Pagi yang masih segar di kota ini terasa seperti sebuah undangan untuk petualangan rasa. Sudah menjadi kebiasaanku, jika menginap di kota baru, pagi hari harus diawali dengan mencicipi sarapan khas daerah tersebut. Bubur nasi menjadi pilihanku, bukan bubur kacang hijau atau bubur ketan. Namun kali ini, saran seorang teman memanduku ke sesuatu yang berbeda: bubur barobbo, bubur jagung khas Sulawesi yang disajikan dengan aneka topping dan sayuran.Â
Penasaran, aku bertanya pada petugas penginapan, "Di mana saya bisa menemukan bubur barobbo yang enak?"Â
"Oh, dekat saja, Pak. Jalan kaki ke pasar di ujung jalan itu, ada warung terkenal. Cari saja Bu Maya," jawabnya dengan ramah.Â
Berbekal petunjuk itu, aku melangkahkan kaki menuju pasar. Jalanan kota ini cukup tenang di pagi hari. Tidak jauh, hanya sekitar sepuluh menit, aku sampai di sebuah warung kecil dengan aroma masakan yang menggoda.Â
"Bubur, Nak?" seorang ibu setengah baya menyapaku begitu aku mendekat.Â
"Iya, Bu," jawabku sambil tersenyum.Â
"Pakai apa?" tanyanya sambil menunjuk beberapa pilihan topping seperti suwiran ayam, sayur bayam, dan kerupuk.Â
Karena ini pertama kalinya aku mencoba, aku berkata, "Beri saya yang paling spesial, Bu." Â
Tak butuh waktu lama, semangkuk bubur barobbo tersaji di hadapanku. Warna kuning jagung dengan aroma gurih yang khas langsung membuatku penasaran. Aku mencicipinya perlahan. Rasanya memang berbeda, tapi nikmat. Tekstur jagung yang lembut berpadu dengan kaldu gurih, sayuran segar, dan taburan bawang goreng sungguh memanjakan lidah.Â
Sedang asyik menikmati buburku, seorang pemuda menghampiri. Dia terlihat ragu sejenak, lalu bertanya, "Pakde Koco, ya?"Â
Aku menoleh, sedikit terkejut. "Iya, benar. Kamu siapa?"Â