Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebahagiaan Menyambut Imlek di Kota Bahagia

29 Januari 2025   05:15 Diperbarui: 29 Januari 2025   08:18 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Bahagia, sebuah kota kecil yang terletak di tepi sungai, terkenal dengan suasananya yang damai dan penuh keceriaan. Setiap sudut kota ini memiliki cerita tersendiri, dan setiap kali Imlek tiba, kota ini berubah menjadi lebih meriah. Meskipun mayoritas penduduknya bukanlah warga Tionghoa, perayaan Imlek telah menjadi momen yang dinanti-nanti oleh semua orang. Kemeriahannya menyatukan warga dari berbagai latar belakang untuk berbagi kebahagiaan dan kebersamaan.

Mia, seorang pemuda yang baru saja pindah ke Kota Bahagia, merasa kagum dengan suasana Imlek yang berbeda dari kota asalnya. Di kota asalnya, perayaan Imlek hanya dirayakan oleh beberapa keluarga Tionghoa. Namun di Kota Bahagia, perayaan ini menjadi milik bersama, dirayakan dengan semangat dan kegembiraan oleh seluruh masyarakat, tak peduli siapa mereka atau darimana asalnya.

Suasana Imlek
Suasana Imlek

Suatu pagi di akhir Januari, Mia berjalan-jalan di sekitar pasar Kota Bahagia, menikmati suasana yang berbeda dari hari-hari biasanya. Pasar yang biasanya sibuk dengan jual beli barang, kini dihiasi dengan lampion-lampion warna merah yang menggantung di sepanjang jalan. Suara riuh rendah dari orang-orang yang sedang mempersiapkan festival lampion dan berbagai acara Imlek lainnya membuat Mia merasa tertarik.

Ketika Mia sedang berjalan, ia bertemu dengan Pak Dedi, tetangganya yang sudah lama tinggal di Kota Bahagia. Pak Dedi terlihat sibuk mempersiapkan dekorasi festival lampion bersama beberapa warga lainnya. Melihat Mia, Pak Dedi tersenyum lebar dan menyapanya.

"Mia! Apa kabar? Mau ikut bantu pasang lampion? Tahun ini kami ingin membuat perayaan Imlek lebih meriah lagi," ajak Pak Dedi dengan semangat.

Mia terkejut, tetapi juga merasa senang. Walaupun ia belum terlalu mengenal banyak orang di kota ini, undangan tersebut terasa hangat. "Tentu, Pak Dedi! Aku senang bisa ikut," jawab Mia dengan antusias.

Malamnya, Mia ikut serta dalam persiapan acara festival lampion bersama warga lainnya. Dari pagi hingga sore, mereka bekerja bahu-membahu menggantungkan lampion, menghias jalan-jalan, dan menyusun meja-meja untuk acara pasar malam. Mia merasa sangat terhubung dengan warga Kota Bahagia yang ramah dan penuh semangat kebersamaan. Walaupun ia baru di sini, Mia merasa seperti bagian dari keluarga besar yang tak membedakan latar belakang.

Saat malam tiba, festival lampion resmi dimulai. Mia berdiri di tengah keramaian, menikmati keindahan lampion-lampion yang berwarna-warni menghiasi langit malam. Ia melihat banyak orang, baik dari kalangan Tionghoa maupun non-Tionghoa, bersenang-senang bersama. Beberapa anak-anak berlarian dengan lentera kecil, sementara orang dewasa saling bertegur sapa dan tertawa bahagia.

Di tengah keramaian itu, Rina, seorang teman baru Mia yang juga berasal dari luar kota, mengajak Mia untuk mencoba kuliner khas Imlek yang disediakan di pasar malam. "Kamu harus coba kue keranjang ini, Mia! Ini sudah menjadi tradisi di Kota Bahagia setiap Imlek," kata Rina sambil menyerahkan sepiring kue keranjang yang baru saja dimasak.

Mia mencicipinya, dan rasanya yang manis dan kenyal langsung membuatnya ketagihan. "Wah, enak banget! Aku nggak tahu kalau makanan Imlek bisa seenak ini," ujarnya sambil tersenyum. Rina menjelaskan, "Kue keranjang ini melambangkan harapan agar rezeki selalu berlimpah. Semua makanan Imlek punya makna yang dalam, lho."

Setelah menikmati makanan, mereka berjalan menuju rumah terbuka yang diadakan oleh keluarga Li, salah satu keluarga Tionghoa yang tinggal di Kota Bahagia. Rumah keluarga Li dihiasi dengan ornamen khas Imlek, dan suasana hangat langsung menyambut kedatangan Mia dan Rina. Di sana, mereka disuguhi berbagai hidangan khas Imlek dan mendengarkan cerita tentang tradisi yang telah berlangsung turun-temurun.

"Mia, kamu tahu nggak, mie panjang umur itu artinya doa supaya kita diberi umur panjang dan hidup yang bahagia?" tanya Ibu Li sambil menyuapkan mie kepada Mia. Mia mengangguk dengan penuh perhatian, merasa sangat dihargai dan diterima di tengah keluarga besar yang ada.

Setelah makan, mereka semua berkumpul di halaman untuk menyaksikan pertunjukan barongsai yang dipersembahkan oleh kelompok seni lokal. Barongsai adalah bagian tak terpisahkan dari perayaan Imlek di Kota Bahagia. Mia terpesona dengan gerakan lincah dan warna-warni kostum para pemain barongsai. Tarian itu begitu hidup dan penuh energi, membuatnya semakin jatuh cinta dengan atmosfer Imlek yang penuh semangat.

Pertunjukan barongsai itu semakin meriah saat salah satu pemain memanjat tiang tinggi, menunjukkan keterampilan luar biasa. Mia tidak bisa berhenti mengagumi keindahan tarian yang penuh simbolisme ini. "Barongsai ini melambangkan semangat dan keberanian, Mia," kata Rina, yang tahu betul tentang budaya ini. "Dan tentunya, doa agar kita semua mendapat berkah dan keberuntungan."

Yang membuat Mia semakin terkesan adalah penampilan berikutnya: pentas wayang potehi. Wayang potehi adalah seni pertunjukan tradisional Tionghoa yang menggunakan boneka kain yang dikendalikan oleh tangan. Mia dan Rina duduk di depan panggung kecil yang didirikan di halaman rumah keluarga Li, menyaksikan para dalang memperagakan cerita yang penuh dengan pesan moral.

Wayang potehi di Kota Bahagia selalu menjadi acara yang sangat dinanti. Meskipun menggunakan boneka, cerita yang disampaikan sangat hidup dan menarik. Mia terpukau oleh kemampuan para dalang menghidupkan karakter-karakter dalam cerita dengan gerakan tangan yang terampil. Pertunjukan itu mengisahkan tentang keberanian, kebijaksanaan, dan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam kehidupan.

Pada malam itu, Mia merasa sangat beruntung bisa berada di Kota Bahagia, di mana Imlek dirayakan dengan penuh semangat kebersamaan. Ketika acara hampir berakhir, Mia mengingat sebuah tradisi yang sering dilihatnya di kota ini---tradisi saling memberi ucapan selamat Imlek.

Pagi berikutnya, Mia memutuskan untuk mengunjungi rumah Pak Dedi dan keluarganya, membawa angpao kecil sebagai simbol kebahagiaan dan harapan baik. "Gong Xi Fa Cai!" ucap Mia dengan tulus saat berdiri di depan pintu rumah Pak Dedi. Pak Dedi membalas senyuman Mia, "Terima kasih, Mia. Semoga tahun baru ini membawa keberuntungan untuk kita semua!"

Mia pulang dengan perasaan hangat di dalam hati. Ia merasa sangat diterima dan dihargai di Kota Bahagia. Ia menyadari, bahwa meskipun latar belakang mereka berbeda, kebahagiaan itu terasa lebih lengkap saat dibagikan bersama. Imlek di Kota Bahagia bukan hanya sekadar perayaan Tahun Baru Tionghoa, melainkan sebuah simbol persatuan dalam keberagaman yang mengikat semua warga, tanpa membedakan suku, agama, atau budaya. Dan bagi Mia, itu adalah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun