan Pakar APMISO (Asosiasi Pedagang Mie Bakso), saya berkesempatan berdiskusi dengan Lasiman, Ketua Umum APMISO, terkait fenomena kelangkaan tabung gas subsidi 3 kg yang tengah terjadi. Kami membahas bagaimana masalah ini berdampak pada pedagang kecil, UMKM, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Gas 3 Kg: Vital bagi UMKM dan Masyarakat Kecil

Tabung gas 3 kg merupakan kebutuhan mendasar bagi ratusan juta masyarakat Indonesia, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta keluarga berpenghasilan rendah. Para pedagang mie bakso, warung makan, serta usaha kuliner rumahan sangat bergantung pada ketersediaan gas ini untuk menjalankan usaha mereka. Jika pasokan gas bersubsidi terhambat atau hilang dari peredaran, dampaknya bisa sangat besar, mulai dari peningkatan biaya produksi hingga menurunnya daya beli masyarakat.

Menurut Lasiman, keberadaan gas subsidi ini menjadi tumpuan utama bagi usaha kecil yang membutuhkan efisiensi dalam operasional mereka. Jika mereka harus beralih ke gas nonsubsidi atau sumber energi lain, biaya produksi akan meningkat drastis, mengancam keberlangsungan usaha kecil dan menengah.

Dampak Kebijakan Pengetatan Distribusi

Kebijakan pemerintah untuk memperketat distribusi gas 3 kg dengan membatasi penjualan hanya di agen resmi atau pangkalan Pertamina dianggap menyulitkan pedagang kecil. Sebelumnya, mereka dapat memperoleh gas dengan mudah melalui pedagang eceran yang tersebar di berbagai lokasi. Namun, kebijakan baru ini membuat mereka harus mengantre di pangkalan resmi, yang tidak hanya menyita waktu tetapi juga mengurangi efisiensi usaha mereka.

Bagi pedagang yang harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk produksi makanan, tambahan waktu untuk mengantre gas menjadi beban tersendiri. Sementara itu, pedagang eceran yang sebelumnya mendapatkan sedikit keuntungan dari penjualan gas kini kehilangan mata pencaharian mereka akibat kebijakan ini. Dampaknya adalah menurunnya pendapatan mereka dan bertambahnya jumlah pekerja informal yang kehilangan sumber penghasilan.

Kelola Gas Bersubsidi dengan Bijak

Lasiman menyoroti bahwa pemerintah perlu menata ulang distribusi gas bersubsidi tanpa harus menyulitkan masyarakat kecil. Salah satu solusi yang diajukan adalah memberikan waktu adaptasi bagi para pedagang eceran untuk memenuhi legalitas yang dibutuhkan, bukan langsung menutup akses mereka terhadap gas subsidi. Dengan demikian, perubahan kebijakan tidak serta-merta menghancurkan jaringan distribusi yang telah berjalan selama bertahun-tahun.

Selain itu, perlu ada pemetaan ulang terkait siapa yang benar-benar berhak mendapatkan gas subsidi. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, masyarakat yang mampu diharapkan beralih ke gas nonsubsidi, sehingga distribusi gas 3 kg tetap sasaran dan tidak mengalami kelangkaan akibat penyaluran yang kurang tepat.

Pemerintah Harus Bertanggung Jawab terhadap UMKM

Menurut saya, pemerintah harus memperhatikan UMKM agar tetap mendapatkan subsidi gas ini. Pemerintah harus bertanggung jawab terhadap nasib UMKM yang selama ini dianggap sebagai kekuatan utama dalam mendukung ekonomi Indonesia. Jika UMKM dibiarkan menghadapi kesulitan tanpa solusi konkret, keberlangsungan usaha mereka akan semakin terancam.

Saya meminta agar Kementerian UMKM segera mengambil tindakan dan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mencari solusi terbaik. Jangan sampai pelaku UMKM yang selama ini mandiri harus beralih menjadi buruh ojek online dan meninggalkan usaha mereka hanya karena kesulitan mendapatkan gas subsidi. Ini akan menjadi kemunduran besar bagi perekonomian rakyat dan bertentangan dengan semangat pemerintah dalam mendukung usaha kecil dan menengah.

Ayo Selamatkan Usaha Kecil

Kelangkaan gas bersubsidi bukan hanya isu logistik, tetapi juga persoalan ekonomi dan sosial. Pedagang kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah sangat bergantung pada gas ini untuk menjalankan usaha dan memenuhi kebutuhan harian mereka. Oleh karena itu, kebijakan distribusi gas perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap kelompok rentan agar tidak semakin memperburuk kondisi ekonomi mereka.

Solusi terbaik adalah adanya regulasi yang lebih fleksibel, pengawasan yang ketat terhadap distribusi gas agar tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak, serta komunikasi yang baik antara pemerintah, asosiasi pedagang, dan masyarakat. Dengan langkah-langkah yang tepat, keseimbangan antara subsidi yang tepat sasaran dan kelangsungan usaha kecil dapat tetap terjaga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun