Desa (PLD) merupakan ujung tombak dari Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dalam mendukung implementasi program pembangunan di tingkat desa. Sebagai level terendah dalam struktur TPP, PLD bertugas langsung mendampingi masyarakat desa untuk memastikan keberhasilan program pembangunan. Namun, mereka menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah sistem evaluasi kinerja yang dianggap rentan terhadap subjektivitas dan pengaruh politik elektoral, terutama menjelang pemilihan legislatif dan presiden.Â
Pendamping LokalArtikel ini membahas bagaimana dinamika politik elektoral memengaruhi posisi PLD, tantangan dalam evaluasi kinerja, dan pentingnya langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan peran mereka.
Peran PLD dalam Struktur TPPÂ
PLD memiliki peran utama sebagai fasilitator pembangunan desa. Dalam struktur TPP, mereka berada di level terendah, langsung berinteraksi dengan masyarakat desa. Tugas mereka meliputi:Â
- 1. Fasilitasi Perencanaan Pembangunan Desa; PLD membantu pemerintah desa dalam menyusun dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).Â
- 2. Pendampingan Pelaksanaan Program Desa ; PLD memastikan programprogram desa berjalan sesuai rencana, termasuk penggunaan dana desa yang efektif dan tepat sasaran.Â
- 3. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Desa ; Melalui pelatihan dan diskusi, PLD mendukung pengembangan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumber daya dan meningkatkan kualitas hidup mereka.Â
Meskipun peran PLD sangat strategis, keberlanjutan kontrak kerja PLD bergantung sepenuhnya pada hasil evaluasi kinerja yang dilakukan oleh TPP level di atas mereka.
Evaluasi Kinerja PLD: Antara Objektivitas dan SubjektivitasÂ
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi PLD adalah sistem evaluasi kinerja yang menentukan kelanjutan kontrak kerja mereka. Berdasarkan regulasi, PLD yang mendapat nilai C dalam evaluasi kinerja tidak akan diperpanjang kontraknya. Meskipun terdapat opsi demosi, hal ini setara dengan pemutusan kontrak bagi PLD, karena mereka tidak dapat melanjutkan peran di posisi yang sama.Â
Proses evaluasi yang hanya dilakukan oleh satu level di atas, seperti oleh pendamping desa tingkat kecamatan, membuka peluang terjadinya penilaian berbasis subjektivitas. Beberapa potensi masalah yang muncul dari sistem ini meliputi:Â
- Subjektivitas dalam Penilaian; Karena evaluasi dilakukan oleh atasan langsung, faktor suka atau tidak suka bisa memengaruhi hasil penilaian. Hal ini menimbulkan potensi ketidakadilan, di mana PLD yang sebenarnya berkinerja baik dapat diberikan nilai buruk karena alasan nonprofesional.Â
- Minimnya Transparansi dalam Proses Evaluasi; PLD sering kali tidak diberikan akses untuk mengetahui secara rinci alasan di balik penilaian mereka. Kurangnya transparansi ini membuat mereka sulit memperbaiki kekurangan atau mempertahankan posisi mereka secara adil.Â
- Tekanan Politik Elektoral; Menjelang pemilihan legislatif dan presiden, PLD sering kali berada di bawah tekanan politik elektoral untuk mendukung pihak tertentu. Mereka yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan elektoral lokal bisa saja mendapatkan penilaian buruk sebagai bentuk sanksi terselubung.Â
Dampak Evaluasi Kinerja yang Tidak AdilÂ
Penilaian kinerja yang tidak objektif memiliki dampak luas terhadap PLD dan program pemberdayaan desa secara keseluruhan. Beberapa dampak tersebut meliputi:Â
- Turunnya Motivasi Kerja; Ketidakadilan dalam evaluasi kinerja membuat PLD kehilangan semangat untuk bekerja. Mereka merasa upaya dan kontribusi mereka tidak dihargai.Â
- Tingginya Tingkat Pergantian PLD; Sistem evaluasi yang ketat tanpa mempertimbangkan konteks kerja PLD menyebabkan banyak pendamping berkompeten kehilangan posisi mereka. Hal ini menciptakan ketidakstabilan dalam program desa.Â
- Menurunnya Kualitas Program Desa; Ketika PLD digantikan oleh pendamping baru yang belum berpengalaman, proses pendampingan desa terganggu. Akibatnya, programprogram desa menjadi kurang efektif.Â
- Polarisasi dalam Struktur TPP; Evaluasi yang dipengaruhi oleh faktor politik elektoral menciptakan ketegangan internal di antara anggota TPP. Hal ini mengganggu kerja sama dan koordinasi dalam menjalankan tugas pemberdayaan desa.Â
Langkah Strategis untuk Memperbaiki Sistem EvaluasiÂ