Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secangkir Kopi, Sebatang Dji Sam Soe dan Curhatan Pendamping Desa #KompasianaDESA

12 Januari 2025   21:51 Diperbarui: 12 Januari 2025   21:51 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pendamping desa ( ai generator )

Sore itu, aku duduk di sebuah kedai kopi kecil yang terletak di teras pusat perbelanjaan kawasan Harapan Indah, Bekasi. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma kopi yang bercampur dengan kesibukan orang-orang yang lalu lalang. Di depan mataku, lalu lintas kendaraan dan hiruk-pikuk aktivitas di pusat perbelanjaan menjadi latar yang kontras dengan ketenangan yang kurasakan.

Secangkir kopi hitam hangat dan sebatang kretek 234 menemaniku di meja kayu kecil. Di tempat seperti ini, aku sering menemukan waktu untuk merenung atau sekadar menikmati detik-detik sederhana tanpa tergesa.

Tiba-tiba, ponselku yang tergeletak di meja bergetar. Sebuah pesan WhatsApp masuk.
"Pakdhe, boleh telepon?" Pesan itu datang pasti dari pendamping desa, karena mereka yang sering memanggilku Pakdhe. 

Aku membalas singkat, "Silakan."

Tak lama kemudian, telepon berdering. Aku mengangkatnya, dan dari seberang terdengar suara berat---terdengar lebih pelan dan sedih dari biasanya.
"Halo, Pakdhe," sapanya.

"Iya, bagaimana?" tanyaku langsung.

"Saya mau tanya, Pakdhe... Kami ini akan diperpanjang kontrak atau tidak?" tanyanya dengan nada ragu. "Saya sudah jadi pendamping sejak 2017. Kalau kontrak tidak diperpanjang, saya tidak tahu harus bagaimana?"

Aku menarik napas panjang, menyeruput kopi untuk menenangkan diri sebelum menjawab. "Sejauh yang saya tahu, prosesnya masih berjalan. Tunggu saja," jawabku dengan tenang.

Namun, dia tidak berhenti di situ. Suaranya semakin berat. "Pakdhe, saya dengar banyak teman-teman TPP tidak akan diperpanjang. Bahkan katanya, aan ada penerimaan terbuka dan kami semua harus ikut seleksi lagi, termasuk yang sudah lama."

Aku bersandar di kursi, memandang lalu lalang orang di depan kedai. "Seharusnya, kalau mengikuti kebijakan kementerian Desa  sejak jaman Gus Halim, penerimaan TPP itu fokusnya hanya untuk PLD hanya  mengisi kekosongan. Kalau PD ke atas, mestinya promosi, bukan seleksi."

Namun dia kembali menimpali, terdengar semakin gelisah. "Tapi, Pakdhe, informasi yang beredar beda. Katanya ada evaluasi baru. Bahkan memfollow dan menviralkan akun TikTok Pak Menteri juga jadi bahan evaluasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun